GARA-GARA "nila setitik", semua wali murid menyumbang. Karena yang rusak bukan cuma "susu sebelanga" tetapi ruang kelas berantakan: genting, meja, kursi, pintu, jendela. Juga ruangan laboratorium kimia dan empat mobil milik guru-guru. Itulah derita yang dialami SMA I Budi Utomo, Jakarta Pusat. Penyebabnya, perkelahian yang melibatkan murid-murid sekolah itu dengan murid STM I, tetangganya. Rabu pekan lalu, orangtua murid SMA berbondong-bondong ke sekolah untuk menyerahkan sumbangan. Pemberian sumbangan itu dikaitkan dengan saat penerimaan rapot bayangan. Ada yang hanya menyumbang seribu rupiah, ada yang puluhan ribu. Ada pula yang menyumbang 50 sak semen. Keputusan menarik sumbangan sukarela ini dihasilkan dalam rapat POMG (Persatuan Orangtua Murid dan Guru) SMA I, 23 Maret lalu. Kerugian yang diakibatkan oleh perkelahlan segelintir pelajar itu ditaksir mencapai Rp 14 juta. Kepala SMA I, Djoko Soedibjo, mengatakan bahwa pihaknya sudah mencoba meminta dana untuk perbaikan. Tampaknya, dana itu seret. "Soalnya sekarang ini dana dari pusat belum ada," katanya. Lebih dari itu, dalam hal perkelahian pelajar ini, "tidak jelas siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab," katanya. Karena tak jelas itu, tak bisa mengharap ganti rugi, misalnya. Perkelahian siswa SMA I dengan siswa STM I mula-mula terjadi 13 Maret. Seperti biasa, tak jelas apa penyebabnya dan siapa yang memulai. Puncak perkelahian terjadi lima hari setelah itu, ketika siswa STM I bergabung dengan siswa STM PGRI menjebol pintu gerbang SMA I dan mulai merusak. Beberapa siswa bahkan diangkut ke rumah sakit, selain kerusakan yang sudah disebutkan tadi. Menurut Djoko, kalau terkumpul dana Rp 14 juta, maka Rp 10 juta akan dipakai untuk memperbaiki laboratorium kimia dan perbaikan gedung, Rp 2 juta akan dipakai membuat tembok pembatas antara kedua sekolah itu. Sisanya, Rp 2 juta lagi, untuk membantu memperbaiki mobil guru yang rusak. "Pokoknya, mobil milik guru-guru itu mendapatkan prioritas yang terakhir," katanya. Ternyata, sampai akhir pekan lalu, sumbangan dari orangtua murid baru sekitar Rp 6 juta. Memang, belum semuanya menyetor sumbangan. Lagi pula, "namanya juga sumbangan, ya sukarela," kata Djoko. SMA I mempunyai sekitar 2.400 murid. Sejauh ini tak ada orangtua murid yang mengeluhkan sumbangan itu. Masalahnya justru muncul di STM I, yang juga mengalami kerusakan, walau tak separah SMA I. Sekolah-sekolah di Jalan Budi Utomo ini membentuk Badan Pembinaan Ketahanan Sekolah (BPKS) sebagai pengganti Badan Kontak Sekolah, untuk menangkal perkelahian pelajar. Kepala STM I diangkat sebagai Ketua BPKS, Kepala SMA I menjadi Wakil Ketua, dan Kepala STM PGRI sebagai Sekretaris BPKS. Menurut M. Ruyawan, Kepala STM I, sumbangan yang datang untuk perbaikan gedung akibat perkelahian pelajar itu semestinya dikelola BPKS. "Semua sumbangan itu harus setahu saya sebagai Ketua BPKS," kata Ruyawan. Menurut dia, sumbangan yang terkumpul itu semestinya untuk kepentingan sekolah-sekolah di lingkungan Jalan Budi Utomo. "Kalau yang diperbaiki hanya SMA I, bisa timbul kesenjangan sosial yang lebih besar. Dan ini berbahaya," kata Ruyawan. Kenapa POMG STM I tak memungut sumbangan tersendiri? "Tahu sendirilah, bagaimana mau minta sumbangan, kalau untuk keperluan bayara saja masih sulit," katanya lagi. Lagi pula, menurut Ruyawan, upaya mencari sumbangan pada wali murid tidak menyelesaikan masalah. Malah bisa bikin runyam. Bagi Ruyawan, masalah pokok yang harus diselesaikan adalah melakukan pengusutan, siapa yang seharusnya harus tanggung jawab saat perkelahian itu. "Tapi sudahlah, kita semuanya sudah belang. Tidak perlu mencari kambing hitam," katanya. Bagi Agus Amar, Ketua POMG SMA I sumbangan wali murid sah saja, karena idenya datang dari POMG, bukan dari Kepala Sekolah. "Dan POMG SMA I tidak berada di bawah BPKS atau Kanwil," katanya. Karena itu, sumbangan ini hanya untuk keperluan di SMA I. Semestinya, menurut Agus, dana itu sebaiknya datang dari pemerintah lewat Kanwil P dan K. "Karena ini bisa disebut kelalaian aparat keamanan. Tapi, sudahlah, ini kan musibah, katanya. Kepala Kanwil P dan K DKI Soegijo sependapat dengan Agus. Karena yang punya inisiatif dan mengelola dana itu POMG SMA I, maka keperluannya untuk SMA I saja. Tapi Soegijo tak sependapat kalau untuk mobil guru yang rusik juga diambilkan dari sumbangan ini. Memang jadi repot, yang berkelahi sedikit, yang menanggung banyak orang.Agus Basri dan Liston Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini