UNDANG-UNDANG Kepailitan agaknya perlu dirombak total. Undang-Undang No. 4/1998, yang kelahirannya dibidani Dana Moneter Internasional (IMF), ternyata tak mampu melindungi kreditor asing dari taktik debitor lokal yang mengemplang utang. Bahkan pengadilan niaga yang mengoperasikan undang-undang itu cenderung menguji perkara kepailitan (kebangkrutan) dari aspek formalitas belaka, dan terburu-buru pula.
Buktinya, Selasa pekan lalu, majelis hakim niaga yang diketuai Syamsuddin Manan Sinaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat gampang saja mengesahkan perdamaian antara PT Panca Overseas Finance dan 30 kreditornya. Berdasarkan perdamaian itu, Panca boleh melunasi utang sebesar Rp 352,8 miliar dari total tagihan sebesar Rp 2,159 triliun selama tiga tahun.
Itu berarti, Panca, perusahaan di bidang pembiayaan dan anak perusahaan Grup Panin itu, tidak hanya lolos dari pedang pailit, tapi juga cuma membayar sekitar 16 persen dari total utangnya.
Sebanyak 30 kreditor Panca boleh dibilang terdiri dari dua kelompok. Yang pertama, kelompok 16 kreditor, di antaranya International Finance Corporation (IFC), anak perusahaan Bank Dunia, yang mempunyai tagihan sebesar US$ 13 juta atau senilai Rp 123,5 miliar pada Panca. Yang kedua, sindikasi 14 kreditor yang dimotori Harvest Hero International Limited di Hong Kong. Tagihan sindikat kreditor itu pada Panca sebesar Rp 1,6 triliun.
Masalahnya, kelompok kreditor kedua yang menguasai suara mayoritas pada forum kreditor Panca itu diduga fiktif alias palsu. Berdasarkan penelusuran IFC, ternyata nama Harvest dan sindikatnya itu, di antaranya Highmead Limited Western Samoa, rekayasa belaka. Nama dua perusahaan ini juga disebut-sebut dalam skandal saham ganda PT Dharmala Sakti Sejahtera sebesar 40 persen di PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia.
Sudah begitu, transfer uang rupiah yang besar dari Harvest ke Panca, senilai Rp 1,6 triliun, ternyata ditransfer lagi oleh Panca ke Gloria Dragon Securities di Singapura. Hebatnya, alamat Gloria Dragon Securities?nama perusahaan ini pun ditengarai akal-akalan?di Jakarta persis di alamat Lucas, kuasa hukum Panca.
Sebenarnya, IFC, melalui kuasa hukumnya Luhut M.P. Pangaribuan, sudah beberapa kali mempersoalkan kejanggalan di atas. Bahkan mereka sudah memerkarakan muslihat tersebut ke Markas Besar Kepolisian Indonesia.
IFC juga menuntut agar pengadilan niaga menunjuk ahli untuk menguji kebenaran transaksi antara Panca dan Harvest. Apalagi, menurut Luhut, bila transaksi itu benar, kenapa uang hasil pinjaman dari Harvest itu tak digunakan Panca untuk melunasi utang IFC dan 15 kreditor lainnya senilai US$ 58,9 juta.
Berdasarkan dugaan adanya penipuan, upaya tidak jujur, ataupun persekongkolan antara debitor dan kreditor, kata Luhut, seharusnya pengadilan niaga menolak mengesahkan perdamaian antara Panca dan para kreditor. Akibatnya, penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Panca menjadi batal dan perusahaan itu harus pailit demi hukum. Paling tidak, Luhut menambahkan, hakim niaga bisa memperpanjang PKPU Panca untuk memeriksa kebenaran transaksi Panca dan Harvest.
Tapi, hakim pengawas Hasan Basri, yang bertugas setelah Panca diputus boleh menjalani PKPU, tak menggubris keberatan IFC. Bahkan ketua majelis hakim niaga, Syamsuddin Manan Sinaga, mengesahkan perdamaian antara Panca dan para kreditor. Dalam perdamaian ini, mayoritas kreditor yang didominasi Harvest menyetujui usul restrukturisasi utang yang diajukan Panca.
Menurut hakim Syamsuddin, perdamaian tersebut sudah disetujui para kreditor. Demikian pula, masalah keabsahan Harvest sebagai kreditor telah dibereskan oleh hakim pengawas dan pengurus PKPU melalui berbagai rapat kreditor. Adapun soal dugaan pemalsuan sindikasi kreditor yang dikomandani Harvest, ?Ya, harus ada putusan pengadilan pidana dulu. Jangan asal ngomong saja,? ujar Syamsuddin.
Kontan, Luhut merasa kecewa dengan putusan itu. ?Akhirnya pengadilan niaga hanya menjadi alat legitimasi untuk mengemplang utang,? ucapnya.
Sementara itu, Direktur Utama Panca, Anton Budidjaja, tentu menerima putusan hakim. Anton juga menandaskan bahwa Harvest dan anggota sindikasinya tidaklah fiktif. Begitu juga transaksi bisnis antara Panca dan Dragon. ?Kalau ada kesempatan bisnis semacam itu dan Panca bisa memperoleh keuntungan, kenapa tidak dilakukan,? katanya.
Kuasa hukum Harvest, Titus Rimo, juga menganggap putusan hakim yang menerima perdamaian sebagai jalan terbaik. ?Lebih baik tagihan Harvest bisa kembali, meski jumlahnya jauh berkurang, daripada nol sama sekali bila Panca dipailitkan,? kata Titus.
Happy S., Hendriko L. Wiremmer, dan Endah W.S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini