Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Laporan Kekerasan Seksual Mandek 7 Tahun, Komisi Hukum DPR: Memang Tak Ada Bukti Perkosaan

Perempuan yang disebut sebagai korban kekerasan seksual, justru membantah cerita yang disampaikan oleh mantan suaminya kepada anggota DPR.

1 Januari 2025 | 19.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Audiensi korban dugaan perbudakan seksual dan penyiksaan terhadap anak dibawah umur kepada Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 19 Desember 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Habiburokhman menanggapi babak baru dugaan kekerasan seksual yang dilaporkan oleh YS, warga Solo, Jawa Tengah. Pengaduan YS ke Komisi III mengenai kekerasan seksual yang diduga terjadi kepada istri dan anaknya pada 2017 itu dibantah oleh AP, yang kini sudah berstatus sebagai mantan istri YS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Habiburokhman mengatakan, Komisi Hukum sudah mendengar keterangan dari AP. “Beliau sendiri membantah bahwa telah terjadi perkosaan,” kata Habiburokhman ketika dihubungi melalui pesan singkat pada Rabu, 1 Januari 2025. Laporan yang selama ini diklaim mandek bertahun-tahun oleh YS, kata dia, dibuat karena adanya paksaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyidik, lanjut Habiburokhman, juga menyampaikan bahwa tidak ada satu pun saksi atau bukti yang menunjukkan adanya pemerkosaan. “Sepanjang tidak ada bukti dan saksi yang menguatkan terjadinya perkosaan, maka kasus ini memang tidak bisa dilanjutkan.”

Hal yang sama juga berlaku untuk dugaan kekerasan seksual terhadap KDY, anak YS dan AP yang kini berusia 11 tahun. “Termasuk itu, tidak ada saksi dan tidak ada bukti,” kata Habiburokhman.

Sebelumnya, YS, 44 tahun, seorang pemilik kos-kosan 130 pintu di Surakarta, mengatakan bahwa istri (AP) dan putranya (KDY) menjadi korban kekerasan seksual pada pertengahan 2017. Dia memergoki DH, mahasiswa yang menempati kamar kos nomor 33, memperkosa istrinya. Pada 3 Oktober 2017, ia melaporkan DH ke Polresta Surakarta. Namun, laporan tersebut dihentikan dengan alasan kurang bukti.

YS mengklaim polisi telah memegang hasil visum yang menunjukkan adanya luka pada anus KDY dan kerusakan pada kemaluan AP. Sejumlah saksi juga telah diperiksa oleh penyidik Polresta Surakarta, termasuk putranya yang menjadi saksi sekaligus korban.

Di kantor pengacara Parulian Hutahaean di Kabupaten Bekasi, KDY memberikan kesaksian tentang kekerasan seksual yang dialami. Dia didampingi oleh YS dan  penasihat hukum Aslamsyah Muda. Menurut pengakuan KDY, ia dilecehkan oleh lebih dari satu laki-laki. "Bukan hanya (dilecehkan) Om DH. Tapi juga Santo dan Timun," ucap KDY kepada Tempo menyebut nama samaran dua terduga pelaku lain, Ahad, 22 Desember 2024. Santo dan Timun adalah teman akrab ayahnya yang kerap menginap di kos-kosan mereka. 

KDY menganggukkan kepala saat ditanya apakah pelecehan yang ia terima saat berumur lima tahun itu dilakukan lebih dari sekali. Namun, KDY tidak merasa perlu menyampaikan pelecehan itu pada ibunya yang melihat langsung. "Enggak, soalnya mamah sudah tahu,” ujarnya. Menurut KDY, ia juga menyaksikan DH memperkosa ibunya. 

Ditemui dalam kesempatan berbeda, AP justru membantah cerita yang disampaikan YS dan putranya. "Apa yang dikemukakan YS di DPR sama sekali tidak benar, termasuk anak saya yakni KDY yang disuruh mempraktikkan adegan sodomi," kata AP di Tanjunganom, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat, 27 Desember 2024.

AP menegaskan, cerita YS tentang kasus pemerkosaan itu hanyalah kebohongan. “Tidak ada kasus pemerkosaan yang menimpa saya maupun pencabulan kepada anak saya. Semuanya hanya cerita bohong YS,” kata AP.

Menurut AP, pada awalnya YS menuduh AP berselingkuh dengan DH. Ia bahkan menyekap dan menyiksa AP dan DH selama beberapa hari. Mereka dipaksa untuk mengakui perselingkuhan itu. Karena merasa tuduhan itu tidak berdasar, keduanya tidak mau mengakui. Beruntung DH bisa melarikan keluar dari kamar dan melarikan diri.

Selanjutnya, kata AP, YS memaksa dia untuk membuat laporan palsu tentang kekerasan seksual tersebut. Mereka mendatangi Satreskrim Polresta Solo dan melaporkan DH. “Saya dipaksa YS untuk membuat laporan palsu,” kata AP. “Padahal tidak ada kejadian pemerkosaan maupun pelecehan seksual ke anak saya.”  

Dian Rahma Fika dan Septia Ryanthie berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus