Kecerdasan bisa dicetak dengan merangsang janin waktu dalam kandungan. Penemuan ini masih kontroversial. ALAM sebelum lahir kian dijelajahi. Bukan hanya melacak jenis kelamin janin, melainkan sebagai usaha mencetak calon manusia cerdas. Inilah yang dirintis Dr. Brent Logan, 50 tahun, di Amerika Serikat (AS) selama satu dasawarsa terakhir. Ahli psikologi perkembangan, penemu program pra-lahir, pendiri dan Direktur Lembaga Pranatal ini pelopor dalam riset neurogenetik. Ini menarik. Gelar doktornya yang pertama di bidang sastra Inggris. "Saya tidak tertarik pada sastranya, melainkan mengapa seseorang menjadi hero," tutur Logan kepada Bambang Harymurti dari TEMPO pekan lalu. Ia pun menyusuri riwayat hidup para "hero" itu, dan mencoba menemukan jawaban di mana letak bedanya dari orang kebanyakan. Selain itu, anak perempuan yang diadopsinya dari Prancis sulit menyesuaikan diri. Pergeseran minatnya kian berkobar ketika suatu hari 1982, istrinya mendengar di radio ada pasangan suami AS dan istri turunan Jepang memiliki dua anak ajaib. "Anak perempuan mereka usia 12 tahun, tapi sudah tingkat dua. Adiknya baru 10 tahun, sedang menunggu pengumuman diterima di universitas terkemuka," ujarnya, seraya menambahkan bahwa ia masih ingat betul IQ mereka yang 165. Logan makin terkesan cerita kedua orang tua anak itu yang mengaku selalu memberikan stimulasi ketika mengandung. Penuturan sang istri tentang anak ajaib itu menggiringnya ke pendidikan sebelum lahir. Ia mengumpulkan informasi sekitar 3.000 anak yang mendapat rangsangan dalam kandungan. Bentuknya beragam. "Ada yang suka bicara keras, menempelkan piano ke perut, main gitar atau menyanyi keras-keras," katanya. Dalam penelitiannya, Logan juga membaca karya Dr. Marian Diamond, ahli saraf dari Universitas Berkeley, California. Dari berbagai bacaan itu Logan mendapat gambaran, begitu lahir bayi kehilangan 75% hingga 90% sel otak (protobrain). Gejala alamiah ini dikaitkannya dengan akibat pertarungan untuk hidup yang umum berlaku. "Anda tahu, hanya satu sperma dibutuhkan untuk membuahi sel telur. Padahal, ribuan bahkan jutaan sperma yang dihasilkan dalam proses pembuahan," katanya. Ia menyimpulkan, alam menganggap sisa protobrain yang tetap hidup itu cukuplah untuk kelangsungan hidup si bayi. "Saya pikir, bila sisa sel protobrain itu diperbanyak, kemampuan otak juga akan bertambah," katanya. Caranya, ya, menstimulir bayi dalam kandungan. Ia sampai pada kesimpulan ini setelah mempelajari dunia bayi dalam rahim. Banyak yang mengira dalam kandungan itu sunyi dan sepi. Padahal cukup berisik, terutama oleh suara pompa darah di tubuh. Itu cukup nyaring didengar jabang bayi. "Sekitar 95 decibel dan menjadi 30 decibel ketika bayi terendam cairan," kata Logan. Ia merekam bunyi di dalam rahim. Rekaman itu diolahnya dalam bentuk digit. Hasilnya, 16 pita rekaman bunyi desir pompa darah yang polanya meningkat dari paling sederhana hingga makin rumit. Nada dan nyaringnya bunyi sama seperti aslinya, hanya polanya diperkaya. Suara rekaman ini ditempelkan di perut ibu hamil dengan sabuk khusus. Perangkat ini harganya 250 dolar AS, termasuk 16 pita kaset yang disesuaikan dengan usia kandungan. Kira-kira bunyinya wosh, wosh, wosh, dengan ritme berbeda. Alat ini dibuatnya pada 1986. Sudah 1.200 ibu memanfaatkannya termasuk ada yang dari Indonesia. "Mestinya sekarang anaknya sudah lahir dan ada di Jakarta," kata Logan. Perangsang bayi buatan Logan kian beken, antara lain karena ada hasil tesnya, baru-baru ini, terhadap 50 balita yang dirangsang saat dalam kandungan. Ternyata, mereka 25% lebih maju dibanding rata-rata anak seusianya di AS. Namun, cerita Logan itu disangsikan. "Sebab, kesimpulannya cuma dilihat dari kelompok ibu yang diberi alat tadi," komentar Fawzia Aswin Hadis, 40 tahun, kepada Ivan Haris dari TEMPO. Menurut Ketua Jurusan Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu, perbandingan baru bisa dibuat jika ada tes terhadap bayi yang ibunya tak memakai alat tersebut. Selain itu, Logan mengangkat contoh kasus dari anak usia 6 sampai 34 bulan. "Harus hati-hati," pesan Fawzia, "sebab banyak faktor yang mempengaruhi selama jangka waktu itu." Jadi, bukan melulu getaran suara selama dalam rahim, tapi juga pengaruh lingkungan, termasuk cara orangtua mengasuh. Untuk menyimpulkan faktor mana yang dominan Fawzia beranggapan perlu penelitian dalam jangka panjang. Sejalan dengan Fawzia adalah hasil penelitian Marian Diamond. Profesor yang terkenal dengan penelitiannya di bidang korelasi lingkungan hidup dan perkembangan otak ini melakukan penelitian terhadap sejumlah tikus. "Penelitian saya membuktikan bahwa tikus yang dilahirkan induk dari lingkungan baik cenderung melahirkan tikus yang lebih cerdas," katanya. Ia menemukan, tikus yang lingkungannya baik mempunyai sel glial lebih banyak dibanding yang lingkungannya buruk. Diamond juga pernah meneliti benak mendiang Einstein, dan menemukan otaknya mempunyai sel glial 14% lebih banyak ketimbang orang biasa. Ia menyanggah penelitiannya mencakup simulasi suara. "Yang saya teliti pengaruh lingkungan terhadap kecerdasan," katanya kepada TEMPO. Adapun Logan yakin, perabotnya tidak membahayakan bayi. Karena nada maupun nyaringnya bunyi sama seperti aslinya. "Ini murni alat pendidikan, tak ada hubungan dengan pengobatan," katanya. Dan pengobatan atau bukan, yang pasti anak angkatnya percaya. Wanita berusia 26 ini baru melahirkan di Prancis. Bayinya itu distimulir saat dalam kandungan. Sementara menunggu kabar perkembangan cucunya, Logan agaknya ingin bikin eksperimen yang lebih paten: ia akan segera kawin lagi. Maklum, istrinya itu meninggal tahun lalu. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini