TERNYATA, tidak semua terdakwa manipulasi sertifikat ekspor (SE), yang merugikan negara puluhan milyar, buron dan terpaksa diadili secara (in absentia). Pekan-pekan ini, Pengadilan Negeri Jakarta Utara tengah mengadili satu-satunya tersangka manipulasi SE yang tak sempat lari dari belasan orang yang buron -- Loe Solemn Lukman. Direktur Utama PT Bahamur itu diseret Jaksa Taslim Hasyim ke sidang dengan tuduhan, sejak April 1984 sampai Mei 1985, memanipulasikan ekspor 32.200 lusin sepatu dan 314.800 lusin pakaian jadi. Berkat permainan kotor itu, kata jaksa, Loe menerima fasilitas SE dari pemerintah -- berupa insentif khusus bagi ekspor nonmigas sebesar Rp 4,5 milyar. Cara kerja Loe Solemn Lukman alias Loe Djie Kie, 66 tahun, dalam mengelabui pemerintah terhitung lihai. Ia, menurut jaksa, atas nama PT Bahamur, berhasil memperoleh insentif SE untuk ekspor sepatu olahraga, merk Cost. Padahal, sesungguhnya, sepatu itu dibelinya -- bukan diproduksi sendiri dari beberapa perusahaan lain, di antaranya PT Cost Raya. Dan para produsen sepatu tersebut sama sekali tak tahu-menahu bahwa produksinya diekspor oleh PT Bahamur untuk mendapatkan fasilitas SE. "Jadi, sebenarnya PT Bahamur tidak berhak memperoleh SE tersebut," ujarnya di persidangan. Pada waktu yang sama, Loe juga berhasil mendapatkan fasilitas SE dari ekspor pakaian jadi. Perusahaan itu, sejak Maret 1984 memang mendapat izin ekspor pakaian jadi, dengan kapasitas produksi hanya 17.500 lusin per tahun. Ternyata, diam-diam ia tak lagi memproduksi sendiri pakaian jadi itu. Untuk mendapatkan fasilitas SE itu, ia mengekspor pakaian jadi hasil produksi 11 perusahaan pakaian jadi lainnya. Dengan modus begitu, sejak April 1984 sampai Mei 1985, melalui Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Loe melapor, melalui pelabuhan Tanjungpriok, telah 56 kali mengekpor 32.200 lusin sepatu dan 314.800 lusin pakaian jadi, ke Jeddah, Arab Saudi. Permainan Loe itu, menurut jaksa, tak akan berlangsung mulus tanpa bantuan oknum petugas Bea Cukai. Salah seorang dari mereka, Kepala Bidang Bea Cukai Tanjungpriok, Menyok Wiyono, yang akan diadili secara terpisah. Pejabat itu, konon, dengan gampang menyetujui permohonan SE PT Bahamur, tanpa memeriksa kebenaran ekspor perusahaan itu. Kejahatan Loe itu baru terbongkar setelah tim operasi Artha Reksa -- gabungan Opstibpus, Departemen Keuangan, Kejaksaan dan BPKP -- yang diketuai E.Y. Kantcr, Dcsember 1985, mengusut penyalahgunaan fasilitas SE. Ternyata, fasilitas SE, yang sejak diberlakukan 1979 sampai April 1985 telah menghabiskan dana pemerintah Rp 500 milyar, banyak dimanipulasikan. Sckitar 5.500 berkas PEB, misalnya, ternyata palsu -- sehingga negara rugi puluhan milyar. Karena itu pula, sejak April 1986, fasilitas SE dihapuskan pemerintah. Menariknya, dari puluhan perkara SE. yang diajukan ke pengadilan, belasan terdakwanya buron -- salah satu di antara mereka, Frans Limasnax, tertangkap kembali. Satu-satunya terdakwa manipulasi SE itu yang tak sempat lari adalah Loe tadi. "Cuma dia pelakunya. Perusahaan lain tak terlibat karena hanya melakukan transaksi dagang biasa dengan Loe," kata Jaksa Taslim, yang menjaring Loe dengan undang-undang antikorupsi. Tapi Loe membantah telah memanipulasikan dana SE sebesar Rp 4.5 milyar. Menurut Loe, angka Rp 4,5 milyar itu adalah nilai total ekspor sepatu dan pakaian jadi PT Bahamur ke Arab Saudi. Fasilitas SE yang diterimanya, kata ayah tujuh anak itu, hanya sekitar Rp 450 juta. "Uang itu sudah saya gunakan untuk menambah modal ekspor sepatu lagi," ucap Loe.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini