Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum atau KPU akan melarang bekas narapidana korupsi maju menjadi anggota legislatif. Larangan itu akan ditambahkan sebagai pasal baru dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif dalam pemilu 2019. Selain untuk narapidana korupsi, pencalonan itu juga terlarang bagi bekas napi perkara narkoba dan pelecehan seksual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Di Undang-Undang (Pilkada), tidak ada aturan itu. Di PKPU, pencalonan akan kami masukan," kata anggota KPU, Hasyim Asy'ari, di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis, 29 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pasal 240 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Pasal itu menyatakan calon legislator tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
KPU ingin kembali menegaskan aturan itu dengan memasukannya ke PKPU pencalonan. "Mantan narapidana korupsi tidak layak menduduki jabatan publik atau jabatan kenegaraan," ujar Hasyim.
Baca juga:
KPU Uji Publik Empat Rancangan PKPU Pemilu ...
KPU Larang Foto Soekarno Digunakan dalam Pilkada 2018
Menurut dia, korupsi merupakan tindakan yang sudah pasti mengandung unsur penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan. Artinya, koruptor merupakan orang yang berkhianat dan tidak boleh menduduki jabatan strategis.
Sedangkan bekas napi perkara korupsi, narkoba, dan pelecehan seksual dilarang ikut pemilihan legislatif agar rakyat mendapatkan pemimpin yang baik dan bersih. "Larangan caleg ini yang pertama kali (dimasukkan ke PKPU). Yang menentang berarti tidak mau mendapatkan calon yang baik," ucap Hasyim.
Tahanan politik tidak dilarang untuk maju menjadi calon legislatif. "Kalau politik itu bisa karena berbeda pemahaman politik, beda orientasi politik," tutur Hasim. Semua ingin mendapat wakil rakyat yang bersih.