Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah menyelidiki dugaan korupsi Badan Layanan Umum Universitas Tadulako. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng Mohammad Ronald membenarkan penyelidikan yang tengah disuut oleh pihaknya tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bahwa benar, Kejaksaan Tinggi Sulteng melakukan penyelidikan laporan pengaduan masyarakat dengan dugaan tindak pidana korupsi di Universitas Tadaluko,” kata Ronald saat dihubungi pada Jumat 10 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan dugaan korupsi tersebut dilaporkan oleh sejumlah dosen Untad yang tergabung dalam gerakan Kelompok Pecinta Kampus (KPK) Untad. Wakil Ketua KPK Untad Jamaluddin Mariajang mengatakan semuanya berawal dari temuan Dewan Pengawas Badan Layanan Usaha Universitas Tadaluko.
“Temuan tersebut muncul sekitar Juni 2021, menyatakan bahwa terdapat pembayaran atau pengelolaan keuangan yang berlawanan dengan aturan,” ujar Jamal.
Berangkat dari temuan itu, Jamal mengatakan sejumlah dosen kemudian membentuk gerakan KPK Untad. Tujuannya, kata dia, adalah untuk mengadvokasi temuan dugaan korupsi yang ditemukan oleh dewas.
“Dari pertama kali kami menelusuri, kami dapat dugaan kerugiannya mencapai Rp10,2 miliar. Namun, setelah kami berbicara dengan dewas, mereka bilang angkanya lebih dari itu,” ujar dosen FISIP Untad tersebut.
Awal Mula Kasus
Dugaan berawal dari eks Rektor Untad Muhammad Basyir membentuk empat buah lembaga baru. KPK Untad mempermasalahakan empat lembaga tersebut karena tidak ada dalam Permenristekdikti No.44 Tahun 2017 Tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Untiversitas tadaluko.
Keempat lembaga tersebut adalah Pusat Pengembangan De-radikalisasi dan Penguatan Nilai Sosio-Akademik (Pusbang DePSA), Komisi Etik, International Publication and Collaborative Center (IPCC),dan Unit Penjaminan Mutu (UPM) Fakultas.
Selanjutnya, Jamal mengatakan empat lembaga tersebut diberikan anggaran yang cukup besar. Misalnya, kata dia, untuk IPCC realisasi pagu anggarannya mencapai Rp4,5 miliar.
“Keempat lembaga tersebut dapat aliran dana BLU kampus. Dan yang menjadi dugaan penyalahgunaan wewenang di sini adalah keempat lembaga tersebut tidak ada dalam Permendikbudristek,” kata Jamal.
Kebutuhan Kampus
Eks Rektor Untad Muhammad Basir menampik bila pendirian empat lembaga tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang. Ia menjelaskan empat lembaga tersebut didirikan karena adanya kebutuhan dari kampus.
“Jadi intinya bukan pembentukannya yang salah, karena itu merupakan kebutuhan (kampus),” ujarnya saat dikonfirmasi.
Selain itu, Basir menjelaskan yang menjadi pokok permasalahan adalah pemberian remunerasi unit yang ada di regulasi Organisasi Tata Kelola (OTK) maka harus dikembalikan. Ia mengaku remunerasi tersebut telah dikembalikan.
“Mereka telah mengembalikan dan pembayaran remunerasi yang dimaksud adalah tahun 2019 dan saya sudah bukan rektor,” kata Rektor Untad dua periode tersebut.
Wakil Ketua KPK Untad Jamaluddin Mariajang juga menuding adanya intervensi kasus dugaan tersebut dari Kejati Sulteng sewaktu dipimpin Jacob Hendrik. Sebab, kata dia, beberapa kali laporannya ke Kejati Sulteng tidak segera ditindaklanjuti.
“Mantan Kajati Sulteng Jakob Hendrik mempetieskan laporan kami. Bahkan dia menekan jaksa-jaksa pidsus agar jangan menyentuh kasus di Untad,” ujar dia.
Menanggapi hal itu, Kasi Penkum Kajati Sulteng Mohammad Ronald membantah adanya intervensi dalam kasus tersebut. “Tidak benar adanya intervensi dari Kajati Sulteng era sebelumnya tentang laporan yang dimaksud,” kata Ronald.