Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Korban burung terlarang

Dalam perkara pedagang burung di bandung, yang dihukum karena memperdagangkan burung terlarang, hakim belum memakai undang-undang. lingkungan hidup, dimana ancaman hukuman bisa lebih berat.(hk)

27 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KIOS itu nampak lesu. Puluhan sangkar yang tersusun di situ cuma berisi burung dara, puter, dan perkutut, jenis yang mudah dicari di pasar burung mana saja. Padahal selama ini kios di Jalan Diponegoro, Bandung, itu cukup semarak. Berbagai jenis unggas terlarang, seperti jalak putih, gunting, nuri kepala hitam (yang sudah amat langka itu) dijual di sana. Soalnya, pertengahan Agustus lalu, Harmoyo, 43 tahun, pemilik kios itu, baru lepas urusan dengan pengadilan. Dia dihukum denda Rp 7.500 atau 14 hari kurungan, untuk perbuatannya memperdagangkan unggas terlarang itu. Bersama Harmoyo, masih ada 18 pedagang burung lainnya yang mendapat hukuman yang sama: denda Rp 5.000 sampai Rp 7.500 atau kurungan 7 sampai 14 hari. "Itu baru peringatan, kalau tertangkap lagi hukumannya akan diperberat," ancam Koestantinah Gunawan, hakim yang mengadili pedagang burung itu. Hakim, misalnya, bisa menjebloskan pedagang burung itu 30 hari kurungan atau denda "500 gulden", seperti tertera pada bab I Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931. Ordonansi buatan Belanda 52 tahun yang silam itu, menganggap perbuatan para pedagang burung ini cuma pelangaran. Tapi kenapa hakim tak memakai UU No.4 Tahun 1982, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menjadikan ancaman hukuman lebih berat -- 10 tahun penjara atau denda Rp 100 juta? Alasan hakim, mereka cuma pedagang, bukan pemburu burung. Apalagi semua terdakwa mengatakan bahwa burung itu cuma mereka beli dari pasar burung di Jalan Pramuka, Jakarta. Karena itu, banyak burung yang dijadikan barang bukti di pengadilan, adalah jenis yang tak terdapat di Ja-Bar. Burung gunting dan tulang tumpuk, misalnya, berasal dari Ja-Teng, nuri dari Indonesia Timur. "Kalau ada orang pesan, saya ambilkan di Jalan Pramuka," kata Harmoyo. Di sana, seekor jalak putih cuma Rp 1.500 per ekor, dan di Bandung bisa dijual sampai Rp 15.000. Karena itu para pedagang pun heran, "kenapa di sini dilarang, tapi di Jakarta tidak," seperti dipertanyakan Harmoyo. Lebih lagi, banyak terdakwa mengaku tak tahu persis jenis burung terlarang. Meskipun PPA pernah menyebarkan selebaran jenis burung terlarang (semuanya ada 73 jenis burung, berdasarkan berbagai SK Menteri Pertanian), banyak pedagang masih bingung. Jenis srigunting, misalnya, ada yang ekornya bercabang seperti gunting dan ada pula lurus. "Yang mana yang dilarang?" tukas pedagang tadi. Burung beo juga terdiri dari berbagai jenis. "Yang dilarang beo asal Nias, tapi saya jual beo Tasik, ya kena juga," ujar Sukardi bin Tarjan, 22 tahun, pedagang yang lain. Menurut Yoyo Tarsono, staf teknis Sub Balai PPA Ja-Bar, setiap tahun kepada pedagang diberikan brosur dan penerangan tentang burung-burung terlarang. Nyatanya perdagangan burung langka itu kian ramai saja. Akhirnya Juli yang lalu, PPA bekerja sama dengan polisi, merazia berbagai kios dan pasar burung di Bandung. Dari situlah soalnya sampai ke pengadilan. Para pedagang pun nampaknya tak ambil pusing dengan hukuman itu. Yang memberatkan mereka justru burung yang disita pengadilan dan sekarang jadi penghuni kebun binatang. Harmoyo, misalnya, rugi 27 burung dari berbagai jenis, termasuk 4 jalak putih dan 6 burung gunting. "Sulit dinilai dengan uang, karena harga burung kan tak ada standarnya," kata pedagang itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus