PENGETUA gereja bisa pula masuk pengadilan. Sintua Saur H. Silalahi, pengetua gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) Tarutung Kota, baru-baru ini diadili dengan tuduhan memalsukan sebagian riwayat hidupnya untuk meraih jabatannya tersebut. Tapi Hakim Mujur Naipospos di Pengadilan Negeri Tarutung aknirnya berpendapat bahwa perbuatan Saur itu bukan kejahatan. Karena itu, Hakim melepaskannya dari tuntutan hukum. "Tidak seorang pun yang ditipunya dengan jabatan itu," kata Mujur. Saur, 50, pada 1970-an muncul di Tarutung. Ia dimutasikan sebagai pegawai Pemda dari Kecamatan Siborong-borong ke Kecamatan Tarutung Kota, yang berjarak sekitar 30 km. Di terrpat tinggalnya yang baru itu ia mendaftarkan diri sebagai anggota HKI dengan membawa surat pindah dari HKI tempat tinggalnya semula. "Dulu di HKI Pardomoan Siborong-borong saya menjabat sintua," cerita Saur kepada I.M. Manulang, guru jemaat HKI Tarutung Kota. Manulang, anehnya, percaya saja cerita Saur, walau ia tidak pernah melihat surat pengangkatan Saur sebagai sintua HKI Pardomoan Siborong-borong. "Entah kenapa saya begitu percaya kepadanya," ujar Manulang kemudian. Sebab itu pula, Manulang mensponsori pengangkatan Saur sebagai sintua di Tarutung. Saur, yang dikenal jemaat sebagai anggota baru yang ramah dan pandai bergaul, terpilih menjadi sintua di HKI Tarutung Kota pada 1975. Sejak saat itulah Saur bertugas sebagai sintua. Ia berkewajiban membantu pelayanan jemaat. Setiap tahun ia berhak mendapat almanak gereja, bahan pakaian 2,5 m, dan satu setel jas berikut ongkos jahit Rp 25 ribu. Sebagai sintua, ia berhak pula menerima uang hamauliateon (terima kasih) dari jemaat dan pasangan yang menikah di gereja itu. Saur juga berhak dipilih menjadi wakil ketua jemaat. Pada 1983, kedok Saur terbongkar. Waktu itu Saur ikut pencalonan wakil ketua jemaat. Ia, kabarnya, mendapat simpati yang luar biasa dari para anggota jemaat sehingga mendapat suara terbanyak. Tapi lawan-lawannya mulai mengungkit-ungkit riwayat hidupnya. Mereka menuduh Saur tidak pernah menjadi sintua di mana pun sebelum pindah ke HKI Tarutung Kota. Akibat tuduhan itu, pemilihan wakil ketua jemaat di kota itu menjadi ricuh - sampai-sampai Muspida Tapanuli Utara turun tangan. Persoalan kemudian diambil alih Pendeta Bisara Pardede, yang membawahkan tujuh gereja di daerah itu. Berdasarkan penelitian Bisara, kuat dugaan Saur berbohong, hanya mengaku-aku saja menjadi sintua di Pardomoan Siborong-borong. Kasusnya kemudian diteruskan ke pOliSi dan kemudian menjadi urusan pengadilan. Di sidang, Saur memang terbukti berbohong. Pendeta O.T. Harianja, bekas pendeta di Pardomoan Siborong-borong, membantah cerita Saur. Saur, kata pendeta itu, hanya pernah diangkat sebagai ketua tim verifikasi komisi pembangunan di Pardomoan Siborong-borong. "Saya tidak pernah mentahbis-kannya dan menabalkannya sebagai sintua," kata Harianja. Berdasarkan itu, Jaksa Abner Sinaga menuduh Saur melakukan penipuan yang licik dan menuntut hukuman 2 bulan penjara dalam masa percobaan 6 bulan. Saur tidak membantah tuduhan berbohong, tapi ia menolak dituduh menipu. Ia katanya, berhasrat sekali menjadi sintua karena ingin menyampaikan firman Tuhan kepada umat manusia. "Dari jabatan itu saya hanya berharap berkah Tuhan. Apakah itu menipu?" katanya. Ternyata, tidak. Hakim Mujur Naipospos berkeyakinan bahwa pcngorbanan yang diberikan Saur untuk HKI tidak seimbang dengan hasil duniawi yang didapatkannya. Justru orang-orang yang menuduhnya penipu yang dituding Hakim Mujur melakukan tindakan yang bertentangan dengan Tuhan dan bersifat duniawi. "Orang-orang itu iri karena Saur terpilih sebagai wakil ketua jemaat," kata Mujur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini