Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Lilitan maut di kamar 905

Seorang lelaki berumur 40-an tewas di Hotel Aryaduta dibawah kasur dengan sekujur tubuh penuh luka dan lilitan tali yang mematikan. Polisi belum dapat memastikan sebab terjadinya pembunuhan. (krim)

29 Desember 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LELAKI berumur 40-an yang sudah tak bernyawa itu seperti terjerat jaring laba-laba raksasa: sekujur tubuh terlilit tali plastik berwarna merah. Ikatan di kedua tangan, kedua kaki, dan leher sedemikian kencang sampai menimbulkan luka. Cara mengikatnya pun, "Rapi, seperti dirajut," komentar seorang petugas. Korban itu ditemukan di kamar nomor 905 Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu sekitar pukul 15.30, di bawah kasur. Posisinya tertelungkup, kepala agak miring ke kiri, dan sekujur tubuh penuh luka bekas pukulan. Tapi, menurut sumber di LKUI, pukulan-pukulan yang diterimanya tak cukup keras dan mematikan. Kematian memang bisa dipastikan akibat tercekik lilitan tali di lehernya. Tapi, siapa korban sebenarnya, sampai Sabtu pekan lalu belum diketahui. "Tak dijumpai ada tanda pengenal apa pun tentang dirinya," ujar Letnan Kolonel Usman Ibrahim, kepala Direktorat Serse Polda Jakarta, kepada Bunga Surawijaya dari TEMPO. Yang baru diketahui adalah ciri-cirinya: kulit kehitaman, bertubuh kurus, tinggi sekitar 155. Ia ternyata juga mengidap sakit wasir dan paru-paru. Menilik pakaian dan tampangnya, tampaknya ia bukan potongan cukong. Sebab, celana biru tua dan baju kuning muda yang dikenakannya kelihatan lusuh dan bukan dari bahan yang mahal. Kaus kakinya yang berwarna merah bahkan sudah berlubang-lubang. Korban paling-paling setingkat pesuruh atau pegawai harian. Yang menarik, di atas meja di kamar nomor 905 itu, polisi menemukan secarik kertas yang tertindih kaca mata baca. Pada lembaran kertas tadi ada tulisan tangan dengan huruf besar, berbunyi: "JONI, MORPIN HARAP DISELESAIKAN." Lalu, agak ke bawah, ada tulisan mirip tanda tangan: BANDUNG. Entah pukul berapa korban masuk ke kamar di lantai sembilan hotel berbintang empat itu. Namun, ia memang bertamu ke sana. Penyewa kamar maut itu adalah - seperti dituturkan petugas di Aryaduta - seorang pria bertuhuh agak tinggi, sekitar 165, berpakaian perlente dan rambut keriting. Ia mengaku bernama Karim. Dalam SIM B yang disodorkan, tertera alamatnya: Jalan Kebon Nanas RT 01/02. Tapi di buku pendaftaran tamu, ia menulis alamat lain, Kompleks MPR No. 21. Sewaktu dicek, di kedua alamat tersebut ternyata tak ada yang bernama Karim. SIMnya juga diduga palsu, karena tak tercatat dalam arsip Polantas Polda Jakarta. "Karim" kini diburu polisi. Dari tulisan tangan yang ditemukan - kalau bukan informasi yang msnyesatkan ada dugaan bahwa pembunuhan itu berkaitan dengan masalah narkotik. Bisa jadi, korban dibunuh karena dianggap hendak membelot, mengingkari janji, atau dinilai tidak becus bekerja oleh komplotannya. "Pengedar narkotik yang mau insaf, biasanya, memang dicoba dihabisi oleh sindikatnya. Mereka takut orang yang hendak insaf itu nyanyi - membeberkan rahasia," kata sebuah sumber. Namun, polisi cukup hati-hati. Belum dipastikan adakah antara surat yang ditemukan dan kasus pembunuhan itu ada hubungannya. Tak tertutup kemungkinan, surat tadi justru untuk mengalihkan perhatian, agar penyidikan berjalan ke arah yang salah. "Hal semacam itu sudah menjadi taktik penjahat intelek," kata sumber yang tadi. Polisi memang mendapat kesan, pembunuhan di Aryaduta itu bukanlah sekadar urusan balas dendam biasa. Hanya, kemungkinan soal narkotik jelas tak dikesampingkan sama sekali. Korban kini tengah diautopsi untuk memastikan apakah dia seorang pecandu obat bius atau bukan. Hasilnya, kata sumber TEMPO, baru bisa diketahui pekan ini. Beberapa tersangka kasus narkotik yang kini ditahan polisi telah pula diminta mengenali korban. Namun, mereka umumnya menyatakan tidak mengenal mayat yang penuh lilitan tali itu. Kuat dugaan, korban dianiaya cukup lama oleh lebih dari satu orang, tanpa tanda-tanda adanya perlawanan. Keadaan kamar 905 itu masih tetap rapi. Hanya sebuah gantunan baju dari aluminium yang diketahui bergeser dari tempatnya di dinding, berpindah ke atas lemari pakaian. Sangat mungkin benda itu sempat digunakan oleh si pembunuh entah untuk apa. Tapi bisa juga benda tersebut terjatuh, lalu dipungut, dan ditaruh di atas lemari. Dari hasil pemeriksaan mayat, diperkirakan korban meninggal 6 - 10 jam sebelum ditemukan, atau sekitar pukul 05.00 sampai 09.00. Lilitan-lilitan bak sarang laba-laba mungkin dimaksudkan oleh si pembunuh agar bila korban ternyata tidak mati, masih cukup waktu baginya untuk melarikan diri. Toh, dalam keadaan terikat erat, ia masih dihimpit dengan kasur yang cukup berat. Menurut sebuah sumber di Hotel Aryaduta, kecurigaan terhadap kamar nomor 905 bermula pada pukul 14.30. Setengah jam sebelumnya, tamu yang menyatakan hanya akan menginap semalam dan sudah membayar Rp 50 ribu semestinya sudah harus permisi keluar. Ternyata, waktu kamar tersebut didatangi, pada pintu tergantung tulisan Don't disturb. Tulisan itu diketahui paling tidak sudah tergantung semenjak pukul 09.00. Dua petugas pembersih kamar, Sumadi dan Ero, lalu masuk dengan kunci cadangan. Keduanya menjumpai kamar dalam keadaan rapi. Mereka sempat menepuk-nepuk tempat tidur yang kelihatan sedikit menonjol. Keduanya tak menaruh curiga. Petugas hotel lain, yang pada pukul 12.30 memeriksa isi lemari es di kamar itu, juga tak curiga. Barulah, ketika Zuwahir Noor - petugas yang lain - meneliti lebih jauh, ia mendadak pucat. Ia memanggil Sarlan, bosnya, untuk sama-sama menyaksikan adanya mayat di bawah tempat tidur. Polisi segera didatangkan. Selain menemukan makanan kecil dan dua botol minuman keras, polisi cukup beruntung karena bisa menemukan beberapa sidik jari. Penemuan itu diharapkan bisa membantu menyingkap misteri pembunuhan di kamar 905 itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus