Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Akhir Bulan Madu ‘Prof Andalan’

Gubernur Sulawesi Selatan berpolemik dengan wakilnya soal pengangkatan 193 pejabat. Kementerian Dalam Negeri sampai turun tangan.

20 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penetapan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah dan Sudirman Sulaiman, di kantor PDI Perjuangan. TEMPO/Amston

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESAKSIAN Kepala Badan Kepegawaian Daerah Sulawesi Selatan Asri Sahrun Said di hadapan panitia angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan pada 10 Juli lalu mengungkap sengkarut pengangkatan 193 pejabat di provinsi itu. Gara-gara itu, tersiar rumor bahwa Gubernur Nurdin Abdullah dan wakilnya, Andi Sudirman Sulaiman, yang belum setahun menjabat, sudah tak sehaluan.

Awalnya, kata Asri, Gubernur Nurdin Abdullah sedang menyusun perombakan 79 pejabat yang rencananya dilantik pada pertengahan tahun ini. Rancangan mutasi itu juga sudah dituangkan dalam draf surat keputusan, tapi belum diteken karena Nurdin berangkat umrah. “Gubernur berpesan agar mutasi dilakukan terbatas saja,” ujar Asri.

Ketika Nurdin berada di Tanah Suci, Andi Sudirman, wakil gubernur yang juga adik Menteri Pertanian Amran Sulaiman, justru membuat surat keputusan baru. Bertanggal 29 April, surat pengangkatan pejabat itu diteken Andi. Jumlah pejabat yang diangkat bertambah menjadi 193 orang, bukan 79 seperti yang diputuskan Nurdin. Menurut Asri, surat baru itu dibuat staf khusus Wakil Gubernur.

Asri mengatakan tak dilibatkan dalam penyusunan pejabat baru versi Wakil Gubernur. Ia juga mengaku tak pernah melihat isi draf surat keputusan yang ditandatangani Andi Sudirman. “Nama-nama yang dilantik Wakil Gubernur itu tanpa setahu Gubernur dan Badan Kepegawaian,” ucap Asri.

Kisruh pelantikan di Sulawesi Selatan itu terdengar sampai Jakarta. Pelaksana tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik, mengatakan tim pemerintah pusat telah memeriksa Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman secara terpisah di Makassar pada 5 Mei lalu. Dalam forum itu, menurut Akmal, Wakil Gubernur mengakui kekeliruannya mengangkat ratusan pejabat. “Wakil Gubernur waktu itu belum memahami Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,” kata Akmal pada 17 Juli lalu. Isi aturan itu, antara lain, memberi kuasa kepada gubernur—bukan wakilnya—untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat.

Kementerian juga meminta Nurdin Abdullah mencabut surat keputusan pengangkatan pejabat yang diteken Andi Sudirman dan menggantinya dengan surat baru yang disahkan gubernur. Akmal mengungkapkan rekomendasi itu sesuai dengan kajian Kementerian dan Komisi Aparatur Sipil Negara, yang antara lain menemukan masa jabatan 46 orang yang akan diangkat belum memenuhi syarat.

Waktu itu Nurdin Abdullah mengatakan akan mematuhi rekomendasi pemerintah pusat. Pejabat yang telanjur dilantik dikembalikan dulu ke posisi semula sambil menunggu proses evaluasi. “Landasan hukum pengangkatan itu lemah sehingga harus kami sempurnakan dan semua pejabat kembali ke posisi semula,” ujar Nurdin.

Dua pekan sejak pencabutan keputusan wakil gubernur, Nurdin merevisi keputusan pengangkatan ratusan pejabat. Dia memutasi 188 orang, berkurang lima orang dari jumlah yang diangkat Andi Sudirman. Nurdin meneken surat keputusan pengangkatan yang baru. Namun, seolah-olah menepis isu “Prof Andalan” tidak harmonis, Nurdin meminta Andi Sudirman yang melantik karena ia berdinas ke luar kota. “Prof Andalan” adalah kependekan nama Profesor Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman, yang disematkan kepada pasangan itu dalam pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan 2018.

Dalam acara pelantikan 188 pejabat pada 27 Mei, Andi Sudirman meminta tak ada lagi yang mempersoalkan pengangkatan pejabat. Menurut dia, perubahan dalam surat keputusan yang dibuat kepala daerah merupakan hal biasa. “Kita harus mengutamakan target, bukan komposisi pejabat,” kata Andi Sudirman di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulawesi Selatan.

RAYMUNDUS RIKANG, DIDIT HARIYADI (MAKASSAR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus