Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Main tembak cara lahat

Ibnu hajar, warga desa tanjung ning simpang, lahat, sumsel, ditembak dua oknum polisi. ia dituduh sebagai residivis yang diincar polisi. ibnu menyangkal, bahkan uang rp 35o ribu diambil oknum tersebut. kini ia lumpuh.

17 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBNU Hajar, 28 tahun, kini jadi beban keluarganya. Untuk buang hajat saja, seorang pemuda itu harus ditolong. Menurut visum dokter, kaki kirinya lumpuh seumur hidup. Sebutir peluru telah menembus betis dan pahanya hingga persendiannya remuk. Lututnya semakin membengkak. Pahanya perlahan mengecil sehingga praktis kaki kiri lelaki kekar itu tak bisa bergerak. Derita yang menimpa Ibnu lagi-lagi tak perlu terjadi. Dua oknum polisi, Sersan Kepala Komron Zein dan Sersan Kepala Baguis, tanpa alasan apa-apa menembak Ibnu di depan umum. Menariknya, menurut korban, kedua oknum itu juga mencomot duit Rp 350 ribu dari sakunya, begitu ia roboh kena "dor". Belakangan, ketika kasus itu sampai ke Pom ABRI, pihak polisi menuduh Ibnu seorang residivis "bajing loncat" yang sudah lama diincar polisi. Kisah dari Desa Tanjung Ning Simpang, Kecamatan Tebingtinggi, Lahat, Sumatera Selatan, itulah yang pekan-pekan ini diperiksa Pom ABRI di Lahat. Pihak Pom ABRI turun tangan setelah Ibnu dan kepala desa (kades) setempat, Alifiah Sakin, mengadukan kasus itu. Petang, 31 Juli lalu, Ibnu tengah mengobrol dengan temannya, Harun, di balai-balai di tengah desa. Tiba-tiba muncul dua lelaki memanggil namanya. Tanpa curiga Ibnu menghampiri. Entah mengapa mereka langsung merogoh saku celana Ibnu. Tentu saja ayah seorang anak ini mundur. Namun, tanpa "ba-bi-bu", seorang di antara tamu itu langsung menembak lutut Ibnu. Lelaki itu roboh. Sejumlah penduduk pun datang berkerumun. Nah, itu tadi, keduanya masih sempat meraih duit Rp 350 ribu itu, sebelum melompat ke sebuah truk yang lagi melintas. Ibnu segera dilarikan ke RSU Lubuklinggau, tapi hanya lima hari ia dirawat di sana, dan keluarganya membawanya pulang ke rumah. Maklum, Ibnu tergolong miskin. Duit Rp 350 ribu itu pun adalah pinjaman dari saudaranya untuk berdagang getah. Untunglah, Harun dan sejumlah saksi mata lainnya mengenal kedua orang yang kabur itu sebagai oknum polisi. Bertolak dari situ Alifiah membuat pengaduan ke Dan Pom ABRI Kodam II Sriwijaya di Palembang. Instansi ini pun memerintahkan bawahannya di Lahat agar memeriksa kasus itu pada awal Oktober 1990. Nah, setelah itulah kasus ini semakin berkembang menarik. Usai pemeriksaan Pom ABRI, pada 16 Oktober lalu Ibnu malah dipanggil Polsek Tebingtinggi. Ia dituduh terlibat kejahatan "bajing loncat" pada Maret 1990 lalu. Ibnu tak melayani panggilan itu dengan dalih kakinya lumpuh. Lagi pula, tuduhan bajing loncat itu baru muncul justru setelah pengaduan Ibnu ditangani Pom ABRI. "Buktinya, waktu mereka menembak Ibnu dulu, kok, malah polisi itu melarikan diri," kata Alifiah, yang dua pekan lalu melaporkan pemanggilan polisi itu ke Pom ABRI. Kapolsek Tebingtinggi, Letnan Dua Wahban Jamin, yang ditemui Alifiah, ternyata tak bisa menjelaskan kasus bajing loncat itu. Misalnya, kapan dan di mana kejadiannya dan siapa korbannya. Ibnu, yang ditemui TEMPO, juga menyangkal. "Jika benar dihukum mati pun saya mau," katanya. Selain merasa terhina, sanak familinya terpaksa beriuran Rp 2 juta untuk pengobatan Ibnu. Ayah Ibnu malah terpaksa menjual sawah senilai Rp 1 juta. Kapolres Lahat, Letnan Kolonel Kandaw D. Walangare, mengatakan kedua anak buahnya itu sebelum diperiksa Pom ABRI lebih dahulu diperiksa provos. Menurut Kandaw, Ibnu ditembak karena mencoba melawan dengan sebilah pisau. Tuduhan ini juga disangkal Ibnu. Ia, katanya, ketika itu memang membawa pisau, lazimnya penduduk di desa penghasil getah, tapi tak pernah melawan petugas. Kandaw juga membantah bahwa Komron dan Baguis melarikan diri setelah menembak korban. "Mereka lari karena takut dibantai massa," katanya. Tentang uang Rp 350 ribu itu pun dinilai Kandaw cuma alasan Ibnu belaka. Memang belum bisa dipastikan siapa yang benar di antara kedua pihak. Yang pasti, kata sumber TEMPO di Pom ABRI Lahat, kedua oknum polisi itu salah karena main tembak. Bersihar Lubis & Marlis (Palembang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus