DENGAN kapak, gergaji, dan tali, Tawar Ginting menuruni lembah dan terjalnya tebing Gunung Sibayak. Dengan alat-alat itulah ia menguliti seonggok bangkai, dan kemudian menjualnya. Karena itu, kini, lelaki 44 tahun warga Desa Raja Berneh, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara, itu berurusan dengan polisi. Bersama ketiga temannya, akhir Oktober lalu, Tawar kepergok mengangkut 3 ton lempengan aluminium. Barang itu tak lain kulit tubuh si Hercules yang berkode C130H-MP -- pesawat militer milik TNI-AU yang menabrak Gunung Sibayak, November tahun lalu. Bermulanya pengulitan beramai-ramai oleh warga Desa Raja Berneh, yang sebagian besar petani itu -- karena memang ada pembeli aluminium. Konon, untuk dijadikan peralatan dapur: panci, piring, dan sebagainya. Lagi pula, siapa bilang bangkai pesawat haram hukumnya? Bila hanya Tawar Ginting dan ketiga kawannya yang diinterogasi dan sempat ditahan satu hari oleh Polres Tanah Karo, karena memang hanya merekalah yang paling rajin menguangkan bangkai itu. Dalam kurun waktu kurang dari setahun nyaris pesawat nahas yang meminta 10 korban jiwa itu tinggal kerangka. Padahal, kapal terbang itu paling tidak dibalut oleh 40 ton aluminium. Tawar Ginting mengaku pernah menjual 3 ton ke beberapa penadah di Medan dengan harga rata-rata Rp 300 per kilogram. Dan, sebenarnya, inilah pengalaman kedua penduduk desa di kaki bukit Sibayak. Yang pertama, yakni ketika pesawat Garuda F-28 Mamberamo berpenumpang 62 orang menabrak Gunung Partetekan, sekitar 500 meter dari Sibayak, pada 1979. "Yang tinggal sekarang hanya rangka besinya saja. Yang namanya aluminium sudah ludes," cerita Tawar Ginting pula. Dan waktu itu, karena tak tepergok, tak ada urusan dengan polisi. Tapi, rupanya, bukan tepergok atau tak tepergok soalnya. Ternyata, memang ada bangkai pesawat yang diharamkan, ada yang dihalalkan. Dalam satu surat keputusan Kepala Staf Angkatan Udara tahun 1984, tentang Pedoman Pencegahan dan Penyelidikan Pesawat Udara TNI-AU, disebutkan, "reruntuhan pesawat terbang tidak boleh dimusnahkan atau disingkirkan atau dipindahkan sebelum Panitia Penyelidikan Penyebab Kecelakaan Pesawat Terbang mengizinkan." Yang dimaksud ini, pesawat militer. Menurut sebuah sumber di Markas Besar AU, Jakarta, hingga saat ini panitia itu belum selesai mengusut ihwal jatuhnya Hercules di Sibayak itu. Tapi siapa lalu yang harus bertanggung jawab terhadap tak diusikusiknya pesawat itu? Dan bagaimana masyarakat bisa tahu bahwa kapal terbang jatuh itu tak boleh dikuliti? "Komandan Lanud terdekatlah yang paling bertanggung jawab atas reruntuhan itu," ujar sumber tersebut. Menurut Komandan Pangkalan Udara TNI-AU di Medan, Letkol Tjaswadi, Hercules itu belum diangkut karena terbentur medan yang sulit. Untuk pengawasan, menurut dia, sementara diserahkan kepada pamong desa setempat. Nah, mengapa pamong tak melindungi si bangkai dari jarahan, itu memang soal lain. Hingga kini memang belum ada yang ditahan. Kecuali Tawar Ginting dan tiga kawannya yang sempat sehari menginap di kepolisian. Mereka pun dilepas kembali setelah ada jaminan Rp 300 ribu per orang. "Belum ada penjelasan apakah TNI-AU keberatan kalau bangkai pesawat itu dikupas penduduk. Bila keberatan, ya, jelas pencurian," kata Wakapolres Tanah Karo, Mayor M.R. Manalu. Ada contoh, pesawat militer yang jatuh tak sampai kedinginan dikuliti penduduk. Yakni F-27 milik TNI-AU yang mengalami kecelakaan di kawasan Garut, Jawa Barat, pertengahan Agustus lalu. Puluhan penduduk dari sekitar lokasi jatuhnya pesawat menggerayangi berbagai peralatan, seperti sandaran kursi, pelampung, ban, lampu-lampu, pipa alummlum. Sampai kabel hangus pun disikat sekadar, konon, untuk kenang-kenangan -- bukan untuk dijual. Untung, Polres Garut dan aparat setempat cepat bertindak. Maka, tak perlu ada penduduk ditahan maupun didenda. Adapun untuk pesawat nonmiliter, tidak ada masalah. Semua yang ada boleh diambil penduduk setempat, setelah peralatan-peralatan penting diamankan. Soalnya, pesawat sipil biasanya sudah diasuransikan. Kalau ada pihak yang keberatan dengan pengambilan bagian-bagian pesawat, "mestinya pihak asuransi itu," kata juru bicara Garuda, Sofyan Alty. Sebenarnya, menurut sumber TEMPO, peraturan perlindungan buat pesawat militer yang jatuh lebih untuk melindungi benda-benda yang bisa membahayakan masyarakat banyak. Misalnya, bila dalam pesawat tersimpan senjata. Maklum, pesawat militer. Sejauh ini, tak ada kabar ditemukan pistol, senapan, apalagi meriam, di dalam bangkai Hercules di Sibayak itu. Tak perlu cemas. YH Laporan Monaris Simangunsong (Sumatera Utara) Aji A. Gofar (Jawa Barat)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini