Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CERITA ini beredar di kalangan pejabat Semarang. Diduga, Kepala Kejaksaan Negeri Semarang memeras Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum Semarang. Dan Agus Sutyoso, sang Direktur Utama PDAM, telah mengadukan soal ini ke Kejaksaan Agung. -Hanya pengaduannya itu sampai kini belum ada tanggapan.
Semua bermula dari perintah Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip kepada- Agus untuk menemui Kepala Kejaksaan Negeri Semarang, Soedibyo, pada 3 Oktober silam. ”Ada pengaduan masya-rakat yang perlu diklarifikasi,” kata Sukawi. Setelah bertemu Soedibyo, Agus baru mengerti duduk masalahnya-. Instan-sinya diadukan sebuah lembaga swadaya masyarakat ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Karena ada tugas ke Jakarta, hari itu Agus segera meminta anak buahnya datang ke kejaksaan. Di sana Rudi Indra Prasetya, salah seorang jaksa pemeriksa-, menjelaskan bahwa pengaduan itu meliputi tujuh masalah. Belakangan, Rudi masih tetap menelepon Agus. Alasannya untuk klarifikasi. Tapi Agus menolak memberikan jawaban karena mengaku belum berkonsultasi dengan Sukawi.
Sang Wali Kota baru bisa ditemui dua ha-ri kemudian. Sukawi memberikan -saran-, bila isi surat kaleng tidak ter-bukti, A-gus harus minta jaksa menghentikan ka-susnya. Siang harinya, ia di-telepon Ru-di. Si jaksa bertanya kelanjutan penga-du-an korupsi di PDAM. ”Saya akan meng-klarifikasi dulu ke Pak Soedibyo,” u-jarnya. Jawaban Agus langsung disa-hut- Rudi, ”Klarifikasi tidak perlu, yang pen-ting bagaimana respons-nya,” kata di-a. Agus bingung. ”Mak-sudnya respons apa?”
Rudi pun menerangkan, Agus harus- memberikan uang Rp 25 juta plus dua dus bandeng presto untuk Soedibyo. -Ke-be-tulan siang itu Kepala Kejaksaan Ne-geri Semarang ini berada di ruang VIP bandara Semarang. Menurut Rudi, duit itu akan diteruskan ke Suherto, seorang anggota KPK. ”Agar masalah surat kaleng ke KPK bisa selesai,” kata-nya. Tak sampai lima menit, Rudi meralat lagi penjelasannya: duit dan bandeng cukup diserahkan ke kantor kejaksaan saja.
Permintaan itu membuat Agus bi-ngung. Tapi Wali Kota menyarankan a-gar permintaan itu dipenuhi Rp 10 juta sa-ja. Jumlah itulah yang di-tawarkan kepada Soedibyo, namun si kepala ke-jaksa-an tetap -memin-ta- - Rp 25 ju-ta. Be-laka-ngan Su-ka-wi me-nya-rankan a-gar Agus me-menuhi permin-taan itu.
Hanya-, be-la-kangan Agus ra-gu lagi. Dia akhirnya memutuskan tidak menye-rah-kan uang. ”Saya takut bernasib seperti Mulya-na,” kata Agus kepada beberapa bawah-annya. Ia khawatir ini seperti kasus jebak-an Mulyana W. Kusumah, anggota Komisi Pemilihan Umum, yang ditangkap saat menyerahkan uang ke seorang Badan Pemeriksa Keuangan.
Siang itu juga Rudi menelepon Agus lagi. Dia mengatakan, karena permintaan tidak dipenuhi, kejaksaan akan lepas tangan terhadap soal pengaduan itu. ”Kejaksaan tidak bisa membantu,” kata-nya. Sekitar sepekan kemudian Kejaksaan Negeri Semarang melayangkan panggilan ke Direktur Keuangan PDAM. Kejaksaan menyatakan akan meminta keterangan adanya indikasi korupsi di instansi tersebut.
Kisah Agus itu sudah menjadi rahasia- umum di kalangan para pejabat di Semarang. Hanya, saat Tempo mencoba meminta konfirmasi kasus ini, sejumlah pejabat yang namanya disebut-sebut itu tutup mulut, termasuk Agus. ”Saya tidak mau berkomentar, saya ingin ketenangan,” ka-ta-nya ketika dihubungi Tempo tiga pekan lalu. Ia membantah disebut menyebarkan fitnah. ”Saya tidak memfitnah, tapi terserah penilaian orang,” katanya-. Soal uang Rp 25 juta dan dua bandeng presto, ia berujar pendek, ”Tanyakan saja kepada mereka (jaksa).”
Wali Kota Sukawi Sutarip juga memi-lih- bungkam. ”Saya tidak tahu-mena-hu,-” kata mantan pengusaha konstruksi- i-ni.
Dari markas Komisi Pemberantasan Korupsi, Suherto membantah peme-rasan yang menyangkutkan namanya. ”Saya tidak pernah minta uang lewat jaksa,” kata pejabat bidang pendidikan di KPK ini. Tapi Suherto mengaku memiliki hubungan saudara dengan Soe-dibyo. ”Saya berbesanan dengan saudaranya,” kata mantan perwira polisi ini.
Menurut Suherto, beberapa bulan lalu ia memang pernah ke Kantor Kejaksaan Negeri Semarang. ”Untuk menumpang salat. Kalau saya mau seperti itu, dulu saat di kepolisian kesempatannya lebih banyak,” katanya.
Secuil pengakuan justru muncul dari kejaksaan. Rudi Indra Prasetya meng-aku pernah menelepon Agus. ”Saya menelepon dia untuk minta klarifikasi,” katanya. Menurut dia, soal uang yang diramaikan itu justru Agus yang menawarkannya. ”Dia bertanya bagaimana supaya kasus ini selesai. Bagaimana kalau saya berikan uang sejumlah ini? Saya bilang, terserah Anda.”
Rudi mengaku kejaksaan memang- men-dapat pengaduan dari sebuah LSM pe-rihal korupsi di PDAM. Peng-aduan itu men-capai sembilan masalah. ” Tapi, setelah saya baca, dua di antaranya- -berisi masalah pribadi,” kata dia. -Ha-nya, sang jaksa mengaku pihaknya belum -pernah bertemu dengan LSM yang me-laporkan kasus -korupsi itu. ”Karena tidak ada alamatnya. Cuma ada nama lembaga dan -penanggung jawabnya,” ujarnya.
Menurut Rudi, ia me-ne-lepon Agus karena sudah kenal baik dengan Direktur- PDAM itu. ”Istri kami sekantor di Kelurahan Gemah Pedurungan-, Semarang,” ujarnya. Saat anaknya dikhitan, Agus juga datang. ”Sumbangannya besar,” ujarnya. Rudi mengaku tidak pernah -berhubungan dengan KPK. ”Peng-aduan itu memang ditembuskan ke KPK, tapi saya tidak pernah menyebut nama KPK,” tutur alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini.
Kepala Kejaksaan Negeri Semarang Soe-dibyo kini mengaku pusing -de-ngan masalah ini. Gara-gara ka-sus itu, dia kini diperiksa Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. ”Kalau dia berani menyebut saya minta uang, saya tuntut dia se-ka-rang-,” katanya. Menurut Soe-di-byo, sebulan lagi kasus ini akan selesai.”Tunggu saja, akan ketahuan siapa yang benar,” kata dia.
Seorang jaksa bercerita kepada Tempo, dari sekian banyak peng-aduan soal PDAM, pihaknya telah menemukan adanya indikasi penggelembungan -nilai proyek peningkatan kapasitas tandon air Gajah -Mungkur. Proyek yang ha-nya memerlukan dana miliaran rupiah itu digenjot hingga memakan anggaran puluhan- miliar rupiah. Kasus ini sudah dipaparkan di Kejaksaan Tinggi.
Deputi Bidang- Peng-awasan Internal dan Peng-aduan Masyarakat- KPK Junino -Jahja -mengatakan -su-dah meneli-sik- -ke-benaran kabar- pemerasan di- Se-marang yang menye-rempet nama -lembaganya. ”Kami sudah -me-nurunkan tim dan akhirnya kami -simpulkan, cerita itu tidak benar,” kata-nya. Karena- itu, ujar Junino, -pe-nyelidikan kasus suap terhadap pejabat KPK itu di-hentikan. ”Saya tidak tahu kalau di kejaksaan, itu bukan kewenangan kami,” katanya.
Arif A. Kuswardono, Sohirin (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo