Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kiprah lanjutan

Nurhasanah, 35 tahun, dituduh melakukan serangkaian penipuan. terakhir dituduh menggelapkan uang bank susila bakti sebesar Rp 300 juta. ia telah menggunakan sertifikat tanah dan surat nikah palsu.

15 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"WANITA Satu Milyar", Nurhasanah, 35 tahun, Selasa pekan lalu kembali ditangkap polisi dan dijebloskan ke LP Wanita Pondok Bambu. Janda tanpa anak yang diduga melakukan serangkaian penipuan itu kali ini disangka telah menggelapkan uang Bank Susila Bakti senilai Rp 300 juta. Padahal, baru akhir Desember lalu, Nur, demi hukum, dilepaskan dari tahanan setelah ditahan selama dua bulan di Polda Metro Jaya. Dalam kasus itu ia dituduh menipu bekas "suami"-nya, Rahmat Wiraatmaja, ratusan juta rupiah. Akibat tuduhan itu, Nurhasanah kini diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Jaksa R.J.S. Siburian -- yang membawa perkara itu ke pengadilan Nur, pada Februari 1983, telah menjual tanah 2.055 m2 di Jalan Raya Duren Tiga seharga Rp 97 juta kepada Rahmat, seorang pegawai PT Arco. Ternyata, belakangan ketahuan sertifikat hak milik yang dibeli Rahmat itu tak pernah tercatat di Kantor Agraria Jakarta Selatan. Tanah itu milik orang lain, James Budiono. Selain itu. Nur juga dituduh telah menipu Rahmat dalam penjualan tanah -- yang juga milik orang lain -- seluas 793 m seharga Rp 31 juta lebih dan 388 m2 seharga Rp 19,4 juta. Tak hanya itu "dosa" wanita tersebut. Jaksa juga menuduh Nur telah membuat akta nikah palsu perkawinannya dengan Rahmat di KUA Depok pada 4 Desember 1986. Padahal, sejak akhir 1983, KUA Depok sudah dibubarkan. Rahmat mengaku diguna-gunai Nur. Ceritanya, pada Februari 1983, ia dicegat Nur ketika akan masuk lift di kantornya. "Ini Pak Rahmat, ya?" tanyanya. Ayah lima anak itu mengangguk. Pertemuan itu langsung akrab. Bahkan, cerita Rahmat, ia diberi jimat segala. Hubungan mereka semakin intim. Entah karena guna-guna itu, cerita Rahmat, ia, pada Mei 1986, terbujuk membeli sebuah rumah bertingkat di Vila Pejaten, seharga Rp 167 juta, bersama wanita itu. Wanita tak cantik tapi menarik itu pun menempati rumah tersebut. "Tapi saya tidak tahu bahwa diam-diam rumah itu diatasnamakan dirinya sendiri," kata Rahmat. Sebelumnya, masih menurut Rahmat, Nur menawarinya tiga bidang tanah yang berasal dari hibah suaminya terdahulu. Rahmat tertarik dan membelinya. Ketika istri Rahmat, Nyonya Hartini, mengecek, ketahuan bahwa tanah itu milik orang lain. Hebatnya, ketika diperiksa polisi Jakarta Selatan, Nur membuktikan ia istri kedua Rahmat dengan sebuah surat nikah yang dikeluarkan KUA Depok. Rahmat, 51 tahun, yang merasa tak pernah menikahi wanita itu, tentu saja mencak-mencak. Kasus pernikahan ini akhirnya ke Pengadilan Agama, dan kini sudah sampai tingkat kasasi. Menurut Rahmat, Nur, yang mengaku janda, sengaja menjeratnya. Padahal, katanya, Nur masih terikat perkawinan dengan Soeparno. Bahkan, bersama Soeparno, Nur mendirikan PT Panah Bakti Nusa. "Sampai kapan pun saya akan terus bertempur melawan Nurhasanah," kata Rahmat geregetan. Tapi Nur membantah semua tuduhan itu. Ia memang merasa pernah hidup bersama dengan Rahmat dan ketika itulah mereka membeli sebuah rumah di Pejaten. "Kami samen leven selama tiga tahun. Bahkan sempat pacaran di Tokyo," kata Nur. Belakangan, Rahmat menikahinya. Perkawinan itu, katanya, semata-mata berdasar cinta -- bukan karena guna-guna. Nur, yang pada 1983 pernah dihukum 4 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan, karena kasus tanah juga, membantah menggelapkan sertifikat tanah Rahmat. Tanah-tanah tersebut, katanya, semula memang milik bekas suaminya. Setelah dibeli Rahmat, tanah itu, cerita Nur, diuruskan sertifikatnya oleh Sudirman dan Suhendro. Belakangan, ketahuan tanah itu milik orang lain, sementara Sudirman dan Suhendro kabur. "Jadi, bukan kesalahan saya kalau tanah itu milik orang lain," bantah, Nur yang berniat menuntut balik Rahmat. Nur juga membantah membobol Bank Susila Bakti. "Saya sama sekali tak ada urusan dengan bank itu,"katanya.WY, Ardian Taufik Gesuri, dan Ahmadie Thaha (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum