Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELASAN penyidik meluncur ke tiga lokasi berbeda di Jakarta. Satu tim bergerak ke Jalan Biak, dua tim lain menuju Ancol dan Lenteng Agung. Pagi itu, ketika warga Ibu Kota masih terlelap, tim gabungan Buru Sergap Kepolisian Resor Jakarta Selatan dan Kepolisian Daerah Metro Jaya mendekati sasaran mereka. Tak sampai dua jam, operasi penangkapan pada Selasa pekan lalu itu berakhir. Di kediaman masing-masing, tiga orang itu menyerah tanpa perlawanan. Mereka langsung dijebloskan ke rumah tahanan Polres Jakarta Selatan.
Siang harinya, polisi melansir penangkapan tersebut. Ketiga orang yang dicokok itu disebut-sebut diduga ikut mengeroyok Raafi Aga Winasya Benjamin di Cafe Shy Rooftop gedung PapiÂlion, Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu dinihari, 5 November lalu. Ketiganya adalah H, 24 tahun, M alias T (27), dan F alias B (25). Dari penelusuran Tempo, tiga tersangka itu adalah Helmy, Maratoga, dan Fajar alias Franky alias Bacol. "Tuduhannya masih pengeroyokÂan," kata Kepala Polres Jakarta Selatan Komisaris Besar Imam Sugianto, Selasa pekan lalu.
Bersama 20 teman sesama pelajar SMA Pangudi Luhur, Raafi saat itu merayakan ulang tahun teman sekelasnya, Muhammad Arif. Raafi meregang nyawa di lantai dansa setelah pengeroyokÂan tersebut. Remaja 17 tahun ini bersimÂbah darah akibat luka tusuk di perutnya. Saat dibawa sejumlah temannya ke Rumah Sakit Siaga di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, nyawanya tak terselamatkan.
Kasus pembunuhan ini heboh karena Raafi ternyata anak Harnoko Dewantono alias Oki, terpidana mati kasus pembunuhan. Pada pengujung 1994, nama Oki menjadi buah bibir karena menjadi tersangka pembunuhan adiknya, Eri Triharto Darmawan, dan dua orang lain di Los Angeles, Amerika Serikat.
Kasus ini kian disorot karena, sebelum peristiwa berdarah tersebut, Raafi dan temannya diduga cekcok dengan sejumlah anggota 234 Solidarity Community atau biasa disingkat 234 SC. Semula SC singkatan dari Soerjosoemarno Clan atau juga dikenal sebagai akronim dari Siliwangi Club. Dari akun FaceÂbook resminya, 234 SC merupakan organisasi masyarakat di bawah naungan Pemuda Pancasila, yang dipimpin Japto Soerjosoemarno. 234 SC dipegang anak Japto, Sahid Abishalom, atau lebih dikenal Abi Japto.
Mereka datang ke kafe di lantai lima gedung The Papilion itu untuk merayakan ulang tahun Michael Joseph Luhukay yang ke-24. Selain mengundang teman dekatnya, anak bekas wakil direktur salah satu bank swasta nasional itu mengajak beberapa teman sesama anggota 234 SC. Mike—begitu Michael biasa disapa—dan 16 temannya ini mengisi meja persis di sebelah kanan kelompok Raafi. Kedua kelompok tidak saling kenal.
Kepada Tempo, juru bicara 234 SC, Sher Ahmad Reza Awan, membenarkan ada anggota 234 SC di acara Mike itu. Misalnya, kata dia, Febrie Awan, 41 tahun, dan istrinya, Violetha Caecilia Maria Constanza atau Connie. Lalu ada juga Helmy dan Abel. Mike sendiri, kata dia, terdaftar sebagai anggota 234 SC. Selain mereka, Reza mengaku tidak tahu siapa lagi tamu Mike. "Febrie dan Connie orang tua saya," katanya.
KENDATI penusuk Raafi belum ditemukan, penangkapan tiga orang itu menjadi langkah maju kepolisian. Semula polisi mengaku masih samar-samar menunjuk pihak yang berseteru dengan kelompok Raafi. Dalihnya, menurut Imam, minim barang bukti. Misalnya, kata dia, kamera closed-circuit television (CCTV) di dalam kafe tidak jelas merekam kejadian. Lokasi itu juga sudah dibersihkan sebelum aparat datang. Pisau untuk menusuk Raafi juga belum ditemukan.
Yang juga menyulitkan, ujar Imam, kesaksian dari pihak yang diduga berseteru tidak sinkron. Polisi menunjuk kelompok Mike diduga berseteru dengan kelompok Raafi. Dari pemeriksaan, polisi menilai kelompok Mike terkesan melindungi satu sama lain.
Kesaksian sejumlah siswa Pangudi Luhur, misalnya. Menurut ketua tim kuasa hukum SMA Pangudi Luhur, Mahendradatta, ketika Raafi dan temannya berjoget, ada seseorang yang menabrakkan badannya beberapa kali ke arah Raafi. Setelah itu, ada teman Raafi yang ditarik kerahnya oleh orang tersebut. Pada saat bersamaan, teman Raafi yang lain dipukul dua orang dari kelompok mereka. Keributan ini sempat dilerai dua petugas keamanan.
Menurut sejumlah saksi, setelah petugas satpam melerai, Raafi melempar puntung rokok ke arah kelompok tadi. Namun Mahendradatta membantah ada insiden itu. "Tidak ada insiden itu," katanya.
Menurut Mahendradatta, seorang berbaju putih kembali memukul teman Raafi. Keduanya lalu terlibat perkelahian. Raafi berada di sebelah temannya itu. Lalu pelajar Pangudi Luhur yang terlibat perkelahian ini jatuh di depan meja disc jockey, Alphakharisma. Pada saat keluar dari kerumunan, ia baru menyadari lengan kanannya tertusuk. Tak lama kemudian, Raafi tersungkur. "Lalu ada sepasang pria dan wanita lewat," kata Mahendradatta.
Kepada penyidik, para siswa Pangudi Luhur menyebut ciri-ciri empat orang yang bertengkar dengan mereka. Orang pertama, disebut sebagai pemancing keributan, mengenakan baju putih, berambut cepak, gemuk, dan tinggi sekitar 170 sentimeter. Orang kedua memakai topi, pendek, berambut cepak, dan usianya lebih tua dari yang lain. Sedangkan dua lainnya berambut pendek-lurus, tingginya sekitar 170 sentimeter, dan berkulit sawo matang. Orang kedua dan keempat disebut-sebut sebagai pelaku pemukulan. Satu di antaranya, kata dia, penusuk Raafi.
Kelompok Mike punya cerita sendiri. Penuturan Connie, misalnya. Kepada penyidik, ia menuturkan datang ke kafe bersama Febrie, Maratoga, Helmy, dan Abel. Saat tengah berjoget, Connie mengaku didorong dua kali oleh dua orang dari belakang. Ia lantas dibawa ke meja Mike oleh Toga, Helmy, dan Abel. Karena ada dorong-dorongan itu, kata Connie, ia dan suaminya bersama Toga dan Abel pulang.
Cerita Mike kepada penyidik mirip kesaksian Connie. Namun, menurut Mike, malam itu tidak ada keributan di kafe tersebut. Febrie, Connie, dan tiga temannya pulang lebih awal. Mike mengaku sebelumnya tidak mengenal tiga orang yang dibawa Febrie dan Connie. Dua hari kemudian, Mike mengaku didatangi polisi. "Polisi bertanya tentang Febrie," katanya.
Setelah itu, polisi meminta Mike mengantar mereka ke rumah Febrie di Depok. Ketika mereka sampai di sana, kata dia, Febrie dan istrinya sudah di markas Polres Jakarta Selatan. Mike semula menduga Febrie menyerahkan diri. Di sana, Mike bertemu juga dengan Toga dan Helmy. Namun ia mengaku tidak melihat Franky, teman Febrie yang datang ke acaranya. Dalam kesaksian Connie, Franky disebut sebagai Abel.
Keterangan yang tidak beririsan itu membuat kepolisian lamban mengungkap kasus ini. Menurut sumber Tempo, titik terang mulai tampak setelah polisi memeriksa sopir taksi yang mengantar dua penumpang kafe sesaat setelah kejadian. Kepada penyidik, sopir tersebut mengatakan mendengar percakapan mencurigakan penumpangnya. "Sudah dibereskan anaknya," demikian salah seorang penumpang berbicara kepada seseorang melalui telepon seluler. Sejenak kemudian, ia berbicara lagi. "Iya… iya… aman. Pokoknya aman."
Setelah menurunkan dua penumpangnya di sekitar Jalan Biak, Jakarta Barat, sang sopir balik lagi ke Papilion. Di sana baru ia ngeh setelah mendapat keterangan dari petugas satpam bahwa ada tamu kafe yang ditusuk. Imam Sugianto mengatakan kesaksian sopir taksi ini merupakan petunjuk baru siapa penusuk Raafi. "Kami bisa melacak pelakunya."
Menurut sumber Tempo di kepolisian, salah satu penumpang di taksi itu memiliki ciri-ciri mirip Helmy. Setelah polisi mengantongi hasil forensik kamera CCTV di luar kafe, kata dia, empat orang yang diduga berseteru dengan Raafi pun terdeteksi. Mereka di antaranya Helmy, Maratoga, dan Fajar alias Bacol. Dalam kesaksian Mike, Fajar disebut sebagai Franky. Polisi yakin dari tiga orang ini akan meluncur pengakuan siapa penusuk Raafi.
Menurut sumber itu, tiga orang ini diduga anggota 234 SC. Kini, kata dia, polisi masih memburu orang bernama Robin Siregar di Bandung. Ia diduga salah seorang yang ikut mengeroyok Raafi. Pengacara 234 SC, Lisa Agustiana, membantah anggapan bahwa tiga tersangka itu anggota 234 SC. "Kalau yang diperiksa memang ada, jumlahnya empat," katanya.
Pihak Pangudi Luhur menyesalkan langkah polisi yang hingga kini belum juga menemukan penusuk Raafi. Seharusnya, kata Mahendradatta, polisi terlebih dulu menemukan pelaku utamanya. Setelah itu, baru pelaku pengeroyokan, bukan sebaliknya. Ia meminta polisi mewaspadai adanya pemeran pengganti dalam kasus ini. "Semua tahu tamu kafe itu kalangan orang berduit," katanya.
Anton Aprianto, Mahardika Satria Hadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo