Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menjebak buron kelas milyaran

Eks direktur bank perkembangan asia, lee darmawan kartaraharja/lee chin kiat, 50, ditangkap Kejaksaan. memalsu KTP dan melarikan uang nasabah Rp 30 milyar. bpa diambil alih pt prahadima & astra group.

11 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEKAS Direktur Bank Perkembangan Asia (BPA) Lee Darmawan Kartarahardja, yang dinyatakan buron sejak 1984, Rabu dua pekan lalu, ditangkap petugas kejaksaan. Lee, yang selama ini dianggap menghilang dengan membawa uang nasabah sekitar Rp 30 milyar, dibekuk petugas di rumahnya di Jalan Tosiga IV/H-9, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Pada 22 Oktober 1984 Lee Darmawan alias Lee Chin Kiat, 50 tahun, menggemparkan nasabahnya. Ia -- yang menjabat direktur dan memegang 98% saham di bank itu -- tiba-tiba menghilang dengan "mangantungi" uang nasabah sekitar Rp 30 milyar. Puluhan nasabah, ketika itu, resah akibat ulah Lee. Apalagi belakangan diketahui, Lee hanya mencatat pemasukan deposito dan tabungan para nasabah di buku pribadinya saja bukan di rekening bank. Ada dugaan bahwa Lee -- sebelum melarikan diri -- menggunakan dana nasabah itu untuk berspekulasi dalam jual beli tanah, di antaranya di daerah Slipi, Jakarta Barat. Perbuatan Lee itu nyaris membuat BPA dinyatakan pailit. Bank itu mulai sehat kembali setelah Bank Indonesia (BI) mengambil alih semua kewajiban dan pengelolaan BPA. BI juga memperkuat keuangan BPA dengan kredit khusus Rp 5 milyar lebih. Kini, setelah BI turun tangan selama satu setengah tahun, manajemen dan kepemilikan BPA berada di tangan PT Prahadima usaha swasta yang, konon, saham-sahamnya dikuasai putra-putri Prof. Sumitro Djojohadikusumo dan Astra Group. Tapi sebelum semua itu terjadi, Lee sudah sempat diseret ke meja hijau gara-gara memalsukan kewarganegaraan Indonesia. Kendati memiliki KTP Jakarta, sebetulnya Lee masih warga negara Malaysia. Sebab itu, majelis hakim yang diketuai Heru Gunawan, pada 1979, memvonisnya 6 bulan penjara. Belakangan putusan itu dikukuhkan pengadilan banding dan Mahkamah Agung. Lee -- yang tidak ditahan -- mengajukan permohonan grasi ke Presiden Soeharto. Tapi grasi itu ditolak Presiden pada 1984 setelah dikabarkan bahwa Lee buron. Anehnya, empat tahun kemudian atau awal Pebruari lalu, putusan grasi itu baru sampai ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Berdasarkan putusan itu, secara resmi kejaksaan memanggil Lee -- melalui BPA -- untuk menjalani hukumannya. Tapi sudah dua kali panggilan, Lee tak muncul. "Pihak BPA menyatakan bahwa Lee sudah tak di ana lagi: kata sumber TEMPO. Kejaksaan membentuk tim untuk mencari Lee, dipimpin Kepala Sub-seksi Eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat R. Purba. Sepekan kemudian didapat info menarik bahwa Lee masih berada di Jakarta. Diketahui bahwa buron itu sering singgah ke salah satu rumahnya, di Jalan Tosiga IV/H9, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Pada 22 Pebruari lalu, berbekal foto buron itu, Purba bersama tiga orang jaksa lainnya berangkat menuju rumah tersebut. Keempat jaksa itu menyamar sebagai orang yang berniat membeli rumah di wilayah itu. Dari ketua RT di situ diperoleh keterangan tentang status rumah "buruan" dan ciri-ciri pemiliknya -- ternyata persis dengan ciri-ciri Lee. "Tapi yang mereka tahu orang itu bernama Anwar. Mereka juga sama sekali tak tahu kalau Lee -- yang mengaku bernama Anwar -- itu terlibat kejahatan," kata sumber TEMPO. Pada malam harinya keempat petugas kejaksaan berpakaian preman itu kembali mendatangi rumah buruan. Purba mendekati pagar besi rumah itu. Sementara itu, ketiga rekannya tetap tinggal di mobil. Si pemilik rumah, Anwar -- yang sedang di halaman rumah -- menghampiri Purba. Ketika itu, lelaki bernama Anwar tadi hanya mengenakan kaus oblong dan sandal. Rambutnya panjang menutupi bahu. Tapi dibalik rambut gondrong dan penampilan rada kusut itu, Purba mengenali ciri-ciri khas buronannya, Lee Darmawan. Dibatasi pagar besi halaman, Purba mengutarakan niatnya hendak membeli rumah tersebut. Tanpa curiga, Anwar mempersilakan Purba masuk ke rumahnya. Purba pun memanggil ketiga rekannya tadi. Begitu sampai di dalam rumah, keempat petugas itu langsung menunjukkan identitasnya dan mengurung buruan itu. Anwar -- yang segera sadar telah masuk jebakan -- tentu saja, kaget. Wajahnya memucat. Lee pun diringkus dan dijebloskan ke LP Cipinang. Di penjara itu, ia harus menjalani hukuman 6 bulan penjara. "Saat ini baru soal eksekusi pemalsuan identitas itu saja. Mungkin nanti ia juga akan diperiksa untuk kasus penggelapan uang BPA," kata sumber TEMPO di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Direktur BPA yang sekarang, Stephen Z. Satyahadi, membenarkan bahwa selama ini Lee memang ada di Jakarta. "Dalam berbagai rapat proses pengambilalihan BPA ke PT Prahadima dan Astra Group, ia selalu hadir, kok," ujar Stephen. Menurut Stephen, sewaktu Lee dinyatakan menghilang, Oktober 1984, keadaan BPA amat sakit. Ketika itu, katanya, sisa modal BPA cuma tinggal Rp 1,8 milyar. Sekitar Rp 38 milyar kredit BPA macet, dan kerugian bank itu mencapai Rp 7 milyar. Selain itu, katanya, sekitar Rp 60 milyar dana BPA menguap. "Sebagian besar dana itu dipergunakan Lee untuk kepentingan sendiri, antara lain membeli tanah dan rumah." kata Stephen. Semenjak BI turun tangan, dan kini diambil alih PT Prahadima dan Astra Group, berangsur-angsur BPA sehat kembali. Selama ditinggal Lee, BPA berhasil mengeruk keuntungan sampai Rp 5 milyar. Bahkan per 7 Februari lalu, kekayaan BPA mencapai jumlah Rp 300 milyar. Sementara itu, kewajiban BPA untuk melancarkan kembali kredit macet dan kerugian semasa Lee dulu, seluruhnya berjumlah Rp 45 milyar, sudah bisa diselesaikan separuhnya. Toh bukan berarti Lee akan luput dari tanggung jawab. "Kasus penggelapannya tetap kami perkarakan," ujar Stephen. Persoalannya, selama ini siapa yang melindungi Lee sehingga luput dari pemeriksaan yang berwajib?Happy S., Muchsin Lubis, dan Moebnoe Moera (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum