Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Matinya sisa petrus

11 penduduk sukodadi, kendal, dihadapkan ke pengadilan. mereka didakwa membunuh bambang setiyono, 33. korban pengeroyokan itu sering mengompas warga dan memeras, namun mereka takut melawan.

10 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMBUNUH, apa pun alasannya, tetap melanggar hukum. Karena itu, 11 orang penduduk Desa Sukodadi Kendal, Jawa Tengah, dalam waktu dekat ini harus duduk di kursi pesakitan. Mereka diseret ke pengadilan karena mengeroyok seorang gali yang konon selalu mengganggu di kampung itu, Bambang Setiyono. Senin pekan lalu, perkara mereka telah diserahkan polisi ke kejaksaan setempat. Kematian Bambang, 33 tahun, memang menyedihkan. Ia diburu dan dibacok ramai-ramai seperti hewan buruan. Kepalanya pecah dan tubuhnya tercabik-cabk oleh sekitar 15 tusukan senjata tajam. Mayatnya ditinggal begitu saja di tengah sawah. Pembunuhan itu terjadi 12 April lalu. Pada malam itu, Bambang, bersama seorang temannya, dengan santai duduk di sebuah buk jembatan di desanya. Di jembatan itu ia bisa menikmati wanita-wanita yang lewat menuju tempat pengajian. Setiap wanita yang lewat di depannya disapanya. "Aduh, ayune .... (aduh, cantiknya)." Ia rupanya telah lupa atas tindakannya dua jam sebelumnya. Pada sore itu, ia mengompas Iskak, seorang penjual bakso, sebesar Rp 10 ribu. Uang itu kemudian dihabiskannya untuk makan sate dan minum anggur ketan hitam. "Daripada ribut, saya serahkan saja uang itu," kata Iskak, yang mengaku telah sering dikompas Bambang. Ternyata, perbuatan Bambang terakhir itu bisa menyulut kemarahan penduduk, yang sudah begitu lama terpendam. Mohammad Rizal bin Siswan, 22 tahun, penganggur, segera mengajak Abdulrohman bin Senan 27 tahun, menghabisi Bambang. Berdua mereka pergi meminjam kapak di rumah tetangganya. Entah bagaimana, seperti dikomando, puluhan pemuda desa bergabung dengan kedua orang itu dan siap memburu Bambang. Mereka membawa segala jenis senjata: ada kapak, ada arit, palu, mata bor, dan juga benda keras lain yang ada di sekitar. Bambang, yang lagi asyik mengobrol dengan temannya di buk tadi, tak menyadari maut sudah hampir datang. Tiba-tiba ia kaget karena pundak kanannya dipukul Rizal dengan punggung kapak. Ia kesakitan dan dengan agak sempoyongan mengeJar Sipemukul. Tapi puluhan pemuda lain menghadangnya. Dalam suasana yang kalut itu, sekonyong-konyong kepala Bambang bocor kena timpuk batu. Ia mengerang kesakitan Tani massa semakin buas. "Pateni ..., pateni ... (bunuh ... bunuh,)" teriak para pemuda itu. Dan segala jenis senjata tadi berebut menghunjam tubuh Bambang. Ayah dua anak yang telah bercerai dengan istrinya itu berusaha lari. Tapi hanya sekitar 1 kilometer dari tempat tadi ia terjerembab. Di situ riwayatnya habis. Dalam keadaan sekarat, penduduk masih saja menghajarnya. Akibatnya, ia tewas dengan keadaan mengerikan. "Dia mati akibat rusaknya jaringan otak," demikian menurut visum dokter. Bambang memang ditakuti di desanya. Anak bekas kepala desa Sukodadi -- jabatan yang kini dipegang kakak kandungnya, Priyono -- menurut penduduk setempat, adalah salah seorang gali yang lolos dari petrus (penembak misterius). Ia bisa selamat pada zaman petrus, menurut penduduk diduga karena dilindungi kakaknya, yang kepala desa itu. Tapi setelah zaman petrus berakhir, Bambang beraksi kembali. Memeras penduduk. Semua pedagang di pasar Cepiring, pasar desa di situ, takut padanya. "Melihat orangnya saja sudah takut, apalagi berusaha melawan," ujar Suhada, penduduk setempat. Priyono mengakui bahwa adiknya yang tinggi besar itu memang mempunyai kelainan, karena pernah sakit panas setahun ketika masih kecil. Karena itu, katanya, Bambang tak tamat SMP. "Saya sangat menyesalkan pengeroyokan itu. Bagaimanapun, Bambang itu adik saya," ujar Priyono. Tapi, "Saya tidak dendam, lho!" tambahnya. Syahril Chili & I Made Suarjana (Yogya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus