ASTUTIK, bocah 4,5 tahun yang manja dan lincah itu, tiba-tiba lenyap. Setengah jam sebelumnya, sekitar pukul 09.30, ia masih bermain dan makan mangga. Ketika Asjuli, ayahnya, memanggil, tak ada sahutan. Ada firasat. Ia segera lapor ke Ruk Bahanan, Kepala Desa Pancoran Wringin Tapung. Desa yang terletak 7 kilometer selatan Bondowoso, Jawa Timur, itu mendadak ramai. Tengah hari itu juga, berita hilangnya Astutik diumumkan melalui lima masjid. Orang kian ramai mencari bocah itu, dan makin sore makin bertambah. Ada dukun yang bilang, mungkin gadis cilik itu disembunyikan jin. Supaya kembali, para pencari dianjurkan memukul peralatan dapur. Astutik tetap raib. Tapi ada yang melihat Sunarti menggendong Astutik. "Kepala Astutik ditutupi handuk. Ia juga menggandeng Sipul, anaknya yang nomor dua," tutur Samyadi. Ketika ditegur, Sunarti bilang ia mau ke rumah teman. Menagih utang. Dalam perjalanan, ia ketemu dengan Riadi, Didik, dan Suswati. Sehari setelah Astutik hilang, 10 November, Sunarti dipanggil Kepala Kampung Satrowi. "Terus terang, kau bawa ke mana anakku?" tanya Asjuli, paman Sunarti itu, yang juga hadir. "Lho, saya tak mengajak dia, kok," jawab Sunarti. Asjuli geram. Hampir ia melemparkan meja jika tak dicegah Hansip Pandrik. Sunarti tetap mengelak. Ia lantas dibawa ke Kepala Desa Ruk Bahanan. Tapi Sunarti yang dikenal suka kumpul kebo itu mungkir terus. Ulahnya ini membuat Ruk Bahanan naik darah. Helm di sampingnya hendak dihajarkan ke tubuh Sunarti. Belum sempat helm menyentuh, Sunarti meraung. Lantas apa lagi? Sunarti, 25 tahun yang menawan dan berkulit kuning itu, sesungguhnya sudah lama dibenci masyarakat setempat. Pada umur 17 tahun ia sudah menikah dengan Surawi. Perkawinan itu membuahkan dua anak. Setelah tiga tahun menikah, entah apa alasannya, ia menggangsir rumahnya sendiri. Maksudnya untuk mencuri barang suaminya. Tapi ketahuan. Karena merasa malu, lalu dia mau bunuh diri dengan racun tikus, dapat diselamatkan. Setahun setelah kejadian itu ia dicerai. Sejak itulah, dengan modal keayuannya, ia ganti-ganti pasangan kumpul kebo. Dan kebiasaan buruknya tambah lagi: main judi lewat aduan sapi di Bondowoso. Plus main Porkas Utang pun, katanya, makin bertimbun saja. Sementara itu, pencarian pada Astutik tetap berjalan. Adalah Safi'i yang secara tak sengaja menemukan lokasi Astutik dikubur. Ketika ia berjalan di bibir Sungai Sampean, sekitar 750 meter dari rumah Asjuli, ia melihat seekor ular sawah besar. Ular kemudian menghilang. Dan di tempat ular berpijak itulah, ternyata, mayat Astutik ditemukan. Ia sudah mati dengan leher terjerat kaus loreng. Mulutnya tersumpal lumpur. Kerabunya 550 miligram lenyap. Melihat mayat Astutik ditemukan, warga makin marah. Rumah Sunarti didatangi. Mereka hendak menghajarnya, tapi dicegah Asjuli. "Bagaimanapun Sunarti belum tentu membunuh," kata Asjuli -- pedagang tembakau yang dikenal sosial itu. Dan, lagi Sunarti sudah lebih dulu diamankan di Polres Situbondo, Jawa Timur. Ketika Sunarti diproses di Polres, lagi-lagi ia mungkir. Tapi polisi tak kehabisan akal. Sipul, anaknya yang berumur 5 tahun, yang ketika itu bersamanya, dengan lancar dan polos bilang, "Mula-mula baju Astutik dilepas, lalu baju itu dililitkan ke leher Astutik. Ketika Astutik minta tolong, mulutnya disumpal dengan lumpur. Giwang Astutik kemudian diambil," cerita petugas Polres. Penuturan Sipul inilah yang tak bisa mengelakkan Sunarti. Malam harinya, Selasa itu juga, Sunarti mencoba bunuh diri. Ia membenturkan kepalanya ke tembok. Ketahuan polisi. Esoknya ia bikin ulah lagi. Lidahnya digigitnya hingga mengeluarkan darah. Dan ia kejang-kejang seperti orang stres. Akhirnya, oleh polisi ia dilarikan ke rumah sakit. Namun, hingga pekan ini kesehatan perempuan itu merosot. Sebelumnya, wartawan Jawa Pos sempat mengorek pengakuan Sunarti. Katanya, ia membunuh sepupunya itu untuk mengambil giwangnya, lalu dijualnya Rp 15 ribu. "Sebagian uang itu sudah saya belikan kupon Porkas," kata Sunarti ketika itu. "Pembunuhan itu sangat keterlaluan. Masak saudaranya sendiri tega dibunuhnya, hanya untuk mendapatkan giwang seberat 550 miligram. Hanya setengah gram lebih sedikit," komentar Kapolres Bondowoso, Letkol Wirto Leksono. Widi Yarmanto (Jakarta) & Herry Mohammad (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini