DUA butir peluru menghajar paha Arsono. Kemudian penembaknya, oknum Koramil Bondowoso, Jawa Timur, meneriakinya "maling". Arsono, 49, pun dihajar babak belur oleh orang ramai. Kepalanya bonyok dan empat giginya rontok. Tak hanya itu. Penduduk Desa Banjarsengon, Patrang, Jember, itu - yang akhirnya lolos dari kematian - disuruh mengaku sebagai korban kecelakaan lalu lintas. Karena Arsono menolak terbongkarlah kasus percobaan pembunuhan itu. Hari-hari ini, Supanji, 43, Kepala Desa Banjarsengon, sedan diadili di Pengadilan Negeri Jember dengan tuduhan mengotaki rencana berdarah terhadap seorang warganya. Rencana jahat yang dilaksanakan awal Desember 1983 itu, menurut sebuah sumber, muncul karena Supanji merasa jabatannya "diganggu" korban. Kartono, karyawan kantor walikota Jember, dan Karnoto, mandor perkebunan, juga duduk di kursi terdakwa bersama Supanji. Keduanya dituduh membantu dan bersekongkol untuk melenyapkan Arsono. Sedangkan oknum Koramil - Sersan Dua Arum, 43, dan Sersan Satu Suparman, 36 - akan dihadapkan ke mahkamah militer. Sewaktu Arsono tertembak, sebagian warga desa menganggap dia sebagai korban penembak misterius yang gagal. Bekas kepala keamanan pasar itu memang cukup tahu seluk-beluk dunia hitam. "Saya sering dimintai tolong polisi, misalnya kalau ada tahanan yang lari," tutur Arsono. Ia memang tak pernah masuk "daftar hitam" polisi, karena belum pernah dihukum atau dipenjarakan. "Kami bukan keluarga bromocorah," kata Abdulah, ayah Arsono, pensiunan tentara. Penduduk Banjarsengon bahkan banyak yang senang pada Arsono, karena dia berani menentang Kepala Desa bila dinilai tidak adil. Supanji dikabarkan suka memungut pajak tidak resmi, terlibat soal ijazah palsu, dan suka main perempuan. Sekali waktu, kata Arsono, sawahnya dan sawah tetangga yang baru ditanami dibabat atas perintah sinder perkebunan tembakau. "Sawah ini sudah disewakan oleh Kepala Desa," begitu Arsono mendapat penjelasan. Padahal, para pemilik sawah tak ada yang merasa pernah menyewakan atau menerima uang sewa. Tapi Supanji membantah. Ia menyatakan bahwa semua tuduhan itu tidak benar. Selama 16 tahun menjadi kepala desa, katanya, banyak yang sudah ia kerjakan. Misalnya membangun dam, saluran air, masjid, tiga gedung SD, dan bak penampungan air yang bisa dimanfaatkan 600 kepala keluarga. "Sejak menjadi lurah, di desa saya tak pernah ada pembunuhan, perampokan, atau pencurian sapi. Paling hanya pencurian kecil-kecilan," katanya. la juga membantah, seolah ia mendalangi rencana pembunuhan terhadap Arsono. "Berani sumpah, saya ini cuma wayang. Kasus penembakan Arsono itu hanya sandiwara, untuk menjatuhkan saya," katanya lagi. Di tempat lain, Tugiran, Kepala Desa Kalangan, Kecamatan Klego, Boyolali, Jawa Tengah, juga disebut-sebut telah menganiaya seorang warganya, Sartono, 45. Sartono, yang pernah menjabat lurah desa itu selama tujuh tahun, hilang diculik 7 Maret lalu. Penculikan, menurut sementara sumber, dilakukan oknum ABRI dan polisi, atas suruhan Tugiran. Sebabnya Sartono sering mengkritik kepala desanya bila dianggap menyeleweng, dan melaporkannya ke pihak camat dan bupati. Benarkah Tugiran mendalangi penculikan itu masih samar. Kepala Desa itu kini masih terus diperiksa, dan Kapolres Boyolali Mayor Brahmono Widodo, belum bisa bercerita banyak. "Orang yang hilang di daerah ini memang menjadi tanggung jawab saya. Tapi bagaimana kasusnya, masih diselidiki," ujarnya pekan lalu kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini