Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Melancong ke Pengadilan

Anggota Dewan Sulawesi Utara digugat karena menggunakan anggaran provinsi untuk tur studi banding ke luar negeri.

10 November 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALAN-JALAN ke luar negeri memang menyenangkan. Apalagi kalau gratis, diongkosi uang dinas, seperti yang kerap dilakukan anggota Dewan, baik di pusat maupun di daerah. Tapi kini para wakil rakyat mesti berhati-hati. Sembarangan pergi melancong bisa-bisa malah pulang disambut gugatan. Itulah yang terjadi di Manado. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Utara yang baru melakukan studi banding ke Eropa kini tengah diperkarakan masyarakat ke pengadilan. Dilakukan secara class action oleh 17 pengacara yang dikoordinasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, Kamis pekan lalu gugatan perdata dimasukkan ke Pengadilan Negeri Manado. Para penggugat menyoal tur anggota Dewan ke sejumlah negara Eropa dengan biaya yang nauzubillah, Rp 2,5 miliar, dan ternyata diambil dari anggaran daerah. Kloter pertama, yang terdiri atas 14 orang, sudah berangkat lebih dulu—kebanyakan berasal dari Fraksi Golkar. Mereka telah terbang diam-diam ke Belanda, Belgia, Prancis, dan Jerman sejak pertengahan bulan lalu. Rombongan kedua direncanakan segera menyusul pertengahan November ini. Yang digugat bukan hanya wakil rakyat yang pergi melancong, tapi juga mereka yang tak berangkat dan tetap menikmati mentahan-nya, jatah dana. Yang juga jadi tergugat adalah Presiden RI c.q. Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Sul-Ut. Dua pejabat ini dinilai ikut melakukan perbuatan melawan hukum karena telah mengeluarkan izin dan mencairkan dana tanpa mempertimbangkan aspirasi warga dan kondisi perekonomian daerah. Sudah berkali-kali proyek berbau wisata ini keras diprotes masyarakat. Tapi wakil rakyat seperti menutup kuping. Pada 28 Oktober kemarin, ratusan mahasiswa dan guru berdemo menuntut supaya rencana itu dibatalkan. Ketua Aliansi Guru Independen Sul-Ut, Ferry Karwur, menyodorkan sebuah perbandingan. Ongkos studi banding yang Rp 2,5 miliar itu bisa dipakai untuk menutup gaji segenap guru sekolah menengah umum dan sekolah menengah kejuruan di Manado selama sebulan, yang totalnya sekitar Rp 1,9 miliar. Ironisnya, sampai sekarang pos vital ini malah sering dibayarkan terlambat. "Perilaku Dewan sudah keterlaluan," kata Ferry. Karena itulah gugatan class action akhirnya dilayangkan. "Ini pemborosan uang rakyat," kata Helda Tirajoh, Direktur LBH Manado. Para pengacara menggugat atas nama pribadi masing-masing. Mereka bertindak atas kuasa dari 33 warga Sul-Ut serta tiga organisasi nonpemerintah di Manado dan Tomohon. Penggugat menuntut Dewan mengembalikan seluruh biaya perjalanan sejumlah Rp 2,5 miliar itu. Selain itu, sepak terjang anggota parlemen dinilai telah menyeleweng dari Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, yang antara lain menyatakan Dewan wajib menampung aspirasi masyarakat sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga. "Seharusnya uang itu digunakan untuk keperluan yang lebih mendesak, untuk membangkitkan perekonomian Sul-Ut yang terpuruk," kata Helda lagi. Wakil rakyat masih bergeming. Syachrial Damopolii, Ketua Dewan Sul-Ut, tak sekuku pun merasa bersalah. "Silakan saja menggugat. Studi banding ini untuk menambah wawasan anggota," katanya. Manfaatnya, kata dia, sudah terlihat saat pembahasan rancangan peraturan daerah. Karena telah berkeliling ke mancanegara, anggota Dewan sudah bisa lumayan mengimbangi pihak eksekutif yang banyak memakai tenaga ahli lulusan luar negeri. Persidangan akan menguji dalih Syachrial. Yang jelas, gugatan ini merupakan terobosan menarik dari sekian banyak kejengkelan serupa di daerah lain. Tengok saja protes warga Surabaya saat wakil rakyat mereka menghabiskan Rp 800 juta anggaran provinsi untuk melancong ke Amerika Serikat dan Jepang beberapa tahun lalu. Juga sekitar dua tahun lalu, ketika 40 anggota parlemen Jakarta melanglang buana ke Jepang, Hong Kong, Korea Selatan, Afrika Selatan, dan Australia diongkosi bujet pemerintah daerah dan kas PT Pembangunan Jaya Ancol sebesar Rp 5 miliar. Sayangnya, untuk dua kasus terakhir itu, belum ada yang mengajak mereka melancong ke gedung pengadilan. Ardi Bramantyo, Verrianto Madjowa (Manado)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus