Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Jejak Lumpur Kematian Harnovia

Kasus salah tangkap mirip Sengkon-Karta diduga berulang dalam penyidikan pembunuhan seorang remaja di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, sembilan tahun lalu. Muncul petisi agar polisi membuka kembali perkara ini.

10 Juli 2021 | 00.00 WIB

Zahara, ibu kandung Harnovia Fitriani saat menunjukan foto mendiang anaknya, di Kabupaten Mempawah, 9 Juli 2021./Arief Nugroho
Perbesar
Zahara, ibu kandung Harnovia Fitriani saat menunjukan foto mendiang anaknya, di Kabupaten Mempawah, 9 Juli 2021./Arief Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Dua terpidana kematian Harnovia Fitriani mengaku disiksa selama pemeriksaan.

  • Polisi diduga memaksa mereka sebagai pembunuh Harnovia.

  • Ada seorang anak pengusaha yang dicurigai sebagai pembunuh Harnovia.

TANGAN Heri bin Zakaria tampak cekatan meladeni setiap pembeli di warung kelontongnya pada Jumat siang, 9 Juli lalu. Wajah warga Desa Sungai Bakau Besar Laut, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, itu kerap menebar senyum.

Suasana hati pria berusia 36 tahun itu berubah muram saat menceritakan kematian Harnovia Fitriani, tetangganya. “Saya masih trauma,” ujarnya kepada Tempo.

Heri menata kembali hidupnya saat menghirup udara bebas pada Januari 2020. Ia menghuni Lembaga Pemasyarakatan Pontianak sejak 2014. Majelis hakim Pengadilan Negeri Mempawah memvonis ia dan tetangganya, Pardan bin Saman, dengan hukuman 14 tahun 3 bulan penjara. Keduanya dianggap terbukti membunuh Harnovia yang ditemukan tewas pada 20 Desember 2012. Pemberian remisi membuat Heri dan Pardan bebas lebih cepat.

Pria yang pernah menjadi buruh pabrik minyak kelapa ini mengaku masih memendam rasa kecewa. Ia dan Pardan merasa tak bersalah. Keduanya pun tak pernah mengakui membunuh, apalagi memperkosa, pelajar berusia 15 tahun itu.

Saat dinyatakan hilang pada 18 Desember 2012, Heri dan Pardan ikut mencari remaja itu hingga Kabupaten Singkawang, sekitar dua jam perjalanan dari Desa Bakau. “Ketika pembunuhan itu terjadi, ada banyak saksi yang melihat saya dan Pardan sedang berada di rumah,” ujarnya dengan berapi-api.

Kejanggalan ini menginspirasi Adong Eko, wartawan di Pontianak, menulis buku tentang kematian Harnovia. Buku berjudul Harnovia: Diculik, Diperkosa, dan Dibunuh tersebut terbit akhir Mei lalu. Adong Eko membeberkan sejumlah keanehan selama polisi menyelidiki kasus ini.

Penerbitan buku ini yang mempertanyakan penyidikan dan menyimpulkan bahwa Heri dan Pardan bukan pelaku pembunuhan memunculkan petisi agar Kepolisian Daerah Kalimantan Barat membuka kembali kasus tersebut. “Banyak kepingan peristiwa yang terlepas dari proses penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan,” tutur Adong.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus