Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HALAMAN belakang kantor Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung terlihat sesak dengan barisan mesin ekskavator berkelir oranye. Sejak akhir Januari 2024, jaksa menyita puluhan alat berat milik CV Venus Inti Perkasa (VIP) itu sebagai barang bukti penyidikan kasus korupsi timah di PT Timah Tbk. “Kerugian negara dan lingkungan akibat kejahatan tersebut ditaksir mencapai Rp 271 triliun,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana pada Jumat, 8 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagian alat berat tersebut dirampas dari kawasan hutan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, selepas melewati sejumlah rintangan. Misalnya ban mobil yang ditumpangi penyidik berulang kali bocor ketika menyusuri jalan yang dipenuhi ranjau paku. Pemilik alat berat tersebut juga berusaha mengelabui tim jaksa dengan menutup badan mesin menggunakan tumpukan pohon sawit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belakangan, skenario penyembunyian barang bukti itu diduga berasal dari Toni Tamsil. Pria yang akrab disapa Akhi itu juga berupaya menyembunyikan dokumen dan bukti percakapan elektronik dalam kasus tersebut. Toni adalah adik kandung Tamron Tamsil alias Aon, pemilik perusahaan peleburan timah CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia. Di kalangan pengusaha tambang, Tamron dikenal sebagai raja timah. Keduanya kini menyandang status tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung.
Ketut menjelaskan, Kejaksaan Agung menjerat Toni dengan pasal perintangan penyidikan. Adapun Tamron, yang ditahan sejak 6 Februari 2024, ditengarai berkomplot dengan petinggi PT Timah untuk memanipulasi hasil pengolahan timah ilegal. Kerja sama tersebut berlangsung selama 2015-2022 dan melibatkan sejumlah perusahaan lain. “Sampai saat ini sudah ada 14 tersangka,” katanya.
Manajer Operasional Tambang CV VIP berinisial AL turut menjadi tersangka. Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN, juga ditetapkan sebagai tersangka. Kejaksaan pun menetapkan status tersangka terhadap Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani; Direktur Keuangan PT Timah 2017-2021, Emil Ermindra; dan Direktur Operasi Produksi PT Timah 2017-2018, Alwin Albar. Tujuh tersangka lain merupakan pengusaha rekanan PT Timah.
Direktur Utama PT Timah Ahmad Dani Virsal enggan mengomentari dugaan kongkalikong pimpinan PT Timah dalam kasus tersebut. Ia menghormati dan menyerahkan proses hukum kepada Kejaksaan Agung. Menurut dia, kasus ini merupakan dampak tata kelola bisnis komoditas timah yang tidak ideal. “Karenanya perbaikan komoditas timah di Bangka Belitung menjadi keharusan,” tuturnya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kuntadi menjelaskan, para tersangka diduga berkomplot menyelewengkan bijih timah dari wilayah konsesi PT Timah. Guna menutupi jejak kejahatan tersebut, mereka menjalin kerja sama penyewaan alat peleburan bijih timah. PT Timah menunjuk CV VIP sebagai rekanan bersama empat perusahaan lain. “Mereka lalu membentuk perusahaan boneka,” ujarnya.
Keyakinan penyidik diperoleh setelah menggali keterangan 139 saksi serta menggeledah sejumlah kantor dan rumah para tersangka sejak Desember 2023. Mereka di antaranya PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Inti Perkasa (TIN), dan PT Refined Bangka Tin (RBT). Tamron diduga memerintahkan Manajer Operasional CV VIP membentuk perusahaan cangkang untuk dijadikan rekanan. Skenario itu dipakai agar bisa menampung timah ilegal.
Guru besar Fakultas Kehutanan IPB, Bambang Hero Saharjo, menjelaskan dampak kerusakan lingkungan saat konferensi pers dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk periode 2015-2022 di Bangka Belitung di Kejaksaan Agung, Jakarta, 19 Februari 2024./Tempo/Febri Angga Palguna
Perusahaan-perusahaan itu seolah-olah menyetor timah ke PT Timah dari tambang resmi. Faktanya, Kuntadi menambahkan, ketujuh perusahaan tersebut diduga menambang di wilayah konsesi PT Timah. Bijih timah itu mereka setor ke CV VIP dan perusahaan pemilik smelter lain yang menjadi anggota konsorsium. Mereka lalu merekayasa dokumen surat perintah kerja borongan pengangkutan sisa hasil mineral agar aktivitas penambangan terlihat sah. “Tujuannya adalah melegalkan kegiatan perusahaan boneka tersebut,” kata Kuntadi.
Tempo berupaya meminta konfirmasi mengenai temuan jaksa dengan mendatangi kantor CV VIP di Kawasan Industri Ketapang, Jalan TPI Kelurahan Temberan, Kecamatan Bukit Intan, Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung. Sebelumnya, Tamron dan Toni dikabarkan kerap berkantor di sana. Kondisi perusahaan itu tampak sepi dan tak lagi beroperasi. “Sejak penggeledahan Desember tahun lalu, tidak ada lagi yang berkantor. Termasuk karyawan kantor pusat di Pangkalpinang,” ucap salah seorang petugas keamanan setempat.
Mantan Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, diduga terlibat permainan timah ilegal selepas bertemu dengan Direktur Utama dan Direktur Pengembangan PT RBT, Suparta dan Reza Andriansyah. Selain membahas penentuan harga jual, ketiganya membicarakan skenario pembentukan perusahaan boneka yang bakal beroperasi di wilayah konsesi PT Timah. “Tugasnya memasok kebutuhan bijih timah,” tutur Kuntadi.
Selain dikelola CV Venus Inti Perkasa, pengepulan bijih timah ilegal dikendalikan dua tersangka lain, MBG dan ROS. MBG adalah pengusaha tambang timah di Bangka Belitung. Sementara itu, ROS tercatat sebagai General Manager PT TIN. ROS diketahui membentuk tiga perusahaan boneka, yaitu CV SJP, CV BPR, dan CV SMS. Ketiganya disiapkan untuk bermitra dengan PT Timah. “Keuntungan transaksi dinikmati oleh mereka sendiri,” ujar Ketut Sumedana.
Pengacara PT RBT, Harris Arthur Hedar, membantah tudingan keterlibatan kliennya dalam pembentukan perusahaan boneka. Menurut dia, perusahaan itu ada sejak 2015 dan pernah berkongsi dengan PT Timah. PT RBT menawarkan kontrak kerja sama kepada PT Timah lantaran memiliki kemampuan pengolahan timah. “Kami baru masuk pada 2018 dan tak ada kaitannya dengan CV yang disebut oleh kejaksaan,” katanya.
Pakar lingkungan Bambang Hero Saharjo mengatakan pernah diminta Kejaksaan Agung mengkaji kerugian akibat aktivitas tambang timah ilegal di Bangka Belitung. Ia turut menggandeng sejawatnya di Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat, guru besar ilmu ekologi hutan, Basuki Haris. Keduanya menganalisis kerugian negara dan ekologis akibat penambangan ilegal melalui citra satelit sepanjang 2015-2022. Mereka juga menggelar pemeriksaan lapangan. “Kami terkejut, ada ratusan perusahaan yang beroperasi di balik kasus ini,” ucapnya.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengatakan kasus ini juga menjadi perhatian lembaganya setelah menerima laporan dari 27 pemilik smelter di Bangka Belitung pada 2019. Para pengusaha itu mengaku tak bisa lagi bekerja setelah polisi melarang mereka beroperasi lantaran dituduh ilegal. “Saya melihat ada yang aneh. Ketika smelter mereka ditutup, yang leluasa kemudian adalah smelter mitra PT Timah,” katanya.
Ada juga perusahaan nikel yang bersurat ke Istana Negara dan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2019. Juru bicara KPK, Ali Fikri, membenarkan kabar bahwa lembaganya menerima aduan ihwal sengkarut tata kelola timah di Bangka Belitung. Dia menerangkan, kasus itu pernah dikaji tim Direktorat Pengaduan Masyarakat. “Karena sudah ditangani Kejaksaan Agung, tugas kami hanya melakukan supervisi,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
M. Khory Alfarizi, Fajar Pebrianto, dan Servio Maranda dari Bangka Belitung berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Perusahaan Boneka Pengeruk Timah"