Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komnas HAM mengeluarkan hasil temuan terkait penyelidikan kasus penembakan di Puncak Jaya Papua Tengah yang mengakibatkan tiga orang asli Papua tewas akibat luka tembak pada 16 Juli 2024 lalu. Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengatakan ada lima pelanggaran HAM yang terjadi dalam peristiwa itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, pelanggaran hak atas hidup. Kedua, pelanggaran hak atas bebas dari penyiksaan, perlakuan yang tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia. Ketiga, pelanggaran hak atas keadilan. Keempat, pelanggaran hak atas Rasa Aman. Kelima, pelanggaran hak atas Kompensasi dan Reparasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Komnas HAM mendesak agar setiap pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa ini diinvestigasi secara menyeluruh, dan pihak-pihak yang terlibat bertanggung jawab atas tindakan mereka," ujar dia, Kamis, 30 Oktober 2024.
Tiga warga Papua ini tewas ditembak oleh anggota Satgas Yonif RK 753/AVT karena diduga sebagai bagian dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Namun, hal itu telah dibantah oleh masyarakat setempat.
Setelah peristiwa penembakan, keesokan harinya terjadi kerusuhan dan satu orang non-papua meninggal. Ketiga warga asli papua yang meninggal adalah Dominus Enumbi, Pemerinta Morib, dan Tonda Wanimbo Temu asal Distrik Ilamburawi.
Temuan Komnas HAM
Uli menyebut, setelah penembakan terjadi, Komnas HAM pada 6-11 Agustus 2024 melakukan pemantauan lapangan. Pada 22 Agustus mereka meminta keterangan dari tim investigasi TNI. Selanjutnya pada 31 Agustus dilakukan pengambilan keterangan dari para saksi dan pada 13 September Komnas HAM memita keterangan dari ahli persenjataan dan atau balistik.
Hasilnya Komnas HAM mendapatkan sejumlah temuan. Pertama, tiga korban penembakan tidak memiliki catatan kriminal atau status sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) dan tidak masuk dalam operasi oleh satgas. Kedua, Komnas HAM menemukan jika target operasi aparat sebenarnya adalah TE yang berstatus sebagai DPO.
Ketiga, SW dan DE ditembak tanpa perlawanan. Sedangkan penyebab kematian PM masih perlu penyelidikan lebih lanjut. Keempat, Komnas HAM juga menemukan bekas tembakan di sekitar lokasi kejadian dan adanya keterangan dari beberapa pihak dan saksi-saksi serta dokumen dalam peristiwa tersebut.
Kelima, Komnas HAM juga mendapati adanya kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap para saksi. Keenam, penembakan memicu aksi massa yang berujung pada kerusuhan, mengakibatkan pembakaran kendaraan milik aparat keamanan, dan korban luka-luka dari aparat keamanan serta warga sipil, dan satu orang non-OAP meninggal dunia.