Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Berita Tempo Plus

Memburu ’Bapak Ayam’ Malaysia

Polisi mengungkap jaringan perdagangan wanita Indonesia di Malaysia. Muncikari bebas berkeliaran.

28 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Memburu ’Bapak Ayam’ Malaysia
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI atas bale bambu, Eneng duduk tercenung. Perempuan 48 tahun itu menatap hamparan tunggul padi di sawah yang cuma berjarak lima meter dari gubuk-nya di Kampung Sugri, Desa Surya Ba-ha-ri, Kecamatan Pakuaji, Kabupaten Tangerang, Banten.

Tak tampak gairah pada parasnya. ”Terkenang dua putri saya,” katanya kepada Tempo yang menemuinya, Rabu pekan lalu. Untuk sejenak, ibu lima anak itu membisu. Bibirnya bergetar. Perla-han matanya berlinang.

Sambil terisak dia bercerita tentang dua anak perempuannya: Santi, 24 tahun, dan Yanti, 14 tahun—keduanya nama samaran—yang merantau sejak 20 Juni lalu. Semuanya berawal dari per-kenalan Santi dengan seorang pemuda di sebuah kondangan di Sugri.

Pemuda Desa Keroncong, Pakuaji, itu bercerita kepada Santi tentang pe-kerjaan enak dengan gaji menggiurkan. Si pemuda menunjuk Jarkasih, 32 tahun, tetangga Santi, sebagai orang yang bisa mencarikannya pekerjaan. Santi pulang, mengabarkan berita itu kepada adiknya, Yanti.

Dia juga memberi tahu dua sepupu-nya, sebut saja Lina, 17 tahun, dan Rosi, 14 tahun, yang juga berharap mendapat pekerjaan. Kebetulan ayah Lina, Udin Wahab, pensiunan anak buah kapal itu, sedang menganggur dan didera rematik. Beban keluarga kini dipikul Marni, ibu Lina, yang berjualan sayur keliling.

Rosi putri sulung pasangan Samsu dan Onah yang buruh tani, dan bertetang-ga dengan Eneng, yang tak keberatan -putrinya bekerja. Apalagi Jarkasih pun tetangganya juga. ”Dia bilang kerjanya di Tangerang,” Eneng bercerita.

Lina dan Rosi, ternyata, tak memberi tahu orang tuanya. Demikianlah Jarka-sih memboyong keempat dara yang cuma ber-pendidikan sekolah dasar itu pada 20 Juni lalu. Dan sejak itu pula E-neng putus kabar dengan kedua putrinya.

Suaminya, Jafar, 50 tahun, gelisah bukan kepalang. Begitu pula Udin dan Samsu. Mereka lalu memberi tahu Maman, Ketua Rukun Tetangga Sugri, pada 5 Juli lalu. Hari itu juga Maman membawa mereka ke kantor Kepolisian Sektor Pakuaji.

Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Pakuaji, Inspektur Satu Agus Riyana, meneruskan laporan itu ke Kepolisian Daerah Metro Jaya, Ahad 9 Juli. Dari informasi salah seorang teman Jarkasih, diketahui keempat dara itu ditampung di sebuah rumah di Cijantung, Jakarta Timur.

Sepekan setelah melapor ke polisi, Yah-ya, kakak Santi dan Yanti, ber-temu dengan Jarkasih di Cijantung. ”Dia meng-aku memberangkatkan adik saya ke Malaysia, pada awal Agustus,” kata Yahya. Dari cerita inilah polisi menangkap Jarkasih pada 28 Juli lalu.

Jarkasih menunjuk Trianto, 36 t-ahun, warga Jakarta Timur, yang meng-urus pengiriman korban ke Pontianak. Jar-kasih sendiri menerima bayaran Rp 1 juta per wanita dari Trianto. Di Kalimantan Barat, korban ditampung di rumah Abdul Azis, 30 tahun, di Desa Santos, Entikong, Sanggau, selama empat hari.

Abdul Azis dibekuk di Terminal Pulogadung, 1 Agustus lalu. Dia bilang mengurus paspor dan dokumen kependudukan korban. Dari Azis, polisi me-ngetahui korban diseberangkan ke Tebedu, Serawak, Malaysia. Di sana, kor-ban dijemput seorang pegawai Able Maids Training Centre Sdn. Bhd., per-usahaan penyaluran pembantu rumah tangga.

Tersangka ini dibekuk di perbatasan Tebedu-Entikong pada Sabtu 5 Agustus lalu. Esoknya ia digelandang ke Polda Metro Jaya. Menurut dia, pekerjaan mencari perempuan itu adalah order bosnya langsung. Korban dijadikan pelacur di Malaysia.

Hingga akhir pekan lalu pimpinan Able belum dibekuk. Seorang pegawai Able yang tak mau disebut namanya mengatakan, bosnya masih bekerja se-perti biasa. Untuk menangkap bos Able, Polda meminta bantuan Mabes Polri. ”Untuk berkoordinasi dengan Interpol maupun Kepolisian Malaysia,” kata Komisaris Besar Ahmad Rivai, Kepala Satuan Remaja, Anak, dan Wanita di Reserse Kriminal Polda Metro Jaya.

Menurut Senior Liaison Officer (SLO) KBRI Kuala Lumpur, Komisaris Besar Setyo Wasisto, aparat kepolisian di Malaysia sangat kooperatif. ”Beberapa -kasus kami tangani bersama,” kata-nya. ”Selama ini, pihak berwajib Ma-laysia cukup proaktif memerangi sindikat penjualan wanita.”

Namun, bukan pula perkara mudah untuk menangkap ”bapak ayam”—istilah untuk muncikari di Malaysia. ”Para sindikat bekerja cukup rapi dan licik,” kata Setyo Wasisto kepada wartawan Tempo di Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, pekan lalu.

Di penampungan dua lantai di KBRI, Tempo menemukan tiga perempuan -kor-ban ”bapak ayam”. Tapi mereka meng-aku bukan dari Tangerang. Kisah ke-terjebakan mereka nyaris serupa de-ngan empat korban di Tangerang itu.

Seorang di antaranya, sebut saja Fi-tri, masih 13 tahun. Dia meninggalkan kam-pungnya, Desa Sempurna, Sambas, -Kalimantan Barat, dua bulan lalu, terpikat rayuan bekerja di restoran di Ku-ching, ibu kota Negara Bagian Serawak, -Malaysia.

Tiba di Malaysia, ia ditampung di Tebedu, Serawak, dan bertemu dengan 29 wanita lainnya. Dari Kuching, Fitri diterbangkan ke Kuala Lumpur. Di sana ia disambut seorang tauke, yang mengharuskannya melayani ”tamu”. Kata-nya, ”Untuk menutupi biaya perjalanan ke Malaysia.”

Kemudian ia dibawa ke tempat-tempat hiburan di Kuala Lumpur dan Selangor, serta pusat judi di Genting Highland, Negara Bagian Pahang. ”Saya letih sekali,” katanya. Dia lalu kabur dan di-tampung di KBRI. Dalam pekan ini ia dipulangkan.

Di Tangerang, Ketua RT Sugri, Maman, menerima telepon dari Malaysia, dua pekan lalu. Dia mengenali si pene-lepon. ”Keponakan saya,” katanya. Maman mengulang kalimat dari seberang: ”Saya harus melayani tamu laki-laki di tempat hiburan di Malaysia. Saya melarikan diri dan melapor ke polisi, tapi polisi di Malaysia mau memperkosa saya.”

Nurlis E. Meuko, Ibnu Rusydi (Jakarta), Joniansyah (Tangerang), dan T.H. Salengke (Kuala Lumpur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus