Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

LBH Padang Sesalkan Langkah BPK yang Tak Akomodasi CPNS Penyandang Disabilitas

LBH Padang menyayangkan sikap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang semena-mena terhadap kliennya, Alde Maulana, seorang penyandang disabilitas.

6 Mei 2021 | 06.22 WIB

Ilustrasi pelaksanaan Latsar CPNS. Foto/Istimewa
Perbesar
Ilustrasi pelaksanaan Latsar CPNS. Foto/Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Sumatera Barat, menyayangkan sikap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang semena-mena terhadap kliennya, Alde Maulana, seorang penyandang disabilitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alde telah lulus menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) di BPK Perwakilan Sumatera Barat, namun tidak diangkat menjadi PNS. Ia diberhentikan dengan alasan tidak sehat jasmani dan rohani. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"BPK semena-mena, tidak ada akomodasi khusus untuk mereka yang disabilitas. Bahkan klien kami, Mas Alde sempat dibully oleh instruktur," ujar Direktur LBH Padang, Indira Suryani, kepada Tempo secara daring pada 5 Mei 2021. 

Indira mempertanyakan BPK yang membuka jalur khusus penyandang disabilitas tapi tak melakukan pemetaan apa saja yang menjadi kebutuhan mereka. Dalam kasusnya kliennya, salah satu contoh, Alde tak diberikan keringanan untuk duduk ketika menjalani apel harian. 

Padahal Alde tak bisa berdiri dalam waktu terlalu lama. "Baru setelah Mas Alde masuk rumah sakit, mereka mengatakan, 'kalau kamu apel engga bisa sendiri, bisa duduk, jadi baru ada aksi', begitu," kata Indira. Saat itu, Alde sampai harus mengalami kejang-kejang sebagai akibat berdiri terlalu lama. 

Sebagai informasi, Alde mengalami stroke dan pembesaran atau penonjolan pembuluh darah otak. Untuk mencegah kondisi Alde semakin parah, dokter memasang ring di pembuluh otak. Kondisi kesehatan tersebut, membuat lapang pandang mata sebelah kiri buta 50 persen dan kondisi lumpuh layu atau kaku tangan dan kaki tangan derajat kecacatan pertama. 

Selain itu, BPK dianggap telah memberikan stigma terhadap Alde baik secara pribadi maupun posisi yang dipilih, yakni sebagai auditor. 

"Mereka menstigma ini pekerjaan berat. Sedangkan ada teman-teman diklat yang hamil, cuti, tapi tetap diangkat," kata Indira. 

Atas tindakan BPK itu, Alde dan LBH Padang melapor ke Komnas HAM, Ombudsman, dan Kantor Staf Presiden (KSP). Deputi V KSP kemudian menginisiasi mediasi antara Alde dan BPK.

Menurut dia, di awal mediasi pihak BPK membuka peluang merevisi SK Pemberhentian Dengan Hormat Alde dengan syarat ditemukan bukti baru. Alde pun melakukan pemeriksaan kesehatan mandiri di RSUP M Djamil. Hasilnya, pengujian pada 24 Agustus 2020 itu menyatakan Alde memenuhi syarat untuk jenis pekerjaan tertentu.

Hasil pemeriksaan tersebut kemudian diserahkan kepada BPK, dan meminta surat pemberhentian Alde direvisi. Setelah berbulan-bulan menunggu, BPK melalui Surat Nomor : 106/S/X/03/2021 menyatakan permintaan ini tidak dapat dipenuhi dengan berbagai alasan. "Menerima surat dari BPK membuat saya merasa hancur dan kecewa," kata Alde. 

 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus