Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengapa kau menangis, jaksa

Jaksa jt siahaan melakukan interupsi dan menangis ketika membacakan tuntutannya kepada jenny rachman & budi prakosa dalam kasus penganiayaan sk martha. air matanya jadi teka teki di masyarakat.(hk)

31 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BILA ada terdakwa menangis di sidang pengadilan, itu soal biasa. Tapi jika yang menangis itu jaksa yang sedang menuntut terdakwa, memang aneh. Menarik lagi, karena jaksanya tak lain J.T. Siahaan, penuntut umum perkara Jenny Rachman dan Budi Prakoso. Lebih mengundang tanda tanya lagi, peristiwa itu terjadi setelah pembacaan tuntutan oleh Siahaan sempat terhenti sekitar satu jam, karena diinterupsi Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Supardi. Konon, beberapa lembar tuntutan Jaksa Siahaan tertinggal di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Sidang tuntutan terhadap Jenny dan Budi, suaminya, yang dituduh menculik, menganiaya, dan berbuat tidak menyenangkan terhadap S.K. Martha, Senin lalu itu memang mengundang banyak tanda tanya. Baru beberapa menit Siahaan membacakan tuntutannya, tiba-tiba Supardi muncul. Seizin majelis hakim, Supardi menyerahkan secarik memo kepada Siahaan. Setelah membaca memo, Siahaan meminta majelis menunda sidang selama 15 menit. Tapi majelis yang diketuai Walujo Sedjati hanya mengizinkan selama 5 menit. Beberapa menit dihabiskan Siahaan untuk berbicara dengan Supardi. Setelah itu, melalui telepon, ia bicara dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Santoso Wiwoho. Kemudian Siahaan kembali ke ruang sidang -- tapi bukan untuk melanjutkan membaca tuntutannya. Ia malah meminta sidang ditunda sekitar dua jam karena ada beberapa lembar dari tuntutannya yang salah ketik. Majelis mengabulkan. "Saya mengabulkan permintaan itu karena semua anggota majelis setuju, begitu pula pembela. Daripada tuntutan itu ada yang salah, lebih baik sidang diskors," ujar Walujo Sedjati kepada wartawan. Hakim, yang juga Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu, memang beranggapan jaksa berhak mengoreksi tuntutannya. Sejam kemudian Siahaan ternyata sudah kembali. Sidang dilanjutkan. Gelagatnya jaksa itu tak merasa nyaman lagi duduk di kursinya. Berkali-kali ia melap keringatnya. Dan mukanya yang memang agak sembap kelihatan semakin sembap. Menjelang tuntutannya berakhir, suara Siahaan malah semakin hilang, dan kadang tersendat-sendat. Herannya, beberapa kali ia tampak menyeka matanya. Menangis? Kejadian itu bagai membuka pintu untuk menyerang kejaksaan. Beberapa pengacara langsung angkat bicara bahwa pihak kejaksaan melakukan contempt of court karena menginterupsi pengadilan. Ada pula yang menghubungkan tangis Siahaan itu dengan tuntutan hukuman yang relatif ringan, 6 bulan penjara buat Budi Prakoso, dan 3 bulan dalam masa percobaan 6 bulan buat Jenny Rachman. "Dengan interupsi itu, kini timbul teka-teki di masyarakat, adakah pesan sponsor yang memberatkan atau justru meringankan terdakwa," kata seorang pembela, John Pieter Nazar. Hakim Walujo Sedjati ikut pula mengkritik kejaksaan. "Saya mengharapkan kasus semacam itu tidak terulang," katanya. Rekannya, Nielma Salim, mengatakan bahwa kejadian serupa itu baru pertama kalinya terjadi di Indonesia. Semua teka-teki, kecurigaan, dan kritik itu ditangkis Kepala Ke jaksaan Tinggi DKI Jakarta Sutanto. "Saya sudah memanggil Siahaan dan saya yakin ia tidak meriangis," kata Sutanto, seperti dikutip Sinar Harapan. Ia bisa memaklumi Siahaan tersendat-sendat ketika membacakan tuntutannya yang setebal 50 halaman itu. "Sebenarnya, kalau tidak menyangkut wartawan dan bintang film, tidak ada yang istimewa dari kasus itu. Tidak ada faktor yang memerlukan perasaan begitu dalam dari jaksa penuntutnya," kata Sutanto. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Santoso Wiwoho, juga membantah keras adanya pesan sponsor dalam kasus itu. Persoalan sidang ditunda itu, katanya, hanyalah soal beberapa lembar tuntutan yang tertinggal di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. "Yang jelas, tuntutan yang disusulkan kemudian itu tidak menyangkut angka hukuman, tapi hanya uraian yuridis agar tuntutan lebih mantap," ujar Santoso lagi. Seorang pejabat kejaksaan membenarkan Santoso. "Tidak mungkin susulan tuntutan itu mengenai strafmaat. Apalagi dihubungkan dengan menangisnya Siahaan. Sebab, berapa Jenny dan Budi akan dituntut sudah diketahui Siahaan sebelumnya. Itu bukan kemauan pribadi, tapi kemauan bersama yang diputuskan rapat. 'Kan, kejaksaan itu satu kesatuan," kata pejabat penting di kejaksaan itu. Selain itu Santoso Wiwoho juga tidak bisa menerima bila pihaknya dituduh menghina pengadilan. "Interupsi yang kami lakukan itu seizin pengadilan," katanya. Pengacara terdakwa, M. Assegaf, pun membenarkan hal itu. "Sebab, saya lihat Supardi itu sudah mengangguk kepada hakim dan majelis mengizinkannya. Yang paling tahu apakah sebuah tindakan contempt of court atau tidak 'kan hakim," ujar Assegaf. Tapi kenapa Siahaan menangis? Jaksa yang sehari-harinya bertugas di Kejaksaan Tinggi DKI itu, anehnya, semula - ketika sidang usai - tidak membantah menangis. "Tidak apa-apa, hanya soal pribadi, soal keluarga," katanya kepada wartawan yang menanyakan. Tapi, beberapa hari kemudian, ia membantah. Ia hanya mengaku capek dan sakit gigi ketika membacakan tuntutannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus