Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Membenahi tumpukan peraturan

Ahli hukum sepakat bahwa peraturan dan bahan hukum yang sulit ditemukan kembali harus didokumentasikan. dan ui ternyata sudah mempunyai pusat-pusat dokumentasi hukum.

19 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI kita bicara di Jakarta", kata Hardjono Reksodiputro SH, MA. Direktur Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum UI kepada TEMPO dua pekan silam. "Peraturan yang 6 bulan saja, kita sudah sukar mendapatkannya" sambung Mardjono, yang lebih akrab jika dipanggil Boy. "Belun lagi di daerah. Problemnya adalah tidak ada tempat. tidah ada sistim, di mana kita dengan mudah mencari peraturan dan bahan-bahan hukum lainnya". Lalu ujar Komar, SH, LL.M, seorang konsultan hukum di Jakarta: "Kalau kita putar (nomor telepon - Red.) dari San Francisco misalnya ke Library of Congress untuk menanyakan tentang masalah securities dan kemudian kita minta keputusan-keputusan pengadilan tentang masalah tersebut, semuanya berjalan cepat. Kita tinggal pilih saja. Tapi di sini tidak bisa. Tapi bukan suasana yang nyaris khayal bagi Indonesia itu yang dicita-citakan Komar. dalam kedudukannya sebagai salah seorang yang kerap berurusan dengan dokumentasi bahan-bahan hukum. "Sukar sekali mencari peraturan-peraturan karena biro hukum departemen yang mestinya menyimpan, tak jarang, tak mempunyai peraturan tersebut". Padahal sebenarnya kita bisa melakukan pendokumentasian dengan film mikro lanjutnya. R.E. Soelaiman Karsoemitra. SH Kepala Biro Hukum Departemen Perdagangan tak membantah kenyataan yang dikemukakan di atas. "Sekarang kami baru mulai menumpuknya bahan-bahan peraturan di bidang perdaganan berdasarkan subyek-subyeknya". kata Soelaiman. Satu Kunci Untunglah pemerintah, dalam hal ini Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sudah memekakan diri terhadap keluhan-keluhan tersebut. Sebuah lokakarya akan diadakan bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (lihat: Agar Bappenas Yakin) Lebih kurang 80 peserta akan membicarakan soal Pemantapan Pedoman-Pedoman tentang Sistin Penemuan Kembali Peranan Perundang-Undangan RI - yang menjadi tema lokakarya. Pedoman-pedoman tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui, antara lain, kedudukan peraturan perundangundangan dalaun rangkaiannya dengan peraturan lain dalam subyek yang sama. Menurut Panitia Penyelenggara, Lokakarya tadi, salah satu kunci penemuan kembali berbagai peraturan itu adalah adanya indeks di perpustakaan. Panitia mengakui sampai sekarang Indonesia masih belum memiliki pedoman atau cara yang memudahkan penemuan kembali peraturan perundang-undangall yang diperlukan. Salah satu hambatan di sini adalah banyaknya subyek yang tercakup dalanl peraturan perundangundallgan sehingga tak dapat disusun secara sistimatis. "Bagaimana Nyarinya" Sebenarnya problem menemukan kembali peraturan perundang-undangan sudah lama dilihat oleh Fakultas Hukum UI yang pada 1972 membentuk Pusat Dokumentasi Hukum (PDH). Bermarkas di bangunan lama di Jalan Teuku Umar 46, "pertama-tama kita mengumpulkan Semua bahan-bahan", kata Mardjono Reksodiputro. Direktur PDH. Sekarang ini PDH, mempunyai 25 ribu peraturan memulai dari peraturan-peraturan 1945. Ada undang-undang konvensi, peraturan menteri sampai ke peraturan daerah. Belum lagi peraturan-peraturan zaman Belanda. Itu masih belum selesai. Sebab dari sekian banyak peraturan, kata Mardjono alias Boy, "kalau ditumpuk saja, bagaimana mencarinya". Maka mereka mempergunakan cara yang biasa di!akai di perpustakaan. Yaitu setiap peraturan dibuatkan kartunya. Menurut Boy cara begini berbeda dengan di luar negeri. Di sana peraturan dikeluarkan dalam satu buku, sekalian ada indeks sehingga peraturan-peraturan tersebut mudah ditemukan kembali. "Tapi kalau di kita, yang keluarkan peraturan, ya keluarkan terus, yang nanti mau nyari, ya silakan nyari sendiri", lanjut Boy. Departemen-departemen juga belum menangani masalah ini secara khusus". Gagasan pendokumentasian hukum yang sudah dibikin nyata oleh FHUI ini kemudian dituangkan lagi dalam Seminar Hukum ke-III di Surabaya, 1976. Dari sana kemudian Departemen Kehakiman, khususnya BPHN terlibat. Dalam tubuh BPHN ada pula badan dokumentasi semacam yang di UI. Sedang digariskan pula agar pranata dokumentasi hukum ditumbuhkan di daerah, terutama di fakultas-fakultas hukum. Kelak akan dibangun pula satu jaringan secara nasional sehingga praktisi hukum di daerah akan mudah menunaikan tugasnya. Di tingkat pusat usaha merapikan pendokumentasian hukum dicanangkan akan dilakukan di departemen-departemem Rintisan pertama dilakukan pada Departemen Keuangan. Boy menyadari betapa sulitnya mengetahui peraturan yang sehari-hari dikeluarkan di departemen ini. "Kita tahu di situ ada Direktorat Pajak, Direktorat Bea Cukai yang bisa mengeluarkan peraturan-peraturan harian yang mempunyai efek terhadap masyarakat", katanya. Untuk itu 'kan harusnya ada satu sistim jaringan intern di dalam departemen supaya peraturan yang keluar tidak simpang siur. Masyarakat bisa bingung kalau begitu". Dengan demikian ada dua sasaran pokok PDH: menata jaringan informasi hukum nasional, dan jaringan informasi lokal di departemen-departemen. Di samping Boy, ada 11 tenaga lagi yang mengelola PDH. Mereka mengerjakan urusan sekretariat, pendokumentasian, pelayanan dan lain-lain, dan di antara yang sebelas itu termasuk tenaga Gregory Churchill, seorang juris doctor dari Universitas Harvard. "Biaya kita sebenarnya tidak besar", komentar Boy pula tentang bab yang boleh dibilang amat penting ini. "Minimal untuk satu tahun kita perlukan Rp 6 juta, jadi hana Rp 500 ribu sebulan. Gedung dan kendaraan sudah disubsidi Fakultas. Tapi untuk mencari yang enam juta itu, terpaksa kita harus cari proyek. Jadi seperti cari obyekanlah". Boy mengakui ketidaknormalan kegiatan usaha begitu, sebab konsentrasi tak sepenuhnya dapat dicurahkan. Selain itu Fakultas memberi bantuan lain senilai Rp 1 juta. Tak dapat dilupakan adalah bantuan Yayasan Asia selama tiga tahun pertama USia PDH. "Selama tiga tahun itu kami bisa tenang, karena subsidi cukup". Boy mengenang kembali. Dapat Uang PDH sekarang memang sudah melampaui masa bayi, "tapi untuk berjalan sendiri masih sukar", lanjutnya. Usaha pendokumentasian dan perpustakaan memang bukan usaha dagang. Siapa saja dapat datang, cari bahan, atau baca-baca, semua gratis. Kecuali kalau minta fotokopi. "Apa bahan-bahan tersebut untuk dia pakai untuk keperluan kantor pengacara, aau mau dijadikan bahan memberi advis untuk dapat uang, bukan soal kita. Kita hanya melayani", begitu pimpinan PDH ini bercerita. Boy, yang tampaknya repot juga menyisakan waktu di sela-sela kesibukannya di Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial UI itu, tidak menolak sekiranya ada donor asing yang mau membantu usaha pengembangan PDH. Tapi ia lebih memprioritaskan bantuan pemerintah langsung. Dengan yang terakhir ini, pemerintah secara tak langsung telah mengakui bahwa PDH adalah penting bagi pelayanan masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus