Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menghindari nasabah?

Sebuah bank perkreditan rakyat di bali dinyatakan pailit lewat keputusan pengadilan. benarkah ini hanya taktik untuk menghindari tuntutan pidana?

4 Desember 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PINTU gerbang kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Artha Guna Dwipayana Denpasar, sejak Kamis pekan lalu, digembok rapat. Nasib BPR tersebut mulai saat itu tamat riwayatnya, menyusul dikabulkannya permohonan pailit oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Hakim Parmo hanya memerlukan waktu empat kali sidang sebelum akhirnya mengabulkan permohonan BPR Artha Guna. Bank itu dinilai tak bisa lagi membayar utang-utangnya kepada nasabah. ''Karena itu, saya nyatakan pailit, dan harta benda milik BPR disita oleh negara lewat Balai Harta Peninggalan (BHP),'' kata Parmo. Dengan jatuhnya vonis pailit, otomatis semua kepentingan yang berkaitan dengan BPR diambil alih negara. BPR tak lagi berhadapan dengan nasabah. Karena itulah, majelis hakim juga menunjuk I.M. Paiman Martorejo sebagai hakim komisaris, yang tugasnya mengawasi harta BPR. Dalam perhitungan akuntan publik, jumlah utang Artha Guna seluruhnya Rp 4 miliar. Adapun aset bank yang berpusat di Jalan Letda Made Putra Denpasar itu hanya sekitar Rp 1,4 miliar. Ke mana dana para kreditur sebesar Rp 2,6 miliar? Pertanyaan ini belum bisa dijawab karena, menurut hakim, negara lewat BHP akan terus meneliti aset dari BPR yang dipimpin Made Reteg itu. Cepatnya pengadilan memvonis pailit tak ayal menimbulkan pertanyaan kalangan nasabah. Apakah memang benar-benar pailit karena bangkrut atau memang pailit bohong-bohongan? Fidelis Zebua, salah seorang hakim anggota, menolak keras jika disebut pailitnya hanya bohong-bohongan. ''Berdasarkan pemeriksaan, BPR Artha Guna kondisinya memang benar-benar bangkrut,'' katanya. Sudah sejak Juni 1993, BPR Artha Guna tak mampu menggaji karyawan dan membayar bunga. ''Ia hanya mengeruk uang simpanan nasabah, tanpa mampu menyalurkan kredit,'' kata Zebua. Ahli hukum dagang Universitas Udayana, Puri Adnyani, menyebut keputusan yang diambil pengadilan terlalu cepat. Semestinya sakitnya BPR itu ditangani Bank Indonesia lebih dulu. ''Seperti kasus Summa, kan akhirnya BI yang melikuidasi. Jadi, tidak cepat-cepat memohon pailit,'' kata Puri. Yang jadi persoalan, sampai sejauh mana tanggung jawab BPR yang sudah pailit melaksanakan kewajiban melunasi utangnya. Menurut Puri, berdasarkan Undang-Undang Kepailitan, justru para nasabah diuntungkan. Karena pembagian yang dilakukan BHP nanti berdasarkan persentase. Semuanya mendapat sama rata. Yang terpenting, lanjut Puri, sampai sebelum uangnya kembali semua, kreditur (diwakili negara) tetap berhak menagih. ''Tak ada batas waktu untuk itu. Jika suatu saat, misalnya, BPR itu terbukti punya harta lain, negara berhak menyita.'' Menurut Puri, pernyataan pailit tersebut bisa ''menghabisi'' karier pengusaha bank. Dengan jatuhnya vonis pailit, kredibilitas dan bonafiditas pemilik bank di mata pemerintah dan masyarakat jatuh. Untuk berusaha lagi, akan sulit. Karena itu, Puri menganalisa tanpa menunjuk Artha Guna kemungkinan ada sesuatu jika sampai ada bank mengajukan permohonan pailit. ''Ada kemungkinan di dalam bank terjadi penggelapan dana,'' katanya. Maka, untuk menghindari tuntutan pidana dari kreditur dengan risiko bisa masuk bui pihak bank cepat-cepat mengajukan permohonan pailit. Dengan begitu, ia tak lagi berhubungan dengan nasabah. Ini merupakan jalan pintas memotong dari kemungkinan dipidanakan. ARM, Zed Abidien, dan Putu Fajar Arcana (Denpasar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum