Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim menolak gugatan eks Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terhadap ahli lingkungan dan kerusakan tanah, Basuki Wasis. Menurut KPK, gugatan Nur Alam salah alamat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"KPK meminta majelis hakim untuk tidak menerima gugatan yang diajukan oleh Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara," kata Juru bicara KPK, Febri Diansyah lewat keterangan tertulis, Selasa, 2 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Febri mengatakan KPK menilai gugatan yang diajukan Nur Alam masuk ranah hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi. Sehingga seharusnya diproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, bukan Pengadilan Negeri dengan ranah perdata. "Sehingga pengujian terhadap substansi yang disampaikan ahli merupakan wewenang dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor," kata Febri.
Pada 12 Maret 2018, kuasa hukum Nur Alam menggugat Basuki ke Pengadilan Negeri Cibinong. Dalam gugatannya, tim kuasa hukum mengatakan Basuki telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian immateriil bagi Nur Alam.
Basuki Wasis merupakan ahli lingkungan dan kerusakan yang dihadirkan sebagai saksi ahli dari KPK dalam persidangan Nur Alam. Dia menaksir perbuatan Nur Alam telah menyebabkan kerusakan lingkungan hingga menyebabkan kerugian negara sebanyak Rp 2,7 triliun.
Saat ini, perkara Nur Alam berada dalam proses kasasi di Mahkamah Agung. Sebelumnya, dia divonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta.
Hakim Tipikor menyatakan Nur Alam terbukti menyalahgunakan wewenangnya sebagai gubernur dengan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah yang kemudian berganti nama menjadi PT Billy Indonesia.
Selain itu, hakim menyatakan perbuatan Nur Alam telah memperkaya diri sendiri sebanyak Rp 2,7 miliar serta memperkaya PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun. Hakim menyatakan Nur Alam juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 40,2 miliar dari Richcorp International Ltd.