Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kisah Menjelang Vonis

Yanti menjelang divonis mencabut pengakuannya mencuri emas milik PT Sehat Komodo setelah tahu ia di bohongi. Tapi hakim tetap menjatuhkan hukuman. (hk)

8 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI belum pernah terjadi: terdakwa mencabut kembali pengakuannya justru menjelang vonis diucapkan hakim. Sekretaris direktur PT Sehat Komodo di Surabaya, Yanti alias Oei Giok Lan, mencabut pengakuan bahwa ia mencuri 1,5 kg emas di brankas milik perusahaannya. "Saya mohon keringanan, Pak Hakim. Saya sungguh tidak mencuri. Emas itu ada di tangan saya, karena saya peroleh dari dirut," ujar Yanti, menjelang vonis dibacakan. Yang sering terjadi adalah terdakwa mencabut pengakuan biasanya dengan alasan dipaksa polisi dalam pemeriksaan pendahuluan - di awal sidang. Agak aneh pula, Hakim Suryanto, yang memimpin sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Mei lalu, itu tidak tertarik untuk meneliti fakta baru itu. "Lho, kok baru sekarang mengaku begitu," kata Suryanto, yang kemudian terus saja membacakan vonisnya. Yanti hari itu dijatuhi hukuman 6 bulan penjara - klop dengan masa tahanannya - karena dianggap terbukti mencuri emas. Untuk menenangkan, hakim hanya menyarankan agar terhukum membuat pernyataan tertulis. Berdasarkan itu, Pengacara Agus Prayoga, yang belakangan diminta Yanti sebagai penasi at hukum, berniat menggunakan upaya hukum heriening: minta Mahkamah Agung meninjau kembali keputusan hakim itu. Selain itu Agus, Selasa pekan lalu, meminta pihak kepolisian menghentikan perkara Yanti yang lain, yaitu tuduhan mencuri giro biljet milik Sehat Komodo senilai Rp 24 juta. Sebab, menurut Yanti, seperti juga perkara emas, iro biljet itu diberikan dirut Sehat Komodo, Handoyo, kepadanya. "Semula saya mengaku mencuri, karena takut hubungan saya sebagai kekasih Handoyo akan putus, kalau persoalan sebenarnya saya buka di sidang," ujar Yanti kepada TEMPO. Yanti, 27, yang mengaku selama tiga tahun bekerja di perusahaan itu, telah menjalin hubungan dengan dirutnya. Karena itu, katanya, selain gaji resmi, ia mendapat "gaji gelap" sebesar Rp 1 juta sebulan langsung dari tangan Handoyo dalam bentuk giro biljet "Uang sebanyak itu tidak saya pakai sendiri, tapi berdua dengan Handoyo, misalnya untuk ke luar negeri," ujar Yanti, yang menagku pernah dibawa Handoyo ke Taiwan, Hong Kong, dan Singapura. Selain gaji gelap, katanya, ia pernah pula diberi emas lantakan 1,5 k. Emas itu kemudian dijualnya dan dibelikannya sebuah rumah di Darmo Grende. Tapi hubungan baik itu berantakan, begitu adik Handoyo, Pratikto, yang iuga direktur perusahaan itu, melapor ke polisi bahwa di kantornya terjadi pencurian. Desember lalu, Yanti ditangkap polisi berdasarkan pengaduan itu. Tapi di tempat ahanan ia baru tahu bahwa ia dltuduh mencuri. Selain melakukan penangkapan, katanya, polisi juga menyita rumah barunya di Darmo Grende, sebuah mobil Honda Civic, perabot rumah tanga, perhiasan, dan pakaian. "Sampai celana dalam saya ikut disita," kata wanita itu, yang sebelumnya mengaku sebagai pramuria klub malam Diamond di Surabaya. Ketika Yanti diperiksa polisi, tuturnya Pratikto mengatur agar ia mengaku saja mencuri. "Saya menurut saja, agar nama baik perusahaan dan Handoyo tidak rusak," kata Yanti. Wanita yang mengaku mendapat pendidikan akademi sekretaris dan bisa berbahasa Inggris dengan baik itu juga menuruti saran polisi, agar dia tidak menyewa pengacara. Begitulah, berdasarkan pengakuan itu, pollsi mengaiukan perkara pencurian emas ke kejaksaan - sementara perkara pencurian giro biljet masih disimpan. Di pengadilan, perkara itu berjalan lancar. Selain saksi-saksi yang memberatkannya, Yanti sendiri mengakui semua tuduhan. "Tidak ada kesulitan bagi kejaksaan. Sebab, ia mengaku terus terang," seperti kata Jaksa Arifin Mochtar yang sebelumnya menuntut Yanti 8 bulan penjara. Namun, di akhir sidang, Yanti berubah pikiran. "Menjelang vonis itu saya sadar bahwa saya dibohongi." ujar Yanti. Sebab katanya, ia mendengar bahwa semua hartanya yang disita diserahkan polisi kepada Pratikto. "Padahal, perkaranya belum selesai, bahkan perkara giro biljet itubelum disidangkan," ujar Yanti. Selesai vonis perkara pencurian emas itu, Yanti meminta bantuan hukum Agus Prayoga, karena, selain merasa dibohongi dalam perkara itu, ia juga dicari-cari polisi untuk perkara pencunan giro biljet. Bahkan, 19 Juni, Polres Sidoardjo mengeluarkan surat penangkapan baru untuknya. Agus Prayoga meminta polisi menghentikan penyidikan perkara pencurian giro biljet. Alasannya, berita acara perkara itu sudah dikembalikan kejaksaan kepada polisi, awal Agastus lalu. Dan, ternyata, sampai 14 hari kemudian, polisi belum berhasil memperbaiki berita acara itu. "Sesuai dengan KUHAP, seharusnya polisi menghentikan penyidikan," ujar Agus. Berdasarkan itu pula, Agus menuntut agar harta Yanti yang disita polisi dikembalikan kepada kliennya itu. Kapolres Sidoardjo, Letnan Kolonel (Pol.) A.R. Lubis, mengakui bahwa pemeriksaan perkara pencurian giro biljet ltu mengalami kemacetan. "Maunya pengacara, kasus itu ditutup saja - demi hukum. Untuk itu, saya sempat dikuliahi tentang KUHAP. Tapi kok gampang amat" kata Lubis. Perwira polisi itu berniat tetap mengusut kasus itu. Lubis menolak memberikan keterangan tentang penyerahan barang bukti kepada saksi pelapor. "Saya baru awal Agustus dilantik menjadi kapolres di sini," ujar Lubis, yang ditunjuk menggantikan Letnan Kolonel (Pol.) Harry Achmadi, yang sekarang pensiun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus