BILA ada murid tak begitu pintar, belum tentu sarana pendidikannya yang kurang. Ada satu hal, yakni potensi biologis si anak, bisa jadi memang pas-pasan. Sebab, kecerdasan anak seorang ibu remaja, yang belum genap 20 tahun, pada umumnya, kalah dengan anak ibu dewasa yang berumur lebih dari 20 tahun. Ini muncul dalam simposium di Aula Prof. Sumarman, Universitas Diponegoro, Semarang, belum lama ini, dalam rangka Kongres Nasional V Perkumpulan Hematologi & Transfusi Darah Indonesia. "Dari hasil penyelidikan, IQ (Intelligence Quotient) anak ibu remaja ternyata lebih rendah daripada anak yang dilahirkan oleh ibu dewasa," ujar dr. Untung Praptohardjo, 51, salah seorang pembicaranya. Dokter lulusan Undip, yang memperoleh spesialisasi kandungan dan kebidanan pada 1970, itu rupanya sudah meneliti sejak lima tahun lalu, baik di Rumah Sakit Kariadi maupun di rumah sakit bersalin miliknya. Menurut dia, pertumbuhan jabang bayi yang dikandung ibu remaja tidak sebaik pada ibu dewasa. Banyak faktor penyebabnya. Antara lain ukuran dan bentuk panggulnya belum normal -- masih relatif kecil. Akibatnya, kata Untung mengutip literatur, "Anak-anak ibu remaja itu setelah umur 4 tahun 11% IQ-nya di bawah 70. Sedangkan IQ serendah itu pada anak ibu dewasa hanya 2,6%." Hal itu secara tidak langsung sudah dibuktikan Dr. Max Wullur, 51, Kepala Pusat Penelitian IKIP Manado. Setelah lima bulan ia mengkaji teorinya melalui penelitian lapangan, ia menyimpulkan kemampuan akademis anak yang dilahirkan ibu berumur di bawah 20 tahun lebih rendah daripada kemampuan akademis anak yang dilahirkan ibu di atas 20 tahun. Kemampuan akademis itu, tutur Max Wullur, dibangun dari rata-rata nilai rapor anak-anak sekolah dasar pada pelajaran Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Moral Pancasila, dan Matematika. Nilai yang dianalisa antara 3 dan 5 semester. Sedangkan responden ditarik dari 3 kecamatan di Kodya Manado dan 3 kecamatan di Kabupaten Minahasa. Tiap kecamatan mendapat jatah 500 eksemplar angket. Dari tiap kecamatan diperoleh antara 50 dan 60 murid yang lahir dari ibu remaja. Namun, bukan berarti setiap anak dari ibu remaja itu selalu berkemampuan rendah. Selalu ada perkecualian. Sedangkan penyebab rendahnya kemampuan itu, menurut Max Wullur, belum tentu karena gizi -- terutama pada ketika si anak dalam usia balita. Memang, tambahnya, ibu muda yang belum genap 20 tahun itu masih mengalami pertumbuhan. Sehingga, kalau mengandung, janin di rahim hanya memperoleh "makanan sisa" si ibu yang masih tumbuh. Itu sebabnya, kata Untung, staf pengajar di Fakultas Kedokteran Undip itu, berat badan janin ibu remaja biasanya rendah. Ditambah, kadang-kadang, pertumbuhan janin abnormal, yang bisa mengakibatkan bayi lahir sebelum genap 9 bulan 10 hari. Atau bahkan bayi lahir mati. Max Wullur, doktor statistika terapan dari IPB, tidak hanya meneliti orang lain. Ia pun meneliti dirinya sendiri, tepatnya, keluarganya. Di antara 7 saudaranya, 2 saudara tertua Max Wullur juga lahir ketika ibunya belum mencapai umur 20. Keduanya, ternyata, hanya mencapai jenjang pendidikan SD dan SMA. Sedangkan 5 bersaudara lainnya termasuk Max Wullur yang lahir pada urutan ketiga, telah bergelar sarjana. Max Wullur sendiri kawin dengan istrinya yang ketika itu berusia 20 tahun, keempat anaknya pun kini hampir lulus universitas. Namun, bukan alasan keluarganya itu yang mendorong Max meneliti soal kemampuan anak-anak yang lahir dari ibu remaja. Sebagai anak seorang petani kelapa, ia mendapat ilham dari para petani yang cukup hati-hati memilih bibit tanaman mereka. Dan salah satu kriterianya, bibit itu diambil dari pohon induk cukup tua yang masih produktif. Selain itu, Max Wullur yang beragama Kristen ini rupanya terkenang pada khotbah mimbar agama Islam di TVRI yang dibawakan Dr. Andi Hakim Nasoetion, Rektor IPB, yang menjadi promotor doktornya waktu itu. Yakni ketika Andi menyatakan: wanita yang melahirkan di bawah umur 20 tahun akan menghasilkan keturunan yang banyak menderita kelemahan. Perkiraan Max Wullur sudah terbukti. Dan, tampaknya, ia dengan hasil penelitian itu hendak menyatakan bahwa kualitas biologis manusia pun menjadi satu faktor utama keberhasilan pendidikan. Keberhasilan itu tidak semata-mata bergantung pada tersedianya perangkat keras dan perangkat lunak dunia pendidikan. Potensi biologis manusia itu sendiri bisa merupakan unsur penentu keberhasilan. Yakni, dalam hal ini, bibitnya berasal dari ibu yang umurnya lebih dari 20 tahun. Kata Nyonya Lusye Rampengan, 25, mengenai kedua anaknya. Tak seperti anak sulungnya yang dilahirkan ketika Lusye belum menginjak 20, anak keduanya kelihatan lebih lincah dari kakaknya. "Belum satu tahun sudah senang mendengarkan lagu dan nonton TVRI," ujarnya. Lain halnya dengan Ny. Henny Rawung Manangka, 39, yang punya tujuh anak. Kecerdasan mereka, katanya, tak ada bedanya. Hanya saja, dua anak pertamanya, yang lahir ketika Henny berusia kurang dari 20 tahun, putus sekolah. "Sebab itu, usahakan anak cucu kita tidak kawin pada usia muda," tutur Max Wullur tanpa maksud mengampanyekan program keluarga berencana. Suhardjo Laporan Phill M. Sulu (Manado) & Bandelan Amarudin (Biro Jawa Tengah)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini