Rp 120 milyar setahun uang negara hilang dimaling pencuri listrik. Semua golongan konsumen ternyata terlibat pencurian. PENCURIAN listrik, kini, ternyata bukan lagi keisengan konsumen. Seiring dengan meningkatnya teknologi, dan mahalnya listrik, diam-diam pencurian listrik telah menjadi bisnis gelap antara penjual jasa haram itu -- orang yang menawarkan cara mencuri -- dan konsumen. Akibatnya bagi Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) sungguh mengkhawatirkan. Data PLN menyebutkan, pada tahun lalu saja, sekitar 4% setrum PLN dicuri konsumen dengan kerugian sekitar Rp 120 milyar. Jumlah itu terhitung besar karena memakan dua pertiga keuntungan PLN. Pihak pencuri ternyata melibatkan segala golongan konsumen baik kelas rumah tangga -- kelas bawah atau berada -- perdagangan, maupun industri. Rekor pencurian setrum terbesar terjadi di wilayah Jakarta dan Tangerang. Dua pertiga jumlah pencurian setrum PLN terjadi di wilayah ini sehingga keuntungan Rp 80 milyar tiap tahunnya menguap. Karena itu, Kepala PLN Distribusi Jakarta dan Tangerang, Djiteng Marsudi, baru-baru ini mengumumkan perang kepada maling-maling setrum tersebut. Salah satu jurus Djiteng, mengimbau agar masyarakat yang kebetulan tahu melaporkan kasus pencurian setrum ke alamatnya. "Biarpun itu surat kaleng, PLN selalu siap untuk mengeceknya. Syukur kalau ada yang mau jadi saksi," kata Djiteng. Ajakan Djiteng itu rupanya bersambut. Dalam waktu singkat masuk puluhan pengaduan. Para pelapor itu kebanyakan adalah orang yang tidak suka melihat tetangganya mencuri setrum, atau karyawan yang tahu bosnya mencuri setrum, biasanya bila karyawan itu di-PHK-kan. Salah satu kasus, yang serius, adalah sindikat pencurian listrik yang bermarkas di kompleks real estate Sunter, Jakarta Utara. Sindikat yang dilaporkan bekerja di sebuah bengkel kecil itu beroperasi dengan cara merusak segel. Mereka mengucuri kawat segel dengan larutan asam belerang sehingga putus. Setelah kotak terbuka, jalannya meteran kemudian disulap menjadi lambat. Berkat pengaduan masyarakat, Djiteng kemudian mengatur jebakan. Salah seorang anak buah Djiteng menyamar sebagai tukang servis WC -- kebetulan WC di markas sindikat itu rusak. Berkat pengamatan spion PLN itu akhirnya diketahui sindikat itu di bengkelnya membuat peralatan pencurian setrum untuk pabrik-pabrik langganannya. Sabtu pekan lalu, tempat itu digerebek. Dua anggota sindikat itu diringkus. Kasus Sunter itu hanya salah satu contoh. Menurut Kepala PLN Cabang Lampung, Sulaeman, ada 20 teknik pencurian setrum. Mulai dari yang gampang, seperti mencantol kawat listrik, sampai yang berteknik tinggi, seperti membuat kunci palsu gardu listrik. Menariknya, wabah pencurian setrum ini bukan hanya menjangkiti kota-kota besar. Nun di pedalaman Jawa Tengah -- tepatnya di Dusun Butuh, Desa Temanggung, Kaliangkrik, Magelang -- pencurian listrik malah dilakukan penduduk sedusun. Sebanyak 96 pelanggan di dusun itu seakan sepakat melanggar aturan PLN, yaitu memperlambat jalannya meteran listrik mereka. Rupanya, penduduk dusun teratas di lereng Gunung Sumbing itu terbujuk oleh rayuan Suyadi, penduduk Kajoran, Magelang. Sekitar empat bulan lalu Suyadi datang ke dusun itu bergaya mirip petugas PLN. Ia berkeliling dari pintu ke pintu, menawarkan jasanya memperlambat laju meteran. Hanya dengan ongkos sekitar Rp 5 ribu, Suyadi menjamin rekening listrik bakal turun drastis. Namun, baru sebulan penduduk menikmati hasil kerja Suyadi, PLN sudah menciumnya. Maka, pet, listrik dimatikan PLN. Tak hanya itu, penduduk harus membayar denda Rp 140 ribu. Korban Suyadi diduga tidak hanya ada di dusun itu. Di kampungnya sendiri pun, di Desa Sutopati, Kajoran, ia disangka sudah lebih dahulu menjual jasa haramnya. Atas perbuatannya, Suyadi kini harus meringkuk di tahanan Polres Magelang. Orang semacam Suyadi juga ada di Bali, bernama Agus. Ia punya usaha resmi servis barang-barang elektronik. Sambilannya -- konon sejak ia tinggal di Jakarta -- menurut pengakuan Agus sendiri menjual jasa pencurian setrum. Bahkan, ia memberikan pilihan kepada pelanggannya. "Mau berapa watt? Seribu, sepuluh ribu, atau los? Semua gampang diatur," begitu ia menawarkan jasanya. Bila harga telah disepakati, Agus lalu memasang sebuah magnet contactor atau relay, salah satu perlengkapan pembangkit genset yang banyak beredar di pasaran. Alat itu dipasangnya di balik langit-langit rumah sehingga petugas PLN tak mudah menemukannya. Cara kerja alat ini pun, menurut Agus, tak menimbulkan kecurigaan. Bila PLN mematikannya dari sentral, aliran listrik ke rumah itu juga ikut mati. Karena hasilnya bisa berselisih banyak. menurut Agus, langganannya kebanyakan dari kalangan berduit. Malah, "Saya banyak mencurikan listrik untuk home industry, rumah makan, dan perusahaan garmen," ujarnya. Kenyataannya, apa yang diungkapkan Agus itu memang benar. Data PLN menunjukkan, selama sembilan bulan dalam tahun anggaran lalu, kelompok industri paling banyak menyabot listrik. Pencuri listrik dari kalangan rumah tangga sebanyak 8,5 gwh (juta kilowatt jam) dan kelompok usaha 5 gwh, tetapi kelompok industri melakukan pencurian 16,8 gwh setrum PLN. Banyaknya peminat jasa pencurian setrum dari kalangan industri, menurut Djiteng, ternyata diimbangi pula dengan semakin tumbuhnya jasa konsultan pencurian listrik. Bukan rahasia lagi bila konsultan itu berasal dari oknum petugas PLN sendiri. Namun, "Tentu saja kami sulit melacaknya," keluh Djiteng. Tak hanya itu. Harapan lain tentu agar hakim tak segan-segan memvonis kejahatan jenis ini dengan hukuman berat. Agar mencuri tak menjadi budaya baru bagi bangsa kita. Ardian Taufik Gesuri, Laporan Biro-Biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini