Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kemana karet itu mestinya ?

Bamboe menyelewengkan formulir e3, dari bdn, yang di selewengkan goh untuk mengekspor karet ke singapu- ra. kericuhan pada pembayaran, pengiriman dan penerimaan barang. perusahaan pelayaran kena getah. (hk)

7 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINGGU pertama bulan lalu, Pengadilan Negeri Jambi menyampaikan keputusan Mahkamah Agung bulan Oktober 1975, yang menyangkut gugatan kasasi Bank Dagang Negara (BDN) atas dua perusahaan pelayaran nasional. Dengan keputusan itu, yang ternyata memenangkan BDN, pengacara dari PT Pelayaran Abadi Lines dan PT Pelayaran Nusantara Wasesa Lines menilai: "Suatu keputusan yang buruk pengaruhnya bagi perusahaan pelayaran nasional pada umumnya". Begitu jauhkah? Sebab kata pengacara tadi, Thamrin Manan SH, "apakah ketidak-beresan pihak bank sendiri dalam melaksanakan tata cara ekspor, kesalahannya dapat ditimpakan begitu saja kepada perusahaan pelayaran -- yang hanya sebagai pengangkut saja?" Urusan memang sudah mulai sekitar tahun 1969, berlarut-larut, lalu menyangkut-nyangkut perkara lain. Bulan Agustus 1971 Pengadilan Negeri Jambi, telah memutuskan: menghukum 4 bulan penjara atas Ferdinandus Bamboe, Pimpinan BDN Cabang Jambi. Ia dipersalahkan: "Menandatangani formulir E3 (formulir mengenai pemberitahuan ekspor barang), yang tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga menerbitkan hak yang dapat digunakan oleh orang lain". Yang mendapat manfaat dari penyelewengan pejabat bank ini seorang eksportir bernama Soenarto Goenawan alias Goh Hong Soen. Dan BDN dirugikan lebih dari US$ 3 juta. Dalam sidang terhukum mengakui kesalahannya, "telah menyimpang dari prosedur ekspor yang berlaku". Yaitu: menandatangani formulir E3 melampaui L/C yang dibuka importir di luar negeri. Penyimpangan yang dilakukan pada bulan-bulan Juni hingga September 1969 itu, dibuatnya setelah mendapat izin dari Biro Lalu Lintas Devisa (BLLD) Cabang Jambi. Namun pada bulan Agustus berikutnya izin itu tidak dimintakan lagi oleh eksportir Soenarto dari Pl Makmur Jambi Jaya atau PT Musdar atau PT Musdar Jambi Jaya ini. Di samping dasar kepercayaan pimpinan bank ini kepada langganannya, juga dengan pertimbangan: "menghindarkan ongkos mendapatkan izin yang harus dibayar oleh eksportir tersebut". Dengan penyimpangan itu BDN mengambil alih 33 Wesel Ekspor (WE) dengan nilai nominal seluruhnya lebih dari US$ 3 juta. Dan dari nilai itu fihak BDN telah membayarkannya dengan rupiah kepada Goh, untuk ekspor karet sejumlah 6000 ton lebih. Oleh beberapa saksi, pegawai BDN setempat, penyelewengan pejabat ini sudah diperingatkan akan bahayanya. Namun Ferdinandus Bamboe tetap melaksanakannya sebagai kebijaksanaan. Dan terjadilah: WE yang diambil alih BDN dari tangan Goh ternyata ditolak pembayarannya oleh bank pembuka L/C, Mercantile Bank Singapura. Alasannya: nilai yang ditarik BDN itu melebihi jumlah L/C yang ditentukan, kira-kira seharga lebih dari 2000 ton karet (Excess Drawing). Juga ternyata dokumen ekspor yang diperlukan, terlambat pengirimannya ke Singapura -- sehingga basi. Goh Hong Soen sendiri, setelah menerima uang rupiah tunai dari BDN terus mabur. Pada akhirnya terbongkar juga siapa dia ini: dia juga importir di Singapura, dengan nama Lee Soen Coy,sebagai penerima karet yang diekspornya sendiri dari Jambi. Dalam rangka ekspor yang ruwet inilah, pada 26 Juni 1969. BDN mengolder PT Pelayaran Nusantara Wases Lines untuk mengangkut 350 ton karet dari Jambi ke Singapura. Oleh perusahaan itu, order dilimpahkan kepada Ins Pahala, milik PT Pelayaran Abadi Lines. Sampai di Singapura karet ekspor itu diserahkan kepada si penerima barang -- sesuai dengan alamat yang tercantum pada surat perintah pengangkutan. Penyerahan dilakukan tanggal 7 Juli berikutnya kepada Lee Soen Coy. Barang diserahkan berdasarkan garansi bank dari Bank of America. Mula-mula urusan BDN dengan perusahaan angkutan selesai hingga di sini. Begitu hingga bulan September tahun berikutnya, BDN, lewat pengacaranya. Prof. Dr. Sudargo Gautama SH, tiba-tiba membuat tuntutan perdata atas tergugat PT Pelayaran Abadi Lines & Wasesa Lines. Dua-duanya telah dituduh: menyerahkan karet milik BDN sebanyak 300 ton seharga lebih dari US$ 130 ribu kepada pihak ketiga Lee Soen Coy. "BDN sebagai pemegang konosemen asli ternyata tidak menerima barang-barangnya atau uang yang seharga dengan itu", demikian gugatnya. Lawannya membantah: "Rupanya gagal menagih ke Mercantile Bank, kami yang harus jadi kambing hitam". Buktinya: barang yang diangkut bukannya 300 ton, tetapi 350 ton karet. Yang 50 ton sudah dibayar oleh pembuka L/C, sisanya tidak, karena tidak sesuai dengan ketentuan. "Sudah jelas pegawainya sendiri yang menyeleweng sehingga negara yang dirugikan, sekarang BDN coba-coba menuntut uang dari perusahaan nasional yang tidak bersalah", bantah tergugat. Naik Banding Akhirnya hakim jua yang memutuskan: baik PT Abadi maupun Wasesa, sebagai pengangkut, telah menjalankan tugasnya dengan baik. Yaitu telah menyerahkan barang tanggung-jawabnya kepada alamat-yang telah ditentukan. Tapi BDN yang memegang konosemen -- dan merasa berhak menuntut barang kirimannya? Memang. Tapi itu dalam rangka tugas penggugat sebagai pelaksana L/C. Itu "dalam hubungannya dengan realisasi ekspor karet milik PT Makmur Jambi Jaya ke Singapura dalam memenuhi permintaan importir Lee Soen Coy melalui Mercantile Bank Singapura". Jadi, lanjut hakim, "penggugat memegang konosemen bukan untuk menerima karet di pelabuhan tujuan tapi dalam rangka tugasnya sebagai bank devisa saja". Akhirnya disimpulkan oleh Hakim Amiroedin Noer SH: Menimbang bahwa dengan adanya kesalahan atau kelalaian dari penggugat -- sendiri dan itikad jahat importir -- bukti: tidak memenuhi kewajiban membayar kepada banknya di Singapura -- "tidaklah memenuhi rasa keadilan kalau kerugian dan resiko dibebankan kepada orang lain". Dengan dasar ini, hakimpun menilai lebih lanjut, "penyerahan barang oleh tergugat kepada importir Lee Soen Coy dengan garansi Bank of America, apakah sah atau tidak, menjadi irrelevant untuk dipertimbangkan". Perkara belum selesai. Dari pengadilan tingkat pertama ini, fihak BDN naik banding ke Pengadilan Tinggi Palembang. Keputusan Banding berikutnya, September 1972, ternyata masih berpihak pada para tergugat. Keputusan pengadilan pertama dikuatkan. Bahkan diputuskan lebih lanjut: untuk nama baik para tergugat yang dirugikan karena perkara ini, pihak BDN harus membayar ganti rugi Rp 1,5 juta. Namun perkara masih terus berjalan hingga sampai ke meja kasasi di Mahkamah Agung. Kali ini nasib baik bagi BDN: ia dimenangkan -- setelah MA membatalkan semua keputusan bawahannya -- dan lawannya harus membayar harga karet yang pernah diangkutnya, lebih dari US$ 130 ribu ditambah bunganya 6% setahun dihitung sejak barang diserahkan kepada alamat tujuan, Lee Soen Coy tanggal 7 Juli 1969, pertimbangan MA, pada pokoknya setuju dengan dalih BDN. Antara lain: perusahaan pelayaran itu telah salah memberikan karet ekspor milik BDN -- itu kepada alamat yang tercantum di sana. Karena, menurut MA "Lee Soen Coy hanya merupakan alamat pemberitahuan saja dan bukan untuk menyerahkan barang". Sulit juga kedudukan para tergugat -- yang justru keok dalam keputusan tingkat terakhir. Apa boleh buat. Usahanya kini: "Saya sedang menyiapkan bahan untuk minta pertimbangan baru dari MA (request civiel)", kata Thamrin Manan SH. Sambil mengeluh panjang pendek pengacara ini menyatakan: "Sebenarnya BDN dapat mengklaim Bank if America, yang menjamin penyerahan arang itu, dan klien saya sanggup nembayar pengacara di Singapura untuk keperluan itu". Ketika gugat-menggugat ini sedang berlangsung pada taraf permulaan, terlyata kejaksaan di Jambi berhasil meayeret Goh Hong Soen ke pengadilan. Oleh pengadilan, Goh dihukum sembilan bulan penjara. Ia dinyatakan terbukti bersalah memalsukan surat, yang dipergunakan berulang kali untuk mengurus ekspor karet, sehingga merugikan negara. Bagaimana usaha BDN untuk mengembalikan uang yang disikat Goh selain menimpakan beban kepada perusahaan pelayaran nasional? Humas BDN Jakarta yang dihubungi TEMPO belum dapat menjelaskan apa-apa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus