SOAL paspor palsu keluaran Imigrasi Tanjungbalai, Sumatera Utara, masih berkelanjutan. Bekas kepala Imigrasi di sana, Sofiandi, sudah selesai diperiksa dan Kamis pekan lalu penahanannya dipindahkan ke rumah tahanan Salemba, Jakarta Pusat. Tapi, mendadak, ada kabar tak enak dari Meksiko: Sebanyak 11 orang RRC berpaspor RI keluaran Tanjungbalai masuk lagi ke negara tersebut belum lama ini. Tidak seperti nasib 22 orang terdahulu, yang ditolak karena tak memiliki tiket bolak-balik, kesebelas orang itu bisa lolos. Kini mereka malah tidak diketahui berada di kota mana di Meksiko. "Kami akan mencari mereka, karena ternyata mereka masuk dengan paspor palsu," tutur pejabat Imigrasi Meksiko kepada Bambang Harymurti dari TEMPO, pekan lalu. Koresponden TEMPO di Honolulu, AS, ternyata juga melaporkan adanya empat orang berpaspor RI "aspal" yang mencoba masuk ke sana. Mereka itu telah ditahan oleh polisi setempat, dan diperiksa oleh FBI. Mereka bertampang Cina, dan sama sekali tak bisa berbahasa Indonesia atau Inggris. Belum diketahui dari mana sebenarnya mereka berasal - dari Burma, Muangthai, Malaysia, atau Cina. Soalnya, setiap diajak berbicara, mereka tak mau menjawab. Tapi diduga kuat, mereka bukan petani. Dari hasil pemeriksaan tangan yang dilakukan FBI kemungkinan mereka itu tentara. Mereka masuk Honolulu 17 Juli lalu, naik Singapore Airlines dari Bangkok. Mereka itu, yang seolah bernama Zainal Abidin, Tonny Irvan, Noviar Zaini, dan Eddy Yanto, bertujuan masuk ke Hawaii dengan visa yang dikeluarkan Kedubes AS di Jakarta. Paspor mereka dibuat oleh Imigrasi Jakarta. Bulan Juli lalu, perkara paspor palsu memang sempat ramai dibicarakan. Itu bermula dari masuknya lima warga RRC berpaspor RI ke Bandar Udara Soekarno-Hatta, sore hari, 30 Juni 1985. Mereka, ternyata, merupakan bagian dari 22 warga RRC yang mencoba masuk Meksiko, lima hari sebelumnya. Kedatangan mereka ditolak karena tak memiliki tiket return. Yang 17 orang dideportasikan ke negara asal pemberangkatan, Muangthai. Sedang yang lima lagi 'nyasar ke Indonesia. Kelimanya sampai kini masih ditahan. Paspor mereka, setelah diselidiki, ternyata berasal dari Imigrasi Tanjungbalai. Mereka mengaku mendapatkan paspor itu dengan jalan membeli US$ 10 ribu atau Rp 10 juta lebih per paspor, lewat perantara bernama Mr. Wong. Ia mendapat paspor RI atas bantuan Benny Kusnadi, yang memang sudah mengenal dan berhubungan dengan Sofiandi, Kepala imigrasi Tanjungbalai. Karena itu, Sofiandi diperiksa dan ditahan Kejaksaan Agung. Akan masuknya 11 imigran gelap berpaspor RI ke negara tersebut, sebenarnya sudah diketahui oleh petugas JAL di Tokyo. Dalam penerbangan menuju Meksiko yang baru saja diguncang gempa itu, mereka - asal Bangkok - memang singgah di pelabuhan udara Narita, Tokyo, sore hari 10 September lalu. Penampilan mereka cukup mencurigakan. "Mereka hanya mengenakan T shirt dan hanya membawa tas tangan, tanpa bagasi," tutur Mitsunori Matsuzawa, manajer perwakilan JAL di TCAT (Tokyo City Air Terminal) kepada Seiichi Okawa dari TEMPO. Kecurigaan itu dilaporkan kepada KBRI. Setelah diteliti, paspor mereka memang palsu. Setelah diadakan perundingan dengan pihak JAL, mereka diputuskan untuk tetap diberangkatkan ke Meksiko. "Kami tidak bisa campur tangan urusan pemerintah Jepang, yang berhak menerima dan mengizinkan keberangkatan memang mereka. Bagi pemerintah RI, yang penting mereka itu tidak masuk ke wilayah RI," tutur Harun Yunus, kepala bidang Imigrasi KBRI Tokyo. Toh, kecurigaan terhadap ke-11 pemegang paspor RI itu disampaikan juga kepada pemerintah Meksiko. Sayang, sebelum sempat diperiksa, mereka sudah lebih dahulu lolos masuk negara itu. Pemberitahuan dari Tokyo rupanya terlambat diterima di negara itu. Menurut sumber TEMPO, selama Sofiandi menjadi Kepala Imigrasi Tanjung-balai kira-kira setahun, dari sana telah dikeluarkan 500-an paspor aspal. "Dari bisnis paspor begitu, ia setidaknya bisa mengantungi Rp 138 juta lebih. Entah disimpan di mana duitnya," kata sumber di Kejaksaan Agung. Dan saat ini, katanya, tengah dilakukan penelitian terhadap beberapa kantor Imigrasi lain, empat di Jawa dan satu di luar Jawa, yang diduga juga mengeluarkan paspor aspal. Empat paspor yang digunakan masuk Honolulu bukan keluaran Tanjungbalai. Tapi, seperti diakui sendiri oleh Julhar Bakry, 50, pemilik biro jasa PT Merapi Singgalang itu adalah hasil kerjanya. Paspor itu ia urus secara resmi lewat Imigrasi di Jakarta. Nama yang tercantum dalam paspor adalah nama anaknya dan kenalan anaknya. "Saya mengibuli teman anak saya, seolah akan dipekerjakan di luar negeri. Tapi, paspornya kemudian saya jual Rp 200 ribu per buah kepada Freddy," katanya. Ia mengaku terpaksa melakukan hal itu karena kepepet. Usahanya kocar-kacir setelah ada penertiban terhadap biro jasa yang mengurus paspor. Ia kian tersodok saat keluar ketentuan bahwa yang bepergian ke luar negeri harus mernbayar fiskal Rp 150 ribu, yang membuat orang enggan mengurus paspor. "Saya memang salah dan sudah tobat," kata Bakry, yang tinggal di Jakarta Barat. Setelah ditahan 44 hari, kini ia berstatus tahanan kota. Surasono Laporan Didi P., Putut H. (Jakarta), dan Dahana (Honolulu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini