SEBAGAI orang yang tahu hukum, tergolong pengacara senior pula
di seantero Medan, kalah digugat kliennya sendiri tentu
merupakan pengalaman pahit. Apalagi rumahnya turut disita
sebagai jaminan. "Menjatuhkan karir saya," ujar Advokat
Mahjoedanil sengit.
Tapi itulah putusan pengadilan, akhir bulan lalu, yang
mempersalahkannya: melalaikan kewajiban bagi kliennya.
"Saya seperti tak percaya membaca berita itu," ujar pengacara
tersebut. Berita kekalahanya di pengadilan memang menjadi
berita hangat di Medan. Maka ia pun memasang berita bantahan.
Isinya kurang lebil tsk mengenal si penggugat dan tidak
pernah menjadi pengacaranya.
Berita, bohong? Mahjoedanil dan rekan sekantornya, Alifuddin &
Adhnan Gusti dari "Mahjoedanil SH & Associates", memang dialah
berperkara. Mereka harus membayar ganti rugi kepada kliennya,
Thalib, sebesar Rp 60 juta. Rumah Mahjoedanil di Jalan Juanda
No. 26 disita sebagai jaminan. Soalnya, mereka tidak meneruskan
permintaan kasasi ke Mahkamah Agung, hingga tenggang waktu
kasasi bagi perkara Thalib habis.
Thalib sebelumnya memberi kuasa kepada Kantor Pengacara
Mahjoedanil dkk untuk menggugat orang yang dianggapnya menggarap
tanahnya, 8000 mÿFD, sekitar 15 km dari Medan. Untuk berurusan
dengan kantor pengacara, Thalib menyerahkannya kepada ayahnya,
Man Singh.
Menurut Man Singh perjanjiannya dengan kantor pengacara sebagai
berikut: bila menang ia akan membayar 10% dari harga tanah yang
digugat sebagai honor pengacara. Itu belum termasuk semua biaya
perkara di berbagai tingkat pengadilan. Untuk itu Singh harus
membayar panjar Rp 100 ribu pada tiap tingkatan - bila tergugat
naik banding atau kasasi.
Menganggap Enteng?
Pada tingkat pertama gugatan Singh melalui Kantor Mahjoedanil
dkk dimenangkan pengadilan. Tergugat naik banding. Dan di
Pengadilan Tinggi, Thalib kalah. Maksudnya naik kasasi di
Mahkamah Agung. Tapi, menurut Singh kemudian, ternyata
pengacaranya lalai mengurusnya. Sehingga tenggang waktu yang
diminta undang-undang terlampaui. Habislah upaya hukum bagi
Thalib dan membuat dia benar-benar kalah.
Merasa tak diurus sebagai mestinya, awal Desember lalu ia
menggugat pengacaranya, yang tergabung dalam Kantor Mahjoedanil
dkk -- dengan tuduhan lalai mengajukan kasasi. Ia menuntut ganti
rugi Rp 160 juta. Mahjoedanil mencoba mengelak dan melemparkan
tanggungjawab kantor pengacaranya -- dan dirinya sendiri -- ke
pundak salah seorang rekannya: Alifuddin. Yang mengurus perkara
Thalib, 'katanya, rekannya itulah.
Tapi dalihnya ditolak Hakim Nyonya S.D. Lumbantobing, yang
menangani gugatan Thalib tersebut. Karena para pengacara
tersebut bergabung dalam associates, menurut hakim,
tanggungjawab mereka terhadap perkara juga bersama-sama.
Apalagi, kata hakim pula, ketiga pengacara itu secara
bersama-sama menerima kuasa dari Thalib -- terbukti dari
tandatangan mereka di atas surat kuasa yang diteken Thalib.
Kepada TEMPO, Alifuddin menyatakan, sebenarnya Thaliblah yang
lalai memenuhi kewajibannya. "la terlambat datang meneken akta
kasasi dan tidak menyetor uang untuk itu," kata Alifuddin. "Dia
memang klien yang seret uangnya," katanya pula, sehingga "banyak
uang dari kantung saya sendiri keluar untuk mengurus
perkaranya."
Keterangan itu dibantah Man Singh. Ia mengaku telah memenuhi
semua persyaratan. Misalnya, ia telah membayar semua biaya
perkara, sampai Rp 1,3 juta. Memang tak semuanya ada kwitansi
atau tanda terima -- karena saling percaya saja. Soalnya,
menurut sumber di pengadilan, "para pengacara itu memang
menganggap enteng perkara kecil."
Mahjoedanil berprasangka juga. "Ini pasti ada pihak ketiga yang
mengipas sengaja merusak karir saya," kata pengacara dan bekas
pemimpin redaksi Harian Mercusuar yang lagi nanjak karirnya itu.
Ia tak menyebutkan siapa si pengipas dan dugaan ini entah
disampaikan kepada hakim di Pengadilan Tinggi yang mengurus
bandingnya atau tidak. Kita tunggu saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini