Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

"tersita" makam diponegoro

Buntut sengketa tanah antara chandranegoro sidarta dan petrus trumanto terjadi salah sita. akibatnya beberapa rumah penduduk termasuk makam pangeran di ponegoro ikut tersita.(hk)

31 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEDENGARANNYA mustahil: sebuah makam pahlawan nasional disita. Tapi itulah yang terjadi di Ujungpandang saat ini. Karena kesalahan juru sita menetapkan batas wilayah sitaan, makam Pangeran Diponegoro ikut disita. Gubernur Sulawesi Selatan sendiri, A. Amiruddin, turun tangan Lewat Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, Dawanis Sirin, Gubernur mendesak Ketua Pengadilan Negeri Ujungpandang, Lumme, menerangkan duduk soal sebenarnya. Jawabannya singkat: salah sita. Kasus itu merupakan buntut perselisihan antara Chandranegoro Sidarta dan Petrus Trumanto. Keduanya dulu pernah sama-sama mengelola Usaha Dagang (UD) Fadjar, penyalur tunggal hasil pabrik kertas PT Gowa dan PN Padalarang, untuk wilayah Indonesia Timur. Menjelang berakhirnya tahun 1970-an, Fadjar tampak berkembang, dari modal hanya Rp 4,4 juta menjadi Rp 100 juta. Masing-masing lalu mengambil bagiannya untuk kepentingan pribadi. Keduanya masing-masing mendapat sebidang kapling. Petrus di Jalan Ali Malaka dan Chandra di Jalan Kabaena 12, 12 A. Pada 1978, Petrus, yang baru mendapatkan kewarganegaraan RI, meminta Chandra iparnya, membuat akta notaris baru yang mengikutsertakan namanya dalam Fadjar. Permintaan itu ditolak. Setahun kemudian Petrus dikeluarkan dari usaha bersama itu. Otomatis Chandra menguasai seluruh barang, pembukuan, gudang, dan tanah usaha mereka. "Petrus hanya sebagai pegawai pembukuan," kata O.C. Kaligis, penasihat hukum Chandra. Petrus malah dituduh menggelapkan sejumlah sertifikat tanah. Oleh pengadilan tingkat pertama, ia dibebaskan dari segala dakwaan. Tapi pengadilan banding tak sependapat: Petrus dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dalam masa percobaan setahun. Dan pengadilan tingkat kasasi menguatkan putusan itu. Petrus tak puas, mencoba mengajukan permohonan agar perkaranya ditinjau kembali, tapi ditolak. Waktu berlalu. Tiba giliran Petrus menggugat Chandra. Yang dituntut, sejumlah barang dan tanah yang diakui sebagai haknya, antara lain di Jalan Kabaena oleh pengadilan perkara ini dipecah menjadi dua berkas, satu berlatar belakang pembelian bersama atas tanah, dan satunya lagi berlatar belakang perkongsian dalam usaha. Sidang, yang seharusnya dimulai awal September 1985, ternyata batal karena Chandra, sebagai tergugat, berhalangan hadir. Sidang memang ditunda, tapi majelis hakim, yang terdiri dari J. Serang (waktu itu ketua), Junaidi Jo, dan Haryono, mengeluarkan penetapan sita jaminan atas obyek sengketa, antara lain, tanah di Jalan Kabaena. Atas dasar itulah Uli Hasan Siregar, juru sita, membuat berita acara sita jaminan, 21 September 1985. Dalam berita acara, batas tanah hanya disebutkan secara singkat, sebelah utara: got rumah Jalan Kabaena no. 6 sebelah selatan: Jalan Diponegoro sebelah barat: Jalan Kabaena dan sebelah timur: lorong 226 Jalan Diponegoro. Uli rupanya tak sempat merinci batas wilayah sitaan itu. Akibatnya, rumah sekitar 20 keluarga, yang berada di sekitar Jalan Kabaena, Jalan Diponegoro, dan lorong 226 Jalan Diponegoro, ikut tersita. Termasuk makam Pangeran Diponegoro yang berada di antara Jalan Diponegoro dan lorong 226 Jalan Diponegoro. "Sebenarnya itu hanya kesalahan penafsiran saja. Antara rumah yang disita dan makam pahlawan itu terdapat jalan kecil," kata Haryono, salah seorang anggota majelis dan humas Pengadilan Negeri Ujungpandang. Kekeliruan penafsiran itu, katanya, telah diperbaiki majelis hakim yang kini dipimpin Munir, setelah Serang dipindah. Munir membenarkan hal itu setelah mengadakan pemeriksaan ke lokasi. "Perbaikan sementara sedang kami susun," ujar Munir kepada Syahrir Makkuradde dari TEMPO. Ketua sendiri, Lumme, juga mengakui adanya perbedaan penafsiran dalam membaca berita acara juru sita. Ia juga yakin, tak mungkin makam pahlawan nasional itu ikut disita. "Nyatanya, pelaksanaan tidak mengikutkan makam dan rumah-rumah penduduk sekitar," katanya. Namun, Chandra tak sependapat. Katanya, jalan kecil yang dimaksud itu hanyalah sebuat got kecil. Ia menilai, pengadilan kurang teliti menangani perkara ini. "Saya juga heran, mengapa pengadilan mengadakan penetapan sita jaminan sebelum sidang dimulai," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus