Bermula dari tempat karaoke, kerusuhan membakar Tanjungbalai. Penyulutnya kini diadili. KERUSUHAN rasial yang sempat menggoyang Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, kini dibuka pengadilan. John Thaher, alias Eng Hin Alias A Kau, 22 tahun, bersama dua temannya, Oei Si Guan alias A Lai dan Soe Ming Wong alias A Wang, pekan-pekan ini terpaksa duduk di kursi pesakitan. Mereka didakwa mengeroyok seorang tokoh pemuda di "kota kerang" itu, Peristiwa Sembiring, 25 tahun, hingga tewas. Pada malam Jumat, 25 Oktober lalu, seperti diungkap Jaksa Hafiz Abdul Latif dalam dakwaannya, seorang anak muda bernama A Liong sedang asyik menyanyi di karaoke "Istana Melody", di kota itu. Suasana santai itu terganggu ketika A Kau menyambar mik dari A Liong. Sesuka hatinya A Kau menyulap lagu Gadisku yang dipesan A Liong dengan lirik berbahasa asing dan menjadi kalimat-kalimat tak senonoh. Tentu saja A Liong dan teman-temannya memprotes. Untunglah, seorang pengunjung lain, Zainal Arifin, mendamaikan hingga insiden itu tak marak jadi keributan. Namun, A Kau dan kawan-kawannya semakin menjadi-jadi. Mereka diam-diam memeras duit beberapa pengunjung. Inilah yang membuat jengkel Peristiwa yang bertugas sebagai pengawas di "Istana Melody" itu. Tiwa (panggilan Peristiwa) segera mengutus seorang tukang parkir untuk menyuruh A Kau dan kawan-kawan keluar. A Kau ternyata sudah berfirasat akan terjadi apa-apa. Ia diam-diam menyuruh A Lai keluar lebih dahulu mengambil parang di sebuah gudang dan menyembunyikannya di kedai-kopi di depan karaoke tersebut. Benar saja, setiba di luar, entah siapa yang memulai, tiba-tiba Tiwa dan A Kau sudah berkelahi. Karena terdesak, A Kau mendorong Tiwa ke sebuah becak yang diparkir di situ dan kemudian lari masuk ke kedai kopi di seberang jalan. Tiwa, yang mengejar ke dalam kedai itu, seperti masuk jebakan. A Wang merangkulnya dari belakang hingga tak bisa bergerak lagi. Ketika itulah, kata jaksa, A Kau menikamkan belatinya berulang-ulang ke perut dan dada Tiwa. Ini diikuti A Lai, yang membabatkan parang pemotong babinya. Sekitar 15 menit kemudian, ketiga "begundal" ini lari menerjang kerumunan orang yang menunggu di luar kedai kopi tersebut. Dengan isi perut terburai, Tiwa dilarikan ke Rumah Sakit Umum Tanjungbalai dan kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Ibu Kartini, Kisaran, 20 km dari situ. Kejadian itu segera menyulut kerusuhan di kota itu. Tanpa dikomando massa menyerang warga keturunan Cina dan melempari rumah-rumah dan pertokoan mereka di wilayah perekonomian. Akibatnya, toko-toko dan gudang ikan di kota itu tutup selama tiga hari. Pada hari keempat, Tiwa meninggal dunia meninggalkan seorang anak dan istrinya yang sedang hamil. Hura-hara pun semakin marak. Sumber polisi mencatat dua pemuda tewas dalam kerusuhan tersebut. "Pelakunya sudah kami tangkap dan akan disidangkan," kata sebuah sumber TEMPO, berbisik. Amukan massa ini dimanfaatkan banyak penjahat yang menangguk di air keruh. Di Bagan Asahan, 15 km dari Tanjungbalai, sebuah gudang ikan dirusak. Ada pula enam kawanan merampok kedai milik Aki. Selain kehilangan duit Rp 675 ribu, Aki pun ditikam pahanya. "Semuanya akan diproses sesuai dengan hukum," kata sumber polisi. Kepala Humas Pemda Tanjungbalai, A.R. Rusli, melukiskan, "Saat itu Tanjungbalai ibarat kota mati." Untunglah, pasukan ABRI dari Batalyon 126 Kala Sakti dan pasukan Brimob segera dikerahkan mengendalikan suasana. "Waktu itu, makan dan tidur pun kami harus tetap di kantor," kata seorang polisi. Alhamdulillah, Tanjungbalai pun pulih. Tentu saja semua yang terlibat harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hakim. Irwan E. Siregar, BL (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini