Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kompol Ramli Gugat Praperadilan Kapolri hingga Kapolda Sumut dalam Kasus Pemerasan Rp 4,7 Miliar

Kortastipidkor Polri menetapkan Kompol Ramli dan satu polisi lainnya di Polda Sumut sebagai tersangka pemerasan terhadap kepala sekolah.

15 April 2025 | 08.50 WIB

Sidang praperadilan mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut Kompol Ramli Sembiring dengan Polri di Pengadilan Negeri Medan, Kota Medan, Sumatera Utara, 14 April 2025. Tempo/Mei Leandha
Perbesar
Sidang praperadilan mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut Kompol Ramli Sembiring dengan Polri di Pengadilan Negeri Medan, Kota Medan, Sumatera Utara, 14 April 2025. Tempo/Mei Leandha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Medan - Mantan Kepala Bagian Pembinaan Operasional Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polisi Daerah Sumatera Utara Ramli Sembiring tak terima dijadikan tersangka pemerasan terhadap 12 kepala sekolah di Sumut. Kuasa hukum Ramli dari Kantor Law Office & Advokat Irwansyah Putra Nasution mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kapolri, Koohingga Kapolda Sumatera Utara di Pengadilan Negeri Medan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hakim tunggal Phillip Mark Soentpiet menyidangkan perkara ini sejak Jumat, 11 April 2025, di ruang Cakra 6. Pada Senin, 14 April 2025, sidang lanjuta dengan agenda penyerahan bukti-bukti tambahan, pemeriksaan saksi, dan ahli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Kami ingin perkara ini dilihat lebih objektif," kata Irwansyah Putra Nasution di PN Medan, Senin, 14 April 2025. Ia mengatakan Romli dijerat Pasal 12e Undang-Undang Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Ramli Sembiring, 58 tahun, menjadi tersangka berdasarkan Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Sidik/10.a/II/2025/Tipidkor dan Surat Ketetapan NomorS.Tap/4/II/2025/Tipidkor pada 4 Februari 2025.

Kasus ini terungkap dari selembar surat bertanggal 26 Juni 2024 diterima Sekretaris dan Koordinator Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BSOP) Dinas Pendidikan Sumut. Isinya perintah Ramli agar membeli barang dan jasa menggunakan BSOP Tahun Anggaran 2021-2023.

Empat kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) mengaku menyerahkan uang pada 1 Juli 2024. Mereka adalah Kepsek SMKN 1 Amandraya Kasihan Duha Rp 100 juta, Kepsek  SMKN 1 Mandrehe Rp 150 juta, Kepsek SMKN 1 Moroo Bonni VH Gullo Rp 87,176 juta, dan Kepsek SMKN 1 Lahusa Fangato Harefa Rp 100 juta. Total penyerahan Rp 437.176.000. Uang tersebut ditemukan di mobil Mitsubishi Triton milik Ramli.

Berdasarkan keterangan keempat kepala sekolah itu pula, Divisi Propam Mabes Polri turun tangan memeriksa Ramli. Kasus pidananya pun diusut oleh Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi Polri. Namun, pihak Ramli tak terima dengan penetapan tersangka ini.

Ramli berdalih duit di mobilnya yang berujung disita oleh polisi merupakan hasil panen. Irwansyah membantah duit itu dari para kepala sekolah. "Perkara ini belum sempurna untuk naik ke penyidikan dan menjadikannya tersangka," ucap Irwansyah.

Dia menyerahkan sejumlah dokumen dan bukti pendukung yang memperkuat penetapan tersangka kliennya cacat hukum. Contohnya Laporan Polisi (LP) tertanggal 3 Februari 2025 yang langsung naik ke tahap penyidikan pada 4 Februari 2025. Juga bukti kesalahan dalam surat panggilan, seharusnya dibuat 23 Februari 2025, namun tertulis 23 Februari 2023. 

"Cacat administrasi dan formil. Bukti-bukti ini menunjukkan banyak kejanggalan dalam proses penyidikan klien kami. Semoga hakim mempertimbangkannya,” kata dia.

Ramli Sembiring membantah seluruh isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat diperiksa Divisi Propam Mabes Polri seperti bertindak sewenang-wenang dan menerima uang. Sampai saat ini, pihak Ramli mengklaim belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Padahal menurut KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi, SPDP wajib diberikan kepada pelapor, terlapor, dan jaksa dalam waktu tujuh hari sejak diterbitkan.

“Dia tidak pernah diperiksa dengan layak. Kalau pun dianggap diperiksa, dilakukan secara singkat, dengan tiga atau empat pertanyaan dalam kondisi sakit, tertekan dan depresi. Kondisi yang tidak dapat dijadikan dasar hukum yang sah untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka,” tutur Irwansyah.

Penyidik menetapkan status tersangka terhadap Ramli berdasarkan BAP dari Propam. Irwansyah menegaskan, perkara yang berada di wilayah Propam tidak serta-merta menjadi hasil pemeriksaan di Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri. 

Menurut Irwansyah, penyidik menyalahgunakan kewenangan dan prosedur hukum. Karena itu, ia meminta penyidik Kortastipidkor memeriksa ulang dan memperlihatkan barang bukti. 

"Klien kami tidak pernah di-OTT KPK atau Kortastipidkor, tapi dituduh melakukan pemerasan sebesar Rp 4,7 miliar. Mana buktinya? Makanya kami praperadilankan, biar diuji legalitas dan kualitas alat bukti yang digunakan penyidik,” kata dia.

Sebelumnya, Kortastipidkor Polri menetapkan dua anggota Polda Sumut sebagai tersangka pemerasan yaitu Brigadir B dan Kompol Ramli Sembiring. Mereka dituding memeras 12 kepala sekolah dengan total pungutan Rp 4,7 miliar.

Pemerasan terjadi saat tersangka bertugas sebagai penyidik di Subdit 3 Tipikor Ditkrimsus Polda Sumut. Saat itu, tersangka ditugaskan menyelidiki dugaan korupsi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk perbaikan SMK dan SMA di Sumut dengan nilai korupsi Rp 176 miliar. Pemerasan berlangsung dalam kurun Mei sampai November 2024. 

“Tersangka menggunakan kewenangannya mengundang kepala sekolah, kemudian meminta fee. Ini, kan pemerasan,” kata Kepala Kortastipidkor Inspektur Jenderal Cahyono Wibowo kepada wartawan di Mabes Polri, Selasa, 18 Maret 2025.

Cahyono mengatakan, tersangka sudah dipecat dari dinas kepolisian. Pihaknya masih mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. “Masih terus dikembangkan. Nanti akan kami update. Pihak swasta juga ada,” ujarnya.

Penegak hukum menyita barang bukti uang sebesar Rp 400 juta dari kedua tersangka yang ditengarai hasil tindak pidana rasuah. Kedua tersangka dijerat Pasal 12E Undang-Undang Tipikor dengan ancaman pidana penjara minimal empat tahun dan paling lama 20 tahun. Adapun perkara korupsi DAK di Dinas Pendidikan Sumut, kini bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

“Kami sudah komunikasi dengan KPK. Mereka menangani kasus sesuai konstruksi Pasal 2 dan 3 UU Tipikor soal kerugian negara. Kami masalah pemerasan DAK-nya,” kata Cahyono.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus