KISAH cinta Heri-Ninung masih akan berkepanjangan. Jaksa yang
mendakwa orangtua Ninung, Tjipto Martojo dan istri, serta tiga
orang kakaknya ke pengadilan dengan tuduhan menyandera dan
menganiaya Djajus Sugito suami-istri, orangtua Heri, pekan lalu
menyatakan naik banding.
Jaksa Haryono, dan terutama Djajus serta istrinya, Musyayaroh,
rupanya kecewa terhadap vonis Hakim Ketua Iskandar Joenaini di
Pengadilan Negeri Ambarawa dua pekan lalu. Dalam putusan itu
Tjipto, 60 tahun, pemilik rumah makan dan pengusaha kopi Eva di
Bedono, Ambarawa, divonis sembilan bulan penjara. Ia terbukti
melanggar pasal 351 (1) dan pasal 333 (1) KUHP. Anaknya, Budi
Hartono dan Y. Darmawan, masing-masing kena 7 bulan dan 4 bulan
penjara. Semuanya potong tahanan. Sedangkan Budi Sulistyo, kakak
kandung Ninung yang menjabat Kepala Desa Bedono, dan ibunya,
Nyonya Christina, dinyatakan bebas.
Djajus dan Musyayaroh rupanya menganggap vonis itu terlalu
ringan. Terutama bila dihubungkan dengan tuntutan jaksa yang
menghendaki Tjipto dihukum tiga tahun dan istrinya, Nyonya
Christina, 10 bulan penjara. Apalagi dulu, mereka cukup terhina
dan menderita. Selama tiga minggu mereka disekap dan dianiaya,
sampai mata kanan Djajus yang disundut dengan rokok, nyaris
buta. Ia dituduh Tjipto sekeluarga tak mau memberitahu di mana
Ninung berada, setelah Heri membawa pacarnya itu lari, Maret
lalu (TEMPO, 10 April).
Sebaliknya Tjipto tampak gembira mendengar vonis hakim, antara
lain karena ia tak harus segera masuk penjara. Menjelang sidang
dua pekan lalu itu, bahkan ia sempat membuat lelucon. Turun dari
mobilnya, ia memperkenalkan seorang gadis manis berbaju biru
yang nampak ceria. "Ini Ninung, calon direktris kopi Eva. Anak
Pak Tjipto manis, kan?" katanya. Gadis yang ditunjuk hanya
tersenyum-senyum, dan orang berdesakan ingin melihat. Ternyata
kemudian gadis itu bukan Indraningrum alias Ninung yang
menghilang bersama Heri selama tujuh bulan--melainkan adiknya,
Djati.
Menjalin cinta sejak di SMA Kristen Salatiga, Heri dan Ninung
terus berpacaran sampai Heri kuliah di Akademi Perindustrian dan
Ninung masuk FH Atmajaya, keduanya di Yogyakarta. Hubungan
mereka tak direstut. Agaknya seperti dalam kisah roman klasik:
ayah Heri hanya seorang sederhana, menjabat Kepala Kantor
Kecamatan Luar Kota Salatiga. Agama pun berbeda. Heri Islam dan
Ninung Katolik Lagi pula, gadis berusia 20 tahun itu mau
dijodohkan dengan seorang calon dokter. Maka keduanya pun lari.
Tapi Ninung kini sudah berada lagi di rumah orangtuanya di
Bedono, Ambarawa. Tanggal 30 Oktober lalu ia di jemput ibunya
dari Banjarmasin. Menurut Heri yang kini nampak kurus dan kusut,
ia dan Ninung berada di kota itu sejak 27 Maret, naik kapal laut
le,vat Surabaya. Haji Yani, orangtua teman kuliah Heri,
menolong dan kemudian menikahkan mereka di hadapan penghulu
pada 3 April, setelah Ninung menyatakan diri masuk Islam. "Mbah
Yani tahu penderitaan kami dan tak ingin kami hidup bersama
tanpa nikah," kata Heri. Ia bahkan sudah bekerja di BRI Sampit,
sebagai pegawai honorer.
Heri mengizinkan istrinya untuk dibawa ketika Nyonya Tjipto
menjemput inung di Banjarmasin. Alasan Ny. Tjipto, Ninung hanya
"dipinjam" lima hari berhubung ayahnya sakit. Dinanti lima hari
tak muncul, Heri segera menyusul. Tak berari langsung ke Bedono,
ia menemui Sumarya, Lurah Banyubiru, rnasih keluarga ibu
Ninung. Baru pada 6 November ia muncul di rumah orangtuanya di
Salatiga dan disambut hangat.
Tapi ayahnya, Djajus, jengkeketika Heri menyodorkan "misi
perdamaian" Yaitu: agar Djajus memberi maaf lahir lbatin kepada
Tjipto dan memintakan kepada hakim agar orangtua Ninung dihukum
ringan. Ia juga meminta agar layahnya mencabut tuntutan ganti
rugi Isebesar Rp 138,9 juu. Merasa penderitaannya yang dulu
belum hilang, Djajus menolak misi perdamaian itu dengan tegas.
Surat tolakannya itu dibacakan jaksa pada sidang 18 November
lalu, setelah sebelumnya majelis hakim juga membacakan "misi
perdamaian" Heri. Dan misi itu pun kandas. Apalagi, menurut
jaksa, perkara Tjipto bukan delik aduan yang bisa gugur bila
pihak pelapor mencabut pengaduannya. Akhirnya mejelis hakim
memutuskan tetap membacakan vonis hari itu.
Ternyata, meski masih kecewa dan jengkel, sikap Diajus sedikit
melunak. Keesokan hari setelah vonis atas TJipto dijatuhkan, ia
bersama anaknya, Heri, menemui Hakim Iskandar Joenaini yang juga
Ketua Pengadilan Negeri Ambarawa, di rumahnya. Terus terang
Djajus meminta agar Hakim Iskandar -untuk atas nama keluarganya
-- melamar Ninung. Iskandar menolak permintaan itu. "Saya tak
mau ikut campur dalam soal keluarga," katanya.
Heri jadi lemas. Meski kangen, ia memang tak berani menemui
Ninung ke Bedono. Ninung sendiri, sekembali dari Banjarmasin,
kabarnya sakit dan mengalami shock. Bagaimana sikap Tjipto?
"Saya tak pernah merasa menikahkan Ninung," katanya tegas. Jadi,
ia tak mengakui pernikahan Heri-Ninurig yang dilakukan secara
Islam. Bakal panJang juga kisah cinta Heri-Ninung ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini