Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Praperadilan Raib Setelah Memetik Dagelan

Setelah menang praperadilan, seorang terhukum kasus pemalsuan langsung buron. Tinggal kejaksaan pusing hingga memasang iklan pemburuan.

4 Februari 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUKUM sepertinya mirip dagelan. Tilik saja yang pernah terjadi di Pengadilan Negeri Denpasar. Meski sudah dihukum setahun lima bulan penjara dalam kasus pemalsuan, I Putu Gede Suradana mempraperadilankan penahanannya. Yang dituntut pun bukan polisi atau jaksa, melainkan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kerobokan, Denpasar. Janggalnya, pengadilan memenangkan praperadilan Suradana. Alhasil, Suradana, 47 tahun, harus dilepaskan dari LP demi hukum. Setelah itu semua terjadi, baru muncul perpanjangan penahanan Suradana dari Mahkamah Agung (MA). Tapi penetapan penahanan kembali itu cuma tinggal di atas kertas. Soalnya, Suradana sudah raib. Sampai kini kejaksaan tak kunjung bisa menemukan Suradana, kendati pencariannya sudah diiklankan lewat dua koran lokal. Dulunya, Suradana dikenal sebagai Kepala Bagian Kredit Dan Kuasa Direksi Bank Dagang Bali (BDB). Belakangan muncul perselisihan antara Suradana dan Direksi BDB. Ia sempat mengadukan pimpinannya ke Bank Indonesia dengan tuduhan melanggar aturan perbankan. Sebaliknya, pihak BDB memerkarakan Suradana dengan tudingan telah memalsu surat kredit senilai Rp 200 juta. Di Pengadilan Negeri Denpasar, pada 2 Desember 1999, Suradana divonis 1 tahun 3 bulan penjara. Oleh pengadilan banding, hukuman Suradana dinaikkan menjadi 1 tahun 5 bulan penjara. Ketika menanti putusan kasasi, penahanan Suradana akan habis pada 6 Maret 2000. Namun, sampai November 2000, Suradana masih ditahan di LP Kerobokan. Karena itu, Suradana mempraperadilankan masa penahanannya selama delapan bulan itu. Ternyata, pada 17 November 2000, Hakim Soedarjatno mengabulkan praperadilannya. Tentu saja putusan itu aneh. Soalnya, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, hanya polisi dan jaksa yang bisa dipraperadilankan. Praperadilan juga tak beraku bila perkara pemohon sudah diadili, apalagi sudah dihukum. Toh, Hakim Soedarjatno menganggap putusannya merupakan terobosan hukum. Alasannya, penahanan Suradana selama delapan bulan telah melanggar hak asasi manusia. "Siapa sih yang mau diperlakukan begitu?" ucap Soedarjatno. Tak dinyana, tiga hari setelah vonis praperadilan, muncul penetapan perpanjangan penahanan Suradana selama 2 kali 50 hari dari MA. Namun, ketika jaksa memburu Suradana, ternyata orang swasta itu sudah kabur. Pengacaranya, Doddy Rusdianto, mengaku tak merasa perlu bertanggung jawab. "Begitu perkara praperadilannya divonis, hubungan antara pengacara dan klien selesai," kata Doddy, yang mengaku pernah sekali ditelepon Suradana dari suatu tempat. Doddy malah mencurigai cepatnya perpanjangan penahanan dari MA keluar. Ada dugaan, pihak BDB yang gencar mengupayakan penahanan kembali Suradana. Pihak BDB juga ditengarai menyuplai uang Rp 6 juta untuk biayai iklan pemburuan Suradana di dua surat kabar lokal yang dipasang kejaksaan. Tapi Jaksa Soenardi membantah isu tentang biaya iklan pada awal Januari 2001 itu. Memang, ia membenarkan bahwa baru kali itu kejaksaan memasang iklan buron. Hps, Hadriani Pudjiarti dan Rofiqi Hasan (Denpasar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus