Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengadili Cerita Fiksi

Seorang wartawan di Gorontalo dijerat pasal pornografi dan pencemaran nama baik. Padahal ia tidak menyebut nama dalam tulisannya.

10 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Gorontalo, Hari Kemerdekaan Pers Dunia yang jatuh pada 3 Mei silam dirayakan secara unik. Yang memperingatinya seorang tersangka bernama Simson M. Diko. Dikenal sebagai Pemimpin Redaksi Tabloid Busur yang terbit di Gorontalo, ia menandai hari penting itu seorang diri dengan cara mogok makan di tahanan. Aksi ini juga merupakan bentuk protes atas perlakuan aparat hukum terhadap dirinya. "Saya merasa dianiaya oleh orang kuat di Kabupaten Gorontalo," ujarnya kepada TEMPO.

Simson ditahan Kepolisian Resor Gorontalo sejak Januari lalu. Belakangan, setelah kasusnya mulai diadili, ia menghuni Lembaga Pemasyarakatan Gorontalo. Kamis pekan lalu, sidangnya memasuki tahap pemeriksaan saksi.

Kasus ini bermula ketika pada Agustus sampai Desember tahun silam, ia menulis "cerita" tentang perselingkuhan seorang pejabat daerah. Tulisan ini dimuat dalam tabloid Busur empat edisi berturut-turut. Diceritakan di situ, pejabat tersebut kepergok melakukan affair dengan istri bawahannya. "Tulisan saya itu sebenarnya fiksi, tapi berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat Gorontalo," kata Simson.

Karena tulisan itulah akhirnya Simson dijerat dengan pasal "penyebaran pornografi". "Kami mendapat masukan dari para tokoh adat yang menyatakan bahwa tulisan itu mengandung pornografi," ujar Komisaris Pol. Sakeus Ginting, Wakil Kapolres Gorontalo, kepada Gorontalo Post.

Walau tulisan itu tak menyebut nama pejabat, tersangka juga dijaring dengan Pasal 310 (Ayat 2) KUHP tentang pencemaran nama baik. Rupanya, muncul reaksi dari pihak Bupati Gorontalo, Achmad Pakaya. Ini terlihat ketika tulisan Simson dibalas dengan tulisan oleh Kepala Bagian Hukum Pemda Kabupaten Gorontalo, lewat tabloid yang sama. Tak lama berselang, sang Bupati melaporkan Simson ke polisi.

Ketika diperiksa polisi, Simson mengaku sempat digebuki. "Gigi saya tanggal dan dada saya masih sakit sampai sekarang," kata kakek bercucu enam ini. Namun, Komisaris Sakeus membantah. "Kami sudah bertindak sesuai dengan prosedur," ujarnya.

Dalam sidang di pengadilan Kamis pekan lalu, menurut pengacara Simson, Patta Agung, dihadirkan seorang saksi. Dia adalah Rahmiyati Yahya, istri Sekretaris Daerah Kabupaten Gorontalo. "Seharusnya, saksi korban Bupati Pakaya yang pertama diperiksa," kata Patta.

Kesaksian Rahmiyati, menurut Patta, menguntungkan kliennya. Selain belum pernah membaca berita di tabloid Busur, ia mengakui cerita itu memang beredar di masyarakat dan pernah ditulis di media lain. Soal benar-tidaknya cerita yang ditulis Simson? "Saksi mengaku tidak tahu," ujar Patta.

Menurut seorang anggota Dewan Pers, Hinca I. Panjaitan, yang sempat menjenguk Simson di ruang tahanan, tak seharusnya Simson ditahan karena karya jurnalistiknya. ''Pasal-pasal yang didakwakan kepadanya juga tak tepat," kata Hinca. Ia tidak melihat adanya unsur pornografi dan pencemaran nama baik dalam tulisan tersebut karena si penulis tidak menyebut nama seseorang.

Hanya, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Gorontalo, Yusran Lapananda, menilai tulisan Simson memang mengarah ke atasannya. "Saat saya menulis di harian lain, dia jawab pada terbitan keempat. Jelas tulisan itu ditujukan kepada atasan saya, Bupati Pakaya," tuturnya. Ia juga menegaskan bahwa tulisan itu bukan fiksi, melainkan cenderung mencemarkan nama baik Bupati.

Sejauh ini sidang kasus Simson dinyatakan tertutup untuk umum. Ini membuat heran Hinca, karena sidang tertutup biasanya untuk kasus susila atau kasus yang terdakwanya anak-anak. "Kalau kasus Simson, yang diadili kan karya jurnalistik," ujarnya.

Keanehan semacam itu pula yang membuat Simson melancarkan protes lewat mogok makan, kendati ia tahu aparat tak bakal menggubrisnya.

Ahmad Taufik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus