Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bumerang yang dilemparkan itu tiba-tiba saja berbalik. Sang pelempar kini sibuk menangkis serangan. Adiwarsita Adinegoro, anggota MPR RI dari Utusan Golongan, kini harus siap diperiksa polisi. Gugatannya kepada Bank Mandiri bakal membuatnya berurusan dengan aparat keamanan justru sebagai pesakitan. Ia diduga terlibat dalam pencairan sertifikat deposito (negotiable certificate of deposit) senilai Rp 50 miliar milik Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang disimpan di Bank Mandiri Cabang Panglima Polim, Jakarta.
Pemeriksaan itu memang belum terlaksana. Hingga Jumat pekan silam, polisi belum mengantongi surat izin dari presiden—syarat bagi polisi untuk memeriksa anggota parlemen. Polisi mengaku sudah mengajukan permohonan pemeriksaan itu melalui Kejaksaan Agung.
Kasus ini berawal pada 12 Februari 2002. Ketika itu APHI, yang diketuai Adiwarsita, membeli 10 sertifikat deposito berbentuk negotiable certificate of deposit (NCD) Bank Mandiri senilai Rp 50 miliar. Pada hari yang sama, surat berharga itu dititipkan APHI di Bank Mandiri Cabang Panglima Polim, Jakarta, selama setahun dengan bunga 17,25 persen. Lima hari sebelum NCD itu jatuh tempo, APHI meminta Bank Mandiri memindahbukukan dana itu ke rekening mereka di Bank Mandiri Cabang Gedung Kehutanan.
Bukannya mendapat kabar menggembirakan, APHI malah menelan pil pahit. Pihak bank memberitahukan sertifikat itu telah dijadikan jaminan kredit Rp 44 miliar oleh empat karyawan perusahaan sekuritas PT Jasabanda Garta. Mereka adalah Julianus Indrayana (kini almarhum), Ismail Syaifuddin (kini buron), Rahadian Tarekat, dan Kuncoro Haryomukti. Menurut Bank Mandiri, keempatnya berhasil "melego" sertifikat deposito karena membawa surat kuasa yang diteken Adiwarsita dan Bendahara APHI, Zain Masyhur. Tapi, menurut polisi, setelah melakukan pemeriksaan di Laboratorium Forensik Mabes Polri, tanda tangan dalam surat kuasa itu ternyata palsu.
Belakangan diketahui bahwa kredit Rp 44 miliar telah disetujui Bank Mandiri pada 13 Februari 2002—sehari setelah APHI membeli sertifikat berharga tersebut. Uang segepok itu dirangsek Julianus, Ismail, dan Rahadian (masing-masing Rp 13,2 miliar), serta Kuncoro Haryomukti (Rp 4,4 miliar). Karena merasa kemalingan, APHI melaporkan keempatnya kepada polisi pada 9 Juli 2003 lalu. Termasuk yang dilaporkan adalah Kepala Cabang Bank Mandiri Panglima Polim, Gatot Cahyanto. Gatot dinilai lalai karena tak mengkonfirmasi surat kuasa palsu itu kepada APHI.
"Bumerang" berbalik ketika dalam pemeriksaan sejumlah saksi—termasuk Rahadian Tarekat dan Kuncoro Haryomukti—polisi menemukan indikasi bahwa Adiwarsita terlibat. Ia dianggap mengetahui kongkalikong pemalsuan surat untuk menggasak uang miliaran rupiah tersebut. Dengan kata lain, menurut polisi, laporan Adiwarsita itu hanya sandiwara untuk menutupi tipu muslihatnya sendiri.
Adiwarsita membantah terlibat memalsukan surat kuasa dan bermain mata dengan para tersangka. Bahkan ia mengaku tak mengenal keempat pemalsu surat kecuali Ismail Syaifuddin. "Enggak benar saya diperiksa. Dari mana juga ceritanya saya yang memerintahkan para tersangka itu mencairkan NCD? Mana bisa? Kami yang melaporkan (mereka), kok," katanya kepada Koran Tempo.
Pengacara APHI, Christofel Butarbutar, juga menepis dugaan itu. Menurut dia, jika dilihat dari aliran dana, semua masuk Julianus dan kawan-kawan. Ia juga membantah kliennya menjadi tersangka dalam kasus itu. Pihaknya sudah mengecek kebenaran berita tersebut ke Mabes Polri, dan hasilnya nihil. "Anak buah saya sudah mengecek ke Mabes Polri. Tidak ada laporan resmi ke Polri karena perkara itu ditangani Polda Metro Jaya. Semua itu hanya masukan dan informasi dari luar," katanya.
Tapi, polisi berkata lain. "Saya yang paraf surat (pemeriksaan) itu untuk diajukan ke komandan (Kapolri dan Kabareskrim). Tapi saya harus cek dulu apakah surat sudah ditandatangani komandan atau belum," kata Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Inspektur Jenderal (Pol.) Suyitno Landung D., kepada wartawan Koran Tempo, Eduardus Karel Dewanto.
Wakil Sekretaris Kabinet, Erman Rajagukguk, menyatakan belum melihat surat permohonan pemeriksaan itu. "Saya belum tahu, belum jatuh ke saya. Mungkin di Sekretaris Negara. Yang jelas, saya belum lihat," kata Erman kepada Deddy Sinaga dari Tempo News Room.
Terlepas dari diperiksa atau tidaknya Adiwarsita, kasus ini bagaimanapun telah memukul perbankan nasional. Deputi Senior Bank Indonesia, Anwar Nasution, menyatakan akan mengusut tuntas terutama untuk memastikan keterlibatan Bank Mandiri. "Pengelola bank tidak serius dalam meneliti permohonan kredit. Kalau sudah begini, siapa yang mau percaya pada bank," kata Anwar.
Sapto Yunus
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo