LEPAS landas atau tinggal landas? Pertanyaan itu selalu muncul setiap kali kita membicarakan tahap pembangunan Indonesia. Tapi pertanyaan itu tidak pernah terjawab dengan memuaskan. Lepas landas adalah alih bahasa dari take-off. Istilah ini diutarakan W.W. Rostow pertama kali ketika membahas teori tahap-tahap pertumbuhan ekonomi dalam artikel The Take-Off into Self Sustaining Growth (1956) -- yang kemudian dikembangkan menjadi buku The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto (1960). Sedangkan tinggal landas adalah istilah dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara untuk tahapan perkembangan negara yang akan dicapai pada Pelita Keenam. Dilihat dari segi bahasa, kedua istilah itu tampak tidak mempunyai perbedaan maksud. Namun, ahli-ahli ekonomi kita merasa tidak enak menyamakan arti strategi kebijaksanaan pembangunan nasional dengan satu tahapan yang digunakan Rostow. Karena Rostow mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan perubahan multidimensi dari ciri-ciri penting suatu masyarakat. Ciri-ciri itu meliputi perubahan dalam sistem politik, struktur sosial, nilai-nilai masyarakat, dan struktur kegiatan ekonominya. Apabila perubahan-perubahan ini terjadi secara terus-menerus, terutama muncul dari kemampuan masyarakat sendiri, maka terjadilah pertumbuhan ekonomi secara otomatis, yang disebut self-sustained growth (take off). Dalam proses pembangunan Rostow, disebutkan adanya kekuatan penawaran dan permintaan yang kait-mengait. Dari segi penawaran, Rostow mengemukakan adanya urutan kegiatan ekonomi, yang disebut dengan sektor-sektor memimpin (leading sector). Sektor memimpin umumnya adalah sektor industri manufaktur yang mempunyai kaitan input-output dengan sektor lain. Kaitan ini saling mendukung dan merupakan landasan bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Dari sisi permintaan, pengenalan utamanya, tidak dapat ditentukan dengan jelas kapan terjadinya tahap-tahap pertumbuhan ekonomi yang dimaksud. Terutama pada tahap lepas landas, yang merupakan tahapan penting dari model pertumbuhan ini. Dengan demikian, model ini tidak mudah ditiru, diterapkan, dan diikuti oleh negara yang akan membangun. Menyesuaikan tahap-tahap sebelum lepas landas memerlukan waktu lama dan tidak mungkin dapat terjadi pada negara yang akan menerapkan model ini. Karena itu, meniru ciri dan syarat tahap negara yang sudah berhasil tampaknya lebih mudah dilakukan, walau sering diperlukan biaya-biaya sosial, ekonomi, dan politik yang mahal. Maka, kenyataannya, dari teori ini hanya diambil hal-hal yang mudah untuk diterapkan, dan mengabaikan syarat-syarat yang mendasari munculnya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (sustainable). Syarat-syarat yang sering terabaikan itu adalah adanya kesiapan perkembangan kelembagaan sosial politik, budaya, bahkan sering kelembagaan ekonomi, yang mendasari terjadinya proses berkesinambungan tersebut. Sehingga, terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa disertai pembangunan ekonomi. Jika kita amati strategi pembangunan ekonomi nasional, terlihat prioritas kebijaksanaan diberikan pada tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebagai persiapan menuju era tinggal landas. Data emperis menunjukkan, sejak Pelita I sampai masa persiapan menuju era tinggal landas, sebagian besar pertumbuhan ekonomi disumbangkan oleh perkembangan sektor industri manufaktur yang berasal dari investasi modal asing dan sektor migas. Kedua sektor ini tampaknya tidak muncul atas dasar kemampuan tabungan dan surplus yang diciptakan melalui keterkaitan dengan sektor lain, khususnya pertanian. Kurangnya kaitan dan dukungan sektor lain terlihat dan kekhawatiran akibat menurunnya harga minyak di pasar luar negeri. Sektor nonmigas, termasuk industri manufaktur yang diharapkan dapat menciptakan kaitan dengan sektor lain, ternyata belum siap menggantikan peran migas dalam menghasilkan devisa negara. Tampaknya, benar pendapat yang mengatakan bahwa strategi pembangunan nasional bukan model pertumbuhan Rostow. Apakah strategi pembangunan yang kita gunakan memang bukan model Rostow, sehingga kondisi ekonomi pada era tinggal landas tidak dapat disamakan dengan kriteria lepas landas? Ataukah kriteria tinggal landas sebenarnya tidak berbeda dengan kriteria lepas landas ? Penting untuk mendapatkan kejelasan apakah proses pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan harapan dan memberikan manfaat bagi sebagian besar masyarakat pelaku ekonomi. Pembangunan untuk manusia harus muncul dari masyarakat, disesuaikan dengan kemampuan sumber daya yang ada dalam masyarakat bersangkutan. Setiap pelaku ekonomi harus ikut berpartisipasi dan menikmati hasil pembangunan yang dihasilkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini