Di hari Bayangkara, seorang oknum Polri merampok. Kata Kapolri, polisi yang nakal relatif sedikit dibanding jumlah anggota Polri. HARI Bayangkara, ulang tahun Polri, yang dirayakan Senin pekan lalu, ternoda berat. Seorang oknum anggotanya di Jawa Timur, Kopral Satu Muslimin, dua hari sebelumnya melemparkan aib ke muka aparat penegak hukum itu. Bujangan berusia 29 tahun berbadan tinggi besar itu tewas tertusuk sangkur anggota satpam Bank Danamon Banyuwangi, ketika ia bersama komplotannya mencoba merampok uang bank tersebut. Peristiwa perampokan di Bank Danamon Banyuwangi itu terjadi pada siang bolong, persis ketika sebagian besar masyarakat sedang asyik melihat pertandingan tinju Mike Tyson melawan Ruddock di TVRI. Saat itu anggota satpam Bank Danamon Banyuwangi, Martayu, 45 tahun, baru turun dari mobil sambil mendekap bungkusan uang Rp 100 juta. Begitu kakinya melangkah menuju pintu kantornya, tiba-tiba anggota satpam itu dipepet empat orang berboncengan dua sepeda motor. Satu orang dari kawanan bandit itu kemudian turun dan menodongkan moncong pistol Colt 38 ke arah Martayu. "Serahkan uang itu atau mati," hardik perampok itu, yang belakangan diketahui Kopral Satu Muslimin. Anggota satpam yang juga bekas tentara itu tak menurut begitu saja. Pistol yang ditodongkan itu langsung dia rebut dari tangan penjahat. Pergumulan pun terjadi. "Dor ...." Pistol menyalak. Untung, timah panasnya tak menerjang orang. Karena kewalahan, Martayu kemudian membuang bungkusan uangnya. Ketika melihat bungkusan berisi uang tergeletak, seorang kawanan penjahat yang menunggu di atas sadel motornya langsung menyambar dan segera tancap gas, kabur. Sedangkan Muslimin, yang mencoba lari ke sepeda motor kawanannya yang lain -- juga dengan mesin hidup siap kabur -- terkejar oleh Martayu. Tak ragu-ragu Martayu menghunjamkan sangkurnya tiga kali ke punggung oknum polisi tersebut. Tusukan anggota satpam itu ternyata berakibat fatal. Sekitar dua kilometer dari kantor Bank Danamon, Muslimin terpaksa dibuang temannya. Diduga, kawanan perampok itu kerepotan karena tubuh Muslimin sudah lemah dan bermandi darah. Seorang saksi mata, ketika itu, sempat melihat sepeda motor para perampok itu tak terkendali lagi dan hampir menabrak mobil Kijang. Sekitar dua jam setelah kejadian, Muslimin meninggal di Rumah Sakit Blambangan, Banyuwangi. Di dekat lokasi tempat ia dibuang, polisi menemukan sepucuk pistol Colt 38 dengan lima butir peluru. Perbuatan Muslimin itu, kata atasannya, Kapolda Jawa Timur, Mayor Jenderal Koesparmono Irsan, jelas merusak citra polisi. Kini Polda Jawa Timur sibuk memburu tiga anggota perampok yang masih buron. Koesparmono menjanjikan hadiah peluru emas 20 gram kepada anak buahnya yang mampu meringkus buron tersebut. Sumber TEMPO di Polda Jawa Timur menduga, kawanan Muslimin ini sudah beberapa kali beroperasi di daerah itu. Diduga, kawanan itu juga yang merampok uang KUD yang akan disetorkan di BRI Kediri, tiga bulan lalu. Ketika itu seorang anggota satpam yang sedang mengawal uang tewas tertembak perampok. Modusnya hampir sama dengan perampokan di Bank Danamon. Kawanan berkendaraan sepeda motor itu tiba-tiba menodongkan pistolnya pada korbannya yang akan masuk kantor bank. Karier Muslimin sebagai polisi, menurut sumber Polda, memang sudah cacat. Oknum polisi anggota Brimob Polda Jawa Timur itu dikenal sering melanggar disiplin, seperti mabuk dan merampas orang yang lagi berjudi. Untuk mengendalikan tingkah lakunya itu, kemudian dia diperbantukan sebagai sopir dinas Kapolwil Kediri, Kolonel Syoekoer Soetomo. Sejak tiga bulan lalu Kapolwil ini diangkat menjadi Bupati Tuban. Muslimin pun ikut. Sebagai sopir bupati, seharusnya senjata Muslimin sudah ditarik. Sebenarnya, menurut Koesparmono, senjata tersebut sudah diminta kesatuannya agar dikembalikan. Ternyata, hingga terjadi perampokan itu Muslimin belum mengembalikan senjatanya. Di hadapan bosnya, konon, tingkah laku Muslimin manis, sehingga ketika Muslimin pamit cuti untuk keperluan melamar seorang gadis di Banyuwangi, kabarnya, Syoekoer malah memberi uang. Kesempatan itu dimanfaatkan oknum ini untuk merampok. Sebenarnya, anggota Polri yang terlibat kejahatan tak hanya Muslimin -- kasus Muslimin menjadi dramatis karena terbunuh ketika merampok. Di Hanau, Hulu Sungai Seruyan, Kalimantan Tengah, Kapolsek Sersan Kepala Slamet A.C. kini ditahan karena diduga menjadi otak perampokan, bahkan sempat tembak-menembak dengan anak buahnya yang menggerebek perampokan itu. Slamet bersama seorang anak buahnya, Kopral Satu Untung Leon, dan enam orang sipil ketika itu mencoba merampok rumah saudagar emas, Haji Samanhudi (TEMPO, 8 Juni 1991). "Saya mengakui tak semua polisi itu baik. Tapi saya menjamin yang paling jelek pun jumlahnya sangat sedikit dibandingkan keseluruhan anggota Polri," kata Kapolri Letnan Jenderal Kunarto, pada acara dengar pendapat dengan DPR, Kamis pekan lalu. Kapolri menunjukkan data bahwa sampai kini hanya sekitar 147 orang anggota polisi seluruh Indonesia yang meringkuk dalam tahanan karena melakukan kejahatan. Sedangkan jumlah anggota Polri sekitar 169 ribu orang. Menurut Kapolri, sisi hitam citra polisi itu tak lepas dari faktor kesejahteraan, disiplin, serta harapan masyarakat. "Ini wajar saja. Polisi itu manusia biasa, kalau kesejahteraannya tak terpenuhi dan tergoda, jadilah dia seperti yang kita lihat di jalan tol. Mungutin kotak korek api berisi duit dari pengemudi truk, atau menunggu orang yang melanggar verboden," katanya. Untuk mengatrol citra polisi itu, Kapolri bertekad akan meningkatkan pembenahan, terutama pada jajaran reserse dan polisi lalu lintas. "Kalau keduanya ini maju, polisi akan terlihat baik karena yang paling disorot masyarakat di dua bagian itu," kata Letnan Jenderal Kunarto, yang juga sangat kecewa atas tindakan Muslimin. Gatot Triyanto, Ivan Haris, dan Zed Abidien
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini