Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

KY Papua Dalami Laporan Hakim yang Bebaskan Bripda Alfian soal Kasus Pencabulan Anak

Komisi Yudisial (KY) menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim PN Jayapura yang membebaskan terdakwa Bripda Alfian Fauzan Hartanto.

24 Maret 2025 | 06.30 WIB

Ilustrasi hakim. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi hakim. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) terhadap hakim PN Jayapura yang membebaskan terdakwa kasus pencabulan anak Brigadir Dua Alfian Fauzan Hartanto. Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Papua Methodius Kossay mengatakan, pihaknya telah menerima laporan dari penasihat hukum korban pada Selasa lalu, 18 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Laporan yang kami terima tentunya akan ditelaah dan dianalisa lebih mendalam perihal dugaan pelanggaran kode etik oleh Hakim Pengadilan Negeri Jayapura, Papua," ujarnya saat dikonfirmasi Tempo pada Ahad, 23 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Methodius menuturkan, putusan hakim memang bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat. Namun, Komisi Yudisial dapat memproses apabila ada kejanggalan berdasarkan bukti-bukti yang sah dan otentik.

"Apabila dalam telaah dan analisa tersebut terdapat dugaan pelanggaran kode etik hakim, maka akan kami proses terhadap hakim yang bersangkutan," kata Methodius.  

Sebelumnya, Bripda Alfian dibebaskan dari dakwaan kasus pencabulan anak di Kabupaten Kaerom, Papua pada 2022 silam. Majelis Hakim PN Jayapura yang membebaskannya dipimpin oleh Zaka Talpatty, dengan anggota Korneles Waroi dan Ronald Lauterboom. Mereka membacakan vonis perkara nomor 329/Pid.Sus/2024/PN Jap itu pada Kamis, 23 Januari 2025.

"Menyatakan terdakwa Alfian Fauzan Hartanto alias Alfian alias Pian tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum dalam dakwaan alternatif kesatu maupun dakwaan alternatif kedua," begitu bunyi amar putusan, dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jayapura.

Majelis hakim juga memutuskan untuk membebaskan Bripda Alfian dari seluruh dakwaan tersebut. Hakim juga memerintahkan jaska penuntut umum untuk mengeluarkan atau membebaskan terdakwa dari tahanan segera setelah putusan diucapkan.

Putusan itu jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa menuntut Bripda Alfian dipidana 12 tahun, serta membayar denda Rp 200 juta subsider kurungan enam bulan.

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus