Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Persero Di Ujung Tanduk

PT Aneka Usaha Perkebunan (AUP), perusahaan perawatan dan pembangunan pabrik gula, berada di ambang kebangkrutan, akibat salah manajemen, tidak adanya tender dan utang yang menumpuk. dirutnya diganti.(eb)

8 Juni 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH kepahitan juga yang diteteskan PT Aneka Usaha Perkebunan (AUP), persero, yang sejak 1982 telah memborong perawatan puluhan pabrik gula dan membangun beberapa pabrik gula baru. Sampai kini perusahaan tersebut masih merugi, bahkan kabarnya mempunyai utang sekitar Rp 5 milyar kepada para subkontraktornya. Para pemegang saham, yakni Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, dan beberapa PT Perkebunan, pekan ini hendak memecahkan persoalan AUP. Sebenarnya, diam-diam, Desember lalu, direktur utama serta seluruh direksi PT AUP sudah diganti. "Manajemen lama selalu membuat perusahaan menderita kerugian," kata sekjen Departemen Pertanian Sjarifudin Baharsjah, pekan lalu. Sejak semula, manajemen lama sulit memulai pembuatan neraca perusahaan. Dirut baru, Sudarto, yang menggantikan Ismoyo Haryanto, ditugasi membenahi organisasi dan administrasi PT AUP, tapi sampai sekarang rupanya belum bisa menyehatkan perusahaan. Karena itu, para pemegang saham hendak berkumpul untuk mencari jalan keluar. Sebenarnya, menurut satu sumber TEMPO, AUP sudah di ambang kebangkrutan. Sejak November lalu, perusahaan tidak pernah lagi memperoleh tender baru, sehingga memakan modal sendiri yang waktu itu tinggal Rp 1,4 milyar. Bila perusahaan tidak segera mendapatkan tender baru lagi, modalnya di perkirakan habis sebelum tahun ini. AUP, menurut Sjarifudin, memang punya kesulitan untuk mencari kredit bank. Kalau cuma soal dana, sebenarnya, gampang saja: minta saja dari pemerintah, yakni para pemegang saham. Masalahnya, bisakah manajemen AUP mengelolanya secara sehat - apalagi kalau dana tersebut merupakan pinjaman. AUP, mula-mula, memang cukup terpandang sebagai perusahaan penghasil barang modal untuk kebutuhan pabrik gula. Puluhan tender pabrik gula sisa Zaman Belanda yang perlu direhabilitasi dengan biaya Rp 31 milyar telah dimenangkannya. PT AUP, yang dibentuk dari penggabungan PN Aneka Jasa dan PD Dwikora - dua usaha negara yang mempunyai bengkel perawatan pabrik gula di Surabaya dan Semarang itu - memang sudah berpengalaman sejak Zaman Belanda. AUP ternyata sangat lincah untuk maju, sehingga mampu merebut tender proyek pembangunan pabrik-pabrik gula Sei Semayang di Aceh, Subang di Jawa Barat, dan Camming di Sulawesi Selatan, Cinta Manis di Palembang, dan Ketapang di Kalimantan Barat. Tapi kegesitan AUP memborong tender itu dinilai seorang ahli dari Bank Dunia, tahun lalu, tidak diimbangi dengan kelancaran penanganannya. Pabrik gula di Camming adalah contohnya. Proyek itu sebenarnya ditangani kontraktor Triveni, India, sedangkan AUP hanya sebagai subkontraktor. Seharusnya proyek itu rampung Mei tahun lalu. Wapres Umar Wirahadikusumah sempat turun untuk mengecek ihwal kelambatan itu. Kemudian AUP dan PTP XX, sebagai pemilik proyek, berjanji merampungkannya akhir tahun lalu. Sampai April lalu, pekerjaan baru rampung 92%, tapi diharapkan Juni ini sudah selesai. "Kalau September nanti belum juga mulai berproduksi, bahaya," kata Sjarifudin. Sebab, bahan baku gula, yang sudah mulai dihasilkan perkebunan di sekitar Camming terpaksa diangkut ke Bone untuk dijadikan gula merah. Kalau demikian halnya, tentu saja, proyek tersebut akan semakin lambat menghasilkan. Mungkin kelambatan itu tak seluruhnya merupakan kelalaian AUP. Lokasi proyek yang cukup terpencil di Sulawesi Selatan itu menyebabkan ketidak-terpaduan tersedianya dana, tenaga kerja, bahan bangunan, dan alat-alat berat. Tenaga teknis tak tahan lebih dari satu setengah bulan menunggu upah mereka. Lagi pula, kontraktor asing lemah dalam merancang sampai ke detail, padahal banyak teknisi Indonesia dari STM yang masih perlu diberi perintah dan petunjuk. Tak seluruh proyek digarap sendiri oleh AUP. PT Gruno Nasional, perusahaan industri mesin di Surabaya, menurut direktur produksinya, William Lumenkas Umbas Pondaag, juga kecipratan proyek pabrik gula Camming dan rehabilisasi hma pabrik gula di Jawa Timur. Gruno semula termasuk lima besar pabrik mesin di Zaman Belanda, bersama Braat (kini Barata), Bromo (kini Boma), Industrie (Indra), dan Vulkan (Bisma). Kini Gruno harus berebutan bersama puluhan perusahaan untuk mendapatkan bagian dari AUP. Namun, tak semua yang diperoleh dari AUP itu terasa nikmat. "Dua proyek kami pada AUP bernilai Rp 2 milyar sudah selesai, tapi sejak 1982 tagihan kami masih Rp 500 juta," kata Pondaag. Untuk perusahaan seperti Gruno, yang beraset Rp 2 milyar, tagihan tersebut cukup merepotkan. Untuk kegiatan proyek-proyek di AUP, Gruno sempat menikmati kredit Bank Bumi Daya, tapi sulit melunasinya. "Tertahannya tagihan itu menyebabkan perusahaan sudah dililit bunga, sehingga kepercayaan bank terhadap kami juga turun," keluh Pondaag. Dirjen Perkebunan Sjarifudin Baharsjah tampak terkejut ketika ditanya tentang utang-utang AUP kepada subkontraktor. Suatu sumber yang dikutip harian Sinar Harapan, pekan lalu, mengatakan bahwa utang AUP mencapai Rp 5 milyar. Tapi seorang bekas pimpinan AUP mengungkapkan, sebenarnya utang itu hanya sekltar Rp 1,5 milyar, dan perusahaan mampu membayarnya. Soalnya, tagihan AUP sendiri pada beberapa pabnk gula, yang mencapai Rp 2 milyar, juga macet. Tapi Sjarifudin mengakui bahwa hal itu akibat kelemahan manajemen AUP. Max Wangkar Laporan Biro Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus