Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri Irjen Pol Marthinus Hukom ditunjuk sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) menggantikan Komjen Petrus Golose yang telah purnatugas. Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menteken beleid pemberhentian Petrus dan pengangkatan Marthinus itu dalam surat Keputusan Presiden Nomor 182/TPA Tahun 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Presiden telah menandatangani Keppres pemberhentian Bapak Petrus Golose sebagai Kepala BNN, dan pengangkatan Bapak Irjen Pol. Marthinus Hukom sebagai Kepala BNN yang baru,” kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana dalam pesan singkat di Jakarta, Senin malam, 4 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Marthinus Hukom banyak menghabiskan waktunya di kesatuan antiterorisme sepanjang berkarier di kepolisian. Jabatan yang diembannya di reserse antiterorisme antara lain Kepala Tim atau Katim Anti Teror Bom Polda Metro Jaya pada 2002, Analis Intelijen Satgas Anti Teror Polri pada 2002 hingga 2015, dan Kabid Intelijen Densus 88 Antiteror Polri pada 2010 hingga 2015.
Selain itu, dia juga pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Densus atau Wakadensus 88 Antiteror Polri pada 2015 hingga 2016. Jabatan ini kembali diembannya pada 2018 hingga 2020 sebelum akhirnya ditunjuk sebagai Kepala Densus 88 Antiteror Polri hingga 2023. Terbaru, jabatan terakhirnya di Densus 88 itu dilepasnya setelah Jokowi menunjuknya sebagai Kepala BNN.
Irjen Pol Marthinus Hukom boleh dibilang punya banyak jasa sebagai insan anti teroris. Kariernya di kepolisian banyak diluangkan di bidang reserse, utamanya anti teror. Ia dikenal sebagai sosok yang andil dalam penangkapan Ali Imron, pelaku teror Bom Bali. Ia juga tercatat ikut dalam penangkapan teroris Nasir Abbas, Azahari bin Husin dan Noordin Mohammad.
Berikut rekam jejak Irjen Pol Marthinus Hukom saat di Densus 88 Antiteror Polri
Penangkapan Ali Imron
Dinukil dari Majalah Tempo, edisi Ahad 1 Desember 2002, pada pertengahan Oktober 2002 terjadi aksi teror bom Bali I yang dilakukan Ali Imron, Imam Samudra, dan Amrozi. Dalam kasus bom Bali, Ali Imron alias Alit yang juga adik kandung Amrozi berperan membawa minibus Mitsubishi L-300 dari Lamongan ke Kuta. Dia pula yang menyetir mobil tersebut ke titik pemboman di Paddy’s Café dan Sari Club pada 12 Oktober 2002.
Marthinus Hukom, mantan Kepala Tim atau Katim Anti Teror Bom Polda Metro Jaya periode 2002 yang ketika itu menjabat sebagai Analis Intelijen Satgas Anti Teror Polri ikut melakukan perburuan. Ali Imron akhirnya berhasil ditangkap oleh kepolisian pada Januari 2003 di wilayah Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Bersama Irjen Pol (Purn) Carlo Brix Tewu, Marthinus disebut menjadi salah satu anggota tim yang berhasil menangkap teroris tersebut.
Penangkapan Nasir Abbas
Pada April 2003 lalu, polisi berhasil menangkap teroris Nasir Abbas, kepala wilayah atau Mantiqi tiga kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di Bantar Gebang, Bekasi. Selain Abbas, warga negara Malaysia itu, polisi juga menangkap 17 orang yang terkait dengan JI. Marthinus mengaku menjadi salah satu anggota tim yang dipimpin langsung oleh Saud Usman Nasution, menangkap teroris Asia Tenggara itu. Kala itu, Abbas, kata Marthinus meminta ditembak mati.
“Saya menangkap Nasir Abbas, ketika saya menangkap dia, permintaan dia sambil berantem adalah matikan saya saja, tembak saja,” kata Marthinus pada Maret 2022 lalu.
Adapun Nasir Abbas merasa menyesal dan mengakui kesalahannya dalam mengambil keputusannya itu. Ia mengaku terjebak dalam Jaringan Jamaah Islamiyah yang melakukan kegiatan teror di berbagai wilayah Indonesia.
Penangkapan Azahari bin Husin
Marthinus Hukom juga terlibat dalam penangkapan Azahari bin Husin alias Dr Azahari pada November 2005. Marthinus disebut menjadi salah satu anggota tim investigasi yang mencari keberadaan dalang Bom Bali itu. Dalam kasus ini, Marthinus berperan memantau pergerakan anak buah Azahari yakni Yahya Antoni alias Cholili.
Akhirnya Azahari berhasil ditangkap di wilayah Demak, Jawa Tengah. Pada Maret 2022 lalu Martinus menceritakan kembali kisah penangkapan itu. “Ketika kita menangkap dr Azahari kita menangkapnya di rumah. Apa yang terjadi? Dia membalas dengan bom, 12 bom dia lemparkan ke arah kita,” ujarnya. Marthinus pun mendapatkan kenaikan pangkat kehormatan Kenaikan Pangkat Luar Biasa dari Kompol ke AKBP atas penangkapan Azahari bin Husin.
Penangkapan Noordin M Top
Saat menjabat Analis Intelijen Satgas Anti Teror Polri, Marthinus juga kembali dilibatkan dalam operasi penangkapan teroris Noordin M Top pada 2009. Pengejaran terhadap Noordin dilakukan buntut aksi teror bom di Mega Kuningan, Jakarta. Keberadaannya berhasil dilacak usai anggota Densus 88 menangkap Ahmad Puji Prabowo alias Bejo dan Sukono, di Solo, Jawa Tengah, pada September 2009.
Berdasarkan hasil interogasi keduanya, Noordin disebut menyembunyikan diri di salah satu rumah kontrakan yang ditempati Bagus Budi Pranoto, pelaku pengeboman kedubes Australia pada 2003. Berbekal informasi itu, tim Densus 88 Antiteror Polri kemudian melakukan penggerebekan pada 16 September 2009, sekitar pukul 23.00 WIB.
Penggerebekan tersebut sempat diwarnai kontak tembak akibat perlawanan dari Noordin dkk. Kontak tembak baru berhenti pada keesokan harinya pukul 06.00 WIB. Empat teroris dilaporkan tewas dalam aksi penggerebekan itu, termasuk Noordin dan Bagus. Atas jasanya, Marthinus Hukom memperoleh Kenaikan Pangkat Luar Biasa dari AKBP ke Kombes. Pol atas jasanya dalam penangkapan Noordin Mohammad Top.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | DANIEL A. FAJRI | MAJALAH TEMPO | ANTARA