Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mencari tukang suap

Pn jakarta pusat memvonis bekas bendahara kejaksaan negeri jakarta pusat rahmat hasan, 47, 1 tahun karena kasus penggelapan barang bukti. maringan siagian, 46, diduga ikut terlibat.

24 November 1990 | 00.00 WIB

Mencari tukang suap
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
INI memprihatinkan. Dan rasanya tak biasa. Istora Senayan, Jakarta, lengang dari penonton saat berlangsungnya final Piala Dunia 555, Ahad siang lalu. Paling banter cuma ada seribu orang di podium berkapasitas sekitar 10 ribu penonton itu. Padahal, piala dunia bulu tangkis itu diikuti oleh hampir semua pemain terbaik dunia. "Bagaimana orang mau nonton kalau pemain kita kalah terus," ujar Rudy Hartono, pelatih tim putra. Maestro bulu tangkis Indonesia yang kembali menjabat pelatih putra ini -- menggantikan Tong Sin Fu -- rupanya kesal menyaksikan anak buahnya berguguran. Pemain terakhir yang bertahan, Ardy B. Wiranata, juga harus tersingkir di semifinal setelah disikat Zhao Jianhua, juara All England 1990. Kalah dan menang memang soal biasa. Namun, ada trauma, kekalahan itu justru terjadi setelah kemenangan hampir di tangan. Pada semifinal Piala Thomas di Tokyo tahun lalu, misalnya, tim bulu tangkis putra Indonesia sudah unggul 2 atas Malaysia. Eh, siapa sangka, Malaysia akhirnya memukul balik dengan 3-2. Kejadian yang persis sama dialami Indonesia di Asian Games Beijing. Juga menghadapi Malaysia. Pada Piala Dunia 555 ini tim putra juga tak lepas dari sial. Di babak penyisihan di Bandung, ganda Eddy Hartono/Gunawan bisa menumbangkan Razif/Jailani Sidek. Namun, di final angin begitu cepat berbalik. Eddy/Gunawan dihajar lagi oleh Sidek bersaudara itu. Sampai-sampai Ketua Bidang Pembinaan PBSI M.F. Siregar menduga, selain faktor teknis, ada faktor lain di balik kalah terusnya pemain Indonesia belakangan ini. "Mental punya pengaruh besar," ujarnya. Untuk penanganan mental inilah, PBSI telah mendatangkan Prof. Dr. R.N. Singer dari Jurusan Latihan dan Ilmu Olahraga Universitas Florida. Singer ini adalah psikolog olahraga paling top di AS. Ia pernah menjabat psikolog kepala komite olahraga Amerika untuk Olimpiade. Singer juga konsultan psikologi pada tim RRC untuk Asian Games Beijing. Pria 44 tahun yang tingginya 180 cm ini adalah presiden International Society of Sport Psychology. Singer, yang sudah berada di Indonesia, akan bekerja selama dua minggu dan dia dibayar US$ 5.000 plus akomodasi selama di sini. Prof. Singgih Gunarsa, psikolog PBSI, sudah mengirim sejumlah bahan tentang pemain Indonesia pada Singer. Dan di Piala Dunia 555 di Bandung, doktor lulusan Universitas Ohio ini mulai mengamati pemain Indonesia. "Sekarang ini saya pada tahap pra-observasi sambil mengamati keadaan pemain Indonesia," ujar Singer pada Achmad Novian dari TEMPO. Menurut Singgih Gunarsa, penanganan psikologis pada pemain Indonesia banyak menemui masalah. "Mulai dari penanganan yang tak kontinyu sampai masalah nonteknis," ujar Singgih lagi. Dan Singer nanti diharapkan memberi alternatif pada masalah-masalah yang dihadapi pemain. Targetnya? "Untuk sampai di Olimpiade Barcelona 1992, penanganan psikologis harus dilakukan dari sekarang, dan Singer yang harus memberikan kontribusinya," kata M.F. Siregar. Mendatangkan Singer adalah sebagian langkah pembenahan oleh PBSI. Pekan depan, giliran soal fisik pemain digenjot. PBSI juga akan mendatangkan seorang ahli fisik, Ron Munn. "Tapi biayanya ditanggung sponsor," ujar Siregar tanpa mau menyebut sponsor tadi. Di pelatnas, perombakan juga sudah dilakukan Siregar. Rudy Hartono, yang lama menderita penyumbatan di jantungnya, kini kembali menangani tunggal putra. Sementara itu, Tong Sin Fu, yang digantikan Rudy, kini melatih ganda putri. Christian Hadinata, spesialis ganda putra Indonesia, sekarang kembali menangani ganda putra. Walhasil, segala upaya ditempuh PBSI untuk mendongkrak prestasi. Kegagalan di AG Beijing agaknya memberi pelajaran berharga. Prestasi memang harus didekati dari segala segi, secara ilmiah. Ini kalau kita tak mau dipermalukan terus-menerus dalam urusan tepok-menepok bulu angsa itu. Toriq Hadad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus