Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEPAT empat tahun sudah ”usia” kasus manipulasi pajak PT Asian Agri Group ditangani aparat penegak hukum. Selama itu pula berkas pemeriksaan kasus yang diduga merugikan negara Rp 1,3 triliun tersebut bisa dibilang tak mengalami kemajuan besar.
Pada Mei 2007, setelah melakukan penyidikan sejak akhir 2006, penyidik Direktorat Jenderal Pajak mengumumkan empat aktor perencana pengemplangan pajak tersebut. Mereka adalah Lee Boon Heng (Presiden dan Deputi CEO Asian Agri), Vincentius Amin Sutanto, Suwir Laut (Kepala Kantor Regional Jakarta), serta Eddy Lukas (Direktur Korporasi Asian Agri). Keempatnya menjadi tersangka.
Kendati terdapat sejumlah bukti penyelewengan, toh, kenyataannya, tak mudah membawa perkara ini ke pengadilan. Kejaksaan, yang menerima berkas kasus ini dari para penyidik pajak, berkali-kali mengembalikan berkas itu dengan alasan barang bukti belum lengkap. Alhasil, sejumlah berkas penyidikan kasus ini pun menyusut. Pada 2007 ditetapkan 25 berkas perkara dengan 12 tersangka, tapi kini melorot menjadi 21 berkas dengan sepuluh tersangka, termasuk Linda Raharja, anggota staf Asian Agri. ”Kini kami berfokus pada tiga berkas, yakni Suwir, Eddy Lukas, dan Linda Raharja, karena memiliki bukti yang dinilai paling kuat,” ujar juru bicara Kejaksaan Agung, Noor Rachmad.
Dari tiga itu, yang ”dicemplungkan” kejaksaan ke pengadilan baru berkas milik Suwir, yang perkaranya tengah digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adapun dua lainnya masih wira-wiri dari kantor Kejaksaan Agung di bilangan Blok M ke Direktorat Pajak, Jalan Gatot Subroto. Sudah empat kali berkas dua orang tersebut bolak-balik di antara dua kantor itu. Terakhir, menurut Noor Rachmad, dikembalikan jaksa peneliti pidana umum pada Januari 2011.
Menurut Noor, berkas Linda dinyatakan P19 (dikembalikan untuk dilengkapi) untuk pertama kali pada 11 Agustus 2010. Adapun status berkas Eddy Lukas justru masih P18 alias belum lengkap. Berkas-berkas tersebut dikembalikan karena ada sejumlah syarat formil dan materiil yang belum dipenuhi penyidik pajak. Selain itu, ada penambahan pasal atas dua berkas itu.
Pengemplangan pajak Asian Agri terkuak pada pengujung 2006. Nyanyian Vincentius Amin Sutanto, bekas Group Financial Controller Asian Agri, membuka borok perusahaannya yang menggelapkan pajak dari 2001 hingga 2006. Modusnya antara lain melakukan tax planning, menggelembungkan kerugian transaksi ekspor, dan mengerdilkan hasil penjualan, sehingga perusahaan seolah-olah rugi. Vincentius belakangan dijebloskan ke penjara karena dinyatakan menggelapkan uang perusahaan.
Bermodal informasi dari Vincentius itulah Direktorat Jenderal Pajak melakukan penyidikan. Setelah melakukan pemeriksaan sepanjang Januari-April 2007, Direktorat berkesimpulan ada indikasi kuat 14 perusahaan di bawah Asian Agri memang melakukan manipulasi pajak.
Leletnya penanganan pajak Asian Agri ini juga sempat membuat Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum turun tangan. Selain meminta Kejaksaan Agung dan Direktorat Pajak segera menuntaskan soal itu, Satgas memantau sidang-sidang Vincentius dan persidangan Suwir Laut. ”Saya yakin kasus ini tidak sulit pembuktiannya,” kata anggota Satuan Tugas, Denny Indrayana, di Pengadilan Jakarta Pusat dua pekan lalu.
Empat tahun berlalu dan kini, kenyataannya, baru satu yang diajukan ke pengadilan: perkara Suwir Laut. Ditemui Tempo pada Jumat pekan lalu di kantornya, Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengakui memang ada keterlambatan pengembalian berkas itu dari pihaknya. Fuad menyatakan sudah meminta jajarannya bekerja ekstra menyempurnakan berkas yang dikembalikan Kejaksaan Agung. ”Saya menginginkan kasus Asian Agri ini cepat selesai.”
Sandy Indra Pratama, Dianing Sari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo